63,82% Pasien COVID-19 yang Rawat Inap di Surabaya Berasal dari Luar Daerah

Konten Media Partner
17 September 2021 6:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita memberikan data terbaru mengenai keterisian rumah sakit rujukan COVID-19 di Kota Surabaya. Setelah pihak Dinkes Surabaya menyurvei langsung ke tiap rumah sakit, ternyata mayoritas pasien di RS Surabaya adalah non-KTP Surabaya dengan perbandingan 63,82% warga luar Surabaya dan 36,18% warga KTP Surabaya.
ADVERTISEMENT
"Selisihnya itu sekitar 300-an. Pada saat kami buat hasil hitungan kami, kalau hanya KTP Surabaya ada 124," ujar perempuan yang kerap disapa Feni ini, (16/9).
Sementara itu Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Dr. Windhu Purnomo mengungkapkan, jumlah pasien di RS ini menjadi salah satu indikator penentuan asesmen level oleh Kemenkes. Namun, pasien yang dimaksud di RS tidak memandang daerah asal pasien. Padahal, pasien yang dirawat di Kota Surabaya kebanyakan merupakan kiriman dari luar daerah. Apalagi, beberapa RS di Surabaya menjadi rujukan utama di wilayah Indonesia Timur.
"Di kota-kota besar lain juga kasus rawat inapnya lebih besar dari kasus konfirmasinya karena jadi rujukan daerah-daerah lain,” ujarnya.
Oleh karena itu, Windhu berpesan kepada Kemenkes RI agar memperbaharui peraturan mengenai batas pasien RS tersebut. Seharusnya, asesmen dilakukan berdasarkan jumlah pasien yang berasal dari daerah yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
"Kalau seperti ini terus banyak daerah itu tidak bisa mencapai level yang lebih rendah karena ada ketidaktepatan," tukasnya.
Terkait Surabaya yang kini berada di level 1 berdasarkan hasil asesmen Kemenkes, Windhu menegaskan jika hal tersebut memang pantas disandang Surabaya.
“Kalau dari hasil asesmen Kemenkes, memang pantas Surabaya level 1. Asesmen ini yang terbaik yang kita punya sekarang, karena sesuai dengan acuan WHO," jelasnya
Ia juga merinci capaian Surabaya dilihat dari transmisi komunitas dan kapasitas respon. Khusus untuk transmisi komunitas ada tiga indikator, yaitu kasus konfirmasi sudah bagus dengan nilai 8,81 per 100 ribu penduduk, angka ini sudah di bawah standart Kemenkes 20 per 100 ribu penduduk. Kemudian untuk rawat inapnya 3,43 per 100 ribu penduduk, angka ini sudah di bawah standart Kemenkes 5 per 100 ribu penduduk. Lalu untuk angka kematiannya, Surabaya sudah 0,65 dan standartnya Kemenkes tidak boleh lebih dari 1.
ADVERTISEMENT
“Berarti oke semua kalau dilihat dari sini,” imbuhnya.
Selanjutnya, khusus untuk kapasitas responnya juga ada tiga indikator, yaitu untuk positivity ratenya sudah 0,41 persen dan jauh di bawah 5 persen sesuai standart Kemenkes. Lalu untuk tracingnya sekarang di Surabaya sudah 1:20,71 dan standartnya Kemenkes 1:14. Kemudian untuk BOR-nya sekarang 14,45 persen dan sudah jauh dari standart Kemenkes 40 persen.
“Jadi, sudah bagus semuanya dan sudah cocok,” tegasnya.
Ia juga memastikan bahwa Surabaya pantas level 1 karena capaian vaksinasinya. Berdasarkan data terbaru dari Dinkes Surabaya, vaksinasi dosis pertama di Kota Surabaya sudah mencapai 101,32 persen dan khusus lansianya sudah mencapai 90,10 persen. Padahal, dari level 2 ke level 1 itu standart vaksinasi dosis pertamanya 70 persen dan untuk lansianya 60 persen.
ADVERTISEMENT
“Ini sudah luar biasa, sehingga kita pantas di level 1,” pungkasnya.