Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
5 Kali Beruntun, Ini Alasan Indonesia Jadi Negara Paling Dermawan Menurut Ahli
25 Oktober 2022 14:10 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Viral tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia kembali terpilih menjadi negara paling dermawan di dunia versi World Giving Index (WGI) 2022, menjadi yang kelima beruntun menempati peringkat pertama. Peneliti pun membeberkan alasan Indonesia jadi yang paling dermawan.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC), terpilihnya Indonesia sebagai negara paling dermawan diumumkan pada Jumat (21/10/2022) oleh Charity Aid Foundation (CAF). Indonesia menang dengan skor 68 persen, turun 3 persen dari tahun lalu.
Meski terjadi penurunan skor, Indonesia tetap jadi nomor satu selama 5 tahun berturut-turut. Sebelumnya diketahui, WGI merupakan laporan tahunan mengenai kedermawanan negara-negara dunia oleh CAF.
Laporan itu disusun dengan menganalisis survei 1,96 juta lebih responden di 119 negara seluruh dunia, dihimpun Gallup sejak 2009. Nah, tahun ini, jajak pendapat dilakukan pada 31 Maret 2022 dengan menggambarkan kondisi kedermawanan selama 2021.
Dari laporan WGI tahun sebelumnya, Indonesia berada di dua peringkat teratas di tiga kategori yang jadi ukuran WGI, yakni donasi uang, donasi pada orang asing, dan partisipasi dalam kerelawanan.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian CAF, 84 persen orang Indonesia menyumbang pada 2021, jauh melampaui skor rata-rata global 35 persen. Partisipasi relawan di Indonesia sebesar 63 persen juga nyaris tiga kali lipat dari rata-rata global 23 persen. Hanya sumbangan ke orang asing yang lebih rendah, yakni 58 persen, dibanding rata-rata global 62 persen.
Alasan Indonesia Jadi Negara Dermawan
Ketua Badan Pelaksana PIRAC Hamid Abidin mengaku takjub dengan capaian sektor filantropi Indonesia. Menurutnya, hal tersebut tak lepas dari tradisi menyumbang yang diinspirasi ajaran agama dan lokal yang sudah dipraktikkan puluhan tahun.
“Kondisi pandemi ternyata tidak berpengaruh pada minat dan antusiasme menyumbang masyarakat Indonesia dan hanya berdampak pada jumlah dan bentuk donasi yang disumbangkan,” ujar Hamid Abidin.
ADVERTISEMENT
Selain ajaran agama yang kuat, Hamid juga melihat pegiat filantropi di Indonesia, khususnya Islam, dalam menggalang, mengelola, dan mendayagunakan donasi keagamaan, turut berkontribusi terhadap capaian itu.
Badan dan lembaga pengelola Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF), kini bermetamorfosis sebagai lembaga filantropi modern. Selain konvensional, strategi penggalangan sumbangan keagamaan juga bisa dilakukan secara digital.
Penerapan standar pengelolaan donasi transparan dan akuntabel juga dilakukan, sehingga mendorong perluasan program strategik dan jangka panjang, seperti pemberdayaan ekonomi, pelestarian lingkungan, perlindungan anak, sampai bantuan hukum, dan advokasi kebijakan.
Mereka pun berhasil mengaitkan dan menyelaraskan program-program yang dijalankannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Tak heran jika perolehan donasi lembaga-lembaga filantropi Islam ini mengalami kenaikan selama pandemi, meski persentase kenaikannya tidak setinggi di masa normal sebelum pandemi,” sebut Hamid.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) untuk kegiatan filantropi juga turut andil dalam mendongkrak posisi Indonesia di WGI. Strategi itu menyiasati pembatasan interaksi langsung dan mobilitas warga yang jadi kendala selama pandemi.
Memanfaatkan TIK, lembaga filantropi tetap beroperasi dan memfasilitasi penyaluran sumbangan dari masyarakat donatur di masa pandemi. Pemanfaatan TIK juga terbukti mempercepat transformasi kegiatan filantropi dari konvensional ke digital. (bob)