Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Penelitian: Kualitas Tidur Buruk Berisiko Mata Kehilangan Penglihatan
15 November 2022 10:58 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Viral tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kualitas tidur yang buruk, termasuk terlalu banyak atau terlalu sedikit memejamkan mata , mengantuk di siang hari, dan mendengkur, bisa dikaitkan dengan peningkatan risiko kehilangan penglihatan yang tidak dapat diubah (glaukoma).
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Neuroscience, penelitian tersebut dilakukan UK Biobank, diterbitkan dalam jurnal BMJ Open. Hasil penelitian besar itu menggarisbawahi kebutuhan tidur terapi tidur pada orang yang berisiko tinggi kena penyakit glaukoma.
Selain itu, pemeriksaan mata buat yang kena gangguan tidur kronis juga perlu guna memastikan tanda-tanda awal glaukoma. Diketahui, glaukoma sendiri adalah penyebab utama kebutaan, diprediksi mempengaruhi sekitar 112 juta orang seluruh dunia pada 2040.
Penyebab dan faktornya masih kurang dipahami, tapi jika tak diobati, glaukoma akan berkembang jadi kebutaan permanen. Glaukoma sendiri ditandai dengan hilangnya sel peka cahaya di mata dan kerusakan saraf optik secara progresif.
Penelitian menyebut bahwa gangguan tidur menjadi salah satu faktor utama terjadinya glaukoma. Guna memastikannya lebih lanjut, peneliti memeriksa partisipan dengan perilaku tidur berbeda: insomnia, durasi tidur (terlalu lama atau sebentar), tidur pagi tau malam, mengantuk di siang hari, hingga mendengkur.
ADVERTISEMENT
Total partisipan sebanyak 409.053 orang, semua berusia 40-69 tahun pada 2006-2010, dan menyediakan secara rinci perilaku tidur mereka. Durasi tidur yang dianggap normal adalah 7 jam-kurang dari 9 jam per hari. Terlalu sebentar atau terlalu lama adalah di luar rentang itu.
Chronotype dibagi jadi dua yaitu orang itu tidur malam atau pagi. Sementara tingkat keparahan insomnia dilihat dari sulit tidur atau sering terbangun, diklasifikasikan lagi sebagai tidak pernah/kadang-kadang atau biasa. Buat kantuk siang hari, dikategorikan sebagai tidak pernah/jarang, kadang-kadang, atau sering.
Informasi latar belakang tentang faktor-faktor yang berpotensi berpengaruh diperoleh dari kuesioner partisipan, di antaranya: usia (rata-rata 57), jenis kelamin, ras/etnis, pencapaian pendidikan, gaya hidup, berat badan, dan tingkat kekurangan wilayah tempat tinggal.
ADVERTISEMENT
Rekam medis hingga data registrasi kematian digunakan untuk melacak kesehatan dan kelangsungan hidup partisipan, dari awal penelitian hingga diagnosis penyakit glaukoma, kematian, emigrasi, atau akhir periode pemantauan (31 Maret 2021).
Selama 10,5 tahun penelitian, 8.690 kasus glaukoma teridentifikasi. Mereka yang kena glaukoma cenderung tua, berjenis kelamin laki-laki, pernah merokok, dan punya tekanan darah tinggi atau diabetes.
Selain chronotype, empat kebiasaan tidur lain dikaitkan dengan berbagai tingkat risiko glaukoma tinggi. Kurang atau kelebihan tidur menaikkan risiko 8 persen, insomnia 12 persen, mendengkur 4 persen, dan mengantuk di siang hari hingga 20 persen.
Dibanding yang kualitas tidurnya bagus, orang mendengkur, atau mengantuk di siang hari, 10 persen lebih mungkin kena glaukoma. Insomnia dan kurang atau kelamaan tidur bahkan sampai 13 persen. Hasil tersebut serupa ketika dikategorikan dengan berbagai jenis glaukoma.
Hanya, mengingat ini adalah studi observasional, tidak bisa ditentukan penyebabnya. Studi tersebut mengandalkan laporan diri daripada pengukuran objektif dan hanya mencerminkan satu titik waktu, kata para peneliti.
ADVERTISEMENT
“Glaukoma sendiri mungkin mempengaruhi pola tidur, bukan sebaliknya,” ujar para peneliti.
Namun, menurut para peneliti, ada kemungkinan penjelasan biologis masuk akal untuk hubungan yang ditemukan antara gangguan tidur dan glaukoma.
Seperti tekanan internal mata, faktor utama perkembangan glaukoma, meningkat ketika seseorang berbaring dan ketika hormon tidur tak beraturan. Seperti ketika mengalami insomnia.
Depresi dan rasa cemas, yang mana sering berkaitan dengan insomnia, mungkin juga meningkatkan tekanan internal mata. Kemungkinan karena produksi kortisol yang tidak teratur.
Demikian pula peristiwa berulang atau berkepanjangan dari tingkat oksigen seluler yang rendah, disebabkan oleh apnea tidur (henti pernapasan tiba-tiba saat tidur), bisa menyebabkan kerusakan langsung pada saraf optik.
“Karena kebiasaan tidur bisa diubah, temuan ini menekankan perlunya upaya meningkatkan kualitas tidur individu yang berisiko tinggi glaukoma dan pemeriksaan oftalmologis potensial di antara individu dengan masalah tidur kronis guna mencegah glaukoma,” simpul peneliti. (bob)
ADVERTISEMENT