All Eyes on Papua Viral di Medsos, Pakar Sentil Pemerintah Soal Pembabatan Hutan

Konten Media Partner
7 Juni 2024 7:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
All Eyes on Papua Viral di Medsos, Pakar Sentil Pemerintah Soal Pembabatan Hutan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini kampanye "All Eyes on Papua" viral sebagai gerakan di media sosial menuntut perlindungan hutan Papua yang terancam oleh perkebunan kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan turut memberikan komentar soal dukungan All Eyes on Papua yang menggema di media sosial.
Dukungan dan petisi untuk Papua dimulai ketika masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel Papua Selatan dan Suku Moi di Sorong Papua Barat Daya demo di depan Mahkamah Agung dan menolak pembabatan hutan, lantaran hutan yang luasnya digambarkan separuh dari Jakarta tersebut akan dibabat untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) dengan luas mencapai 36 hektare.
“Apa yang terjadi dengan Papua saat ini harus menjadi perhatian semua pihak, terlebih kebijakan pemerintah yang harus netral. Negara tidak boleh abai di tengah ancaman serius terkait dampak kerusakan hutan jika benar kebijakan ini diberlakukan,” ujar Radius, dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Jumat (7/6).
ADVERTISEMENT
Radius menyebut menggemanya tagar “All Eyes on Papua” di media sosial diharapkan dapat mendorong perubahan kebijakan secara adil khususnya keadilan bagi masyarakat adat, dalam hal ini artinya tidak membeda-bedakan ras atau suku.
“Selama ini kita tahu bahwa sikap diskriminasi, rasis, dan intoleran terhadap orang Papua masih terus terjadi di ruang-ruang publik kita. Jika cara pandang ini masih tumbuh tentu kebijakan yang adil tanpa memandang ras akan sulit ditegakkan,” terangnya.
Menurut Radius, cara negara memandang Papua dalam melihat kondisi dan persoalan Papua saat ini bukan lagi dengan kacamata 30 tahun lalu. Artinya harus ada perubahan mindset.
“Dalam membuat kebijakan partisipasi masyarakat Papua seharusnya diprioritaskan dan dilibatkan, hal ini guna meminimalisir konflik dan kebijakan yang ditetapkan tidak merugikan satu sama lain,” katanya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Auriga Nusantara, sebuah organisasi yang fokus pada pelestarian sumber daya alam di Indonesia, luas hutan provinsi Papua dan Papua Barat sekitar 33.847.928 hektare pada tahun 2022, namun setiap tahunnya terus mengalami penyusutan. Penyebab penyusutan hutan di Papua adalah penebangan hutan (deforestasi) untuk kebutuhan industri di sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
“Jangan sampai hutan rusak lebih banyak disebabkan oleh sikap dan perilaku manusia dibandingkan akibat bencana alam, perubahan pola pikir dan sikap etis manusia dalam berelasi terhadap alam juga sangat diperlukan,” pungkas Radius.