Heboh! Penemuan Katak Raksasa Sebesar Bayi Manusia di Kepulauan Solomon

Berita Viral
Membahas isu-isu yang lagi viral
Konten dari Pengguna
11 Mei 2021 14:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Viral tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Katak berukuran raksasa. (Foto: Jimmy Hugo/Facebook)
zoom-in-whitePerbesar
Katak berukuran raksasa. (Foto: Jimmy Hugo/Facebook)
ADVERTISEMENT
Sebuah katak raksasa yang ditemukan warga di sebuah desa kecil baru-baru ini sukses menuai sorotan publik. Bukan tanpa sebab, katak tersebut memiliki ukuran sampai sebesar bayi manusia.
ADVERTISEMENT
Mengutip ABC News, katak berukuran jumbo tersebut ditemukan seorang pemilik pabrik kayu, Jimmy Hugo. Pria berusia 35 tahun tersebut ketika itu sedang berburu babi hutan di Honiara, Ibu kota Kepulauan Solomon.
Dalam rekaman yang dibagikan ABC News, tampak katak tersebut sedang duduk di pangkuan Hugo. Ia mengaku menemukannya di semak-semak sekitar wilayah perburuan babi hutan.
Katak tersebut dipercaya merupakan spesies Cornufer guppyi. Terlihat ketika dipangku, besarnya bahkan melebihi paha dari Hugo. Diperkirakan, berat katak tersebut bisa mencapai 1 kg.
Adapun dalam foto lain, diperlihatkan ukuran sepenuhnya dari katak Cornufer guppyi itu. Hewan amfibi berukuran besar tersebut dinilai seukuran bayi manusia, bahkan sampai menutupi separuh tubuh anak kecil yang menggendongnya.
Dilaporkan, di Kepulauan Solomon dan Papua Nugini, katak tersebut dikenal dengan panggilan ‘ayam semak’ karena di beberapa desa lebih disukai daripada ayam. Hanya saja, lantaran sulit menangkapnya, harga dagingnya dihargai mahal oleh penduduk setempat.
ADVERTISEMENT
Sayang, meski matanya terlihat terbuka di dalam video, katak segede gaban tersebut ternyata sudah mati ketika ditemukan oleh Hugo. Karena itu, Hugo dan para pekerjanya memutuskan untuk memakannya.
Mengenai Cornufer guppyi, hewan tersebut merupakan salah satu spesies katak terbesar di dunia. Biasanya, mereka ditemukan di New Britain di Kepulauan Bismarck hingga Kepulauan Solomon.
Namun, lantaran penebangan dan pemukiman warga, jumlah katak viral tersebut sudah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, ahli biologi lokal, Patrick Pikacha, menyebut kulit sensitif katak tersebut membuatnya rentan bila terkena bahan kimia, terutama dari deterjen yang dipakai warga mencuci di sungai. (bob)