Kenapa Kebanyakan Koki Profesional Adalah Laki-laki?

Berita Viral
Membahas isu-isu yang lagi viral
Konten dari Pengguna
28 Juli 2022 17:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Viral tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Chef dan pemilik restoran Prancis Daniel Boulud. Foto: Ed JONES/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Chef dan pemilik restoran Prancis Daniel Boulud. Foto: Ed JONES/AFP
ADVERTISEMENT
Ada banyak koki ataupun chef ternama di Indonesia. Namun, bila dilihat dari jumlah koki profesional di dunia, ternyata malah didominasi oleh laki-laki.
ADVERTISEMENT
Mengutip Hustle Mama, dalam beberapa dekade terakhir banyak perempuan yang meniti karier sebagai koki profesional. Meski begitu, data mencatatkan bahwa hanya 20 persen saja dari keseluruhan koki yang merupakan seorang perempuan.
Bila di negara-negara maju, penyebabnya adalah seksisme atau kecenderungan menganggap koki laki-laki lebih berkompeten. Karenanya, kebanyakan dari pihak Investor tidak tertarik untuk berinvestasi pada koki perempuan.
Juna Rorimpandey alias Chef Juna bersama Arnold Poernomo dan Renatta Moeloek. Foto: Instagram/arnoldpo
Padahal, dijelaskan oleh pakar dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB) Dede Robiatul Adawiyah, tidak benar bahwa koki atau chef laki-laki lebih kompeten dari perempuan.
Dalam penelitiannya yang menghitung nilai ambang sensorik, memang ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Disebutkan olehnya, sensorik perempuan cenderung lebih sensitif.
ADVERTISEMENT
"Perempuan punya kemampuan mendeteksi rasa manis pada konsentrasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pria,” kata Dede.
Hanya, kelemahan perempuan adalah siklus menstruasi dan kehamilan yang mau tidak mau memengaruhi tingkat kepekaan. Hal tersebut membuat dalam tes sensorik ada ketentuan gender.
“Tidak bisa hanya laki-laki atau perempuan (yang jadi koki),” ujar Dede
Where Chefs Sleep, program menginap dan makan khusus para chef di Ubud, Bali. Foto: LocavoredanKomanekaResort
Atas dasar tersebut, menurut Dede kemampuan sama sekali tidak ada kaitannya dengan gender. Alih-alih gender, yang paling dibutuhkan adalah konsistensi sensorik alias mampu mendeteksi, membedakan, dan konsisten memberi kualitas sama dari produk yang sama.
Meski tidak ada hubungannya kemampuan dengan jenis kelamin, mengenai fenomena saat ini lebih banyak daripada perempuan, disebut Dede karena koki laki-laki lebih konsisten lantaran tidak dipengaruhi siklus metabolisme.
ADVERTISEMENT
“Untuk menghasilkan produk makanan yang sama dari hari ke hari, diperlukan konsistensi. Mungkin karena itu cenderung lebih banyak koki laki-laki,” jelasnya. (bob)