Curhat Menteri Nadiem: Saya Cemas Anak-anak Kesepian dan Bosan di Masa Pandemi

Konten Media Partner
26 September 2020 13:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Nadiem dalam webinar 'Parenting Akbar, Menjaga Kesehatan Mental Anak di Masa Pandemi'.
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Nadiem dalam webinar 'Parenting Akbar, Menjaga Kesehatan Mental Anak di Masa Pandemi'.
ADVERTISEMENT
Masa pandemi COVID-19 memberikan kebiasaan baru bagi masyarakat. Selain harus menerapkan protokol kesehatan, ada tantangan luar biasa terutama bagi orang tua anak usia dini selama masa pandemi. Hal ini pula yang turut dirasakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Ia mengaku cemas akan psikologis anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
"Sebagai orang tua dari tiga anak usia dini, setiap hari saya selalu merasa cemas. Saya cemas anak-anak merasa kesepian, saya khawatir anak-anak merasa kebosanan atau malah merasa tidak aman. Dan saya rasa kecemasan ini juga turut dirasakan orang tua lainnya di luar sana di masa pandemi seperti sekarang ini," ujar Nadiem saat menjadi keynote speaker webinar 'Parenting Akbar, Menjaga Kesehatan Mental Anak di Masa Pandemi' yang digelar Indonesia Herritage Foundation (IHF), Sabtu (26/9).
Lebih lanjut Nadiem menuturkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi orang tua anak-anak usia dini. Pertama, keamanan psikologis anak yakni lingkungan psiko sosial anak aman. Disini peran keluarga untuk menciptakan suasana positif sangat penting bagi anak.
ADVERTISEMENT
"Perasaan emosional kita (orang tua) akan berdampak luar biasa pada anak. Jika orang tua stres atau bertengkar yang terlihat oleh anak maka itu akan memunculkan rasa tidak aman pada psikologis anak," jelas Nadiem.
Psiko sosial juga dapat diwujudkan dengan meluangkan banyak waktu berinteraksi dengan anak. Dan ini, tegas Nadiem, tidak hanya menjadi tugas dari seorang ibu namun perlu juga keterlibatan ayah.
Orang tua yang meluangkan waktu untuk sekedar bermain dengan anak, kata Nadiem, memberikan dampak positif bagi perkembangan psikologis anak.
"Di masa pandemi ini anak rentan akan kebosanan sehingga dengan meluangkan banyak waktu untuk berinteraksi dengan anak melalui sejumlah kegiatan bersama seperti bermain atau sekedar ngobrol, menunjukkan jika anak merasa diperhatikan. Ini sekaligus bisa mengurangi kebosanan anak yang memang selama pandemi harus lebih banyak beraktivitas di rumah," papar Nadiem lagi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kehati-hatian orang tua memberikan akses gawai pada anak terutama mereka yang berusia dini.
"Di rumah saya benar-benar membatasi anak berinteraksi dengan gawai, tak terkecuali televisi. Jika tidak dibatasi maka memberikan dampak (trauma) pada anak," tukas Nadiem.
Poin terakhir yang ditekankan Nadiem yakni aktivitas kreatif yang perlu dilakukan antara anak dan orang tua. Menciptakan karya seni, kata Nadiem, tidak hanya memicu anak dan orang tua menjadi produktif tetapi juga berdampak positif bagi kesehatan mental anak.
"Di masa pandemi sangat dibutuhkan kemitraan antara ayah dan ibu untuk menjaga kesehatan mental anak. Tidak bisa jika hanya dibebankan pada ibu," tegas Nadiem.
Sementara itu pendiri IHF Ratna Megawangi Sofyan Djalil mengungkapkan, menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga kesehatan mental anak karena akan berdampak pada kehidupannya di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
"Terbentuknya karakter anak yang baik adalah kesehatan mentalnya. Bagaimana anak mengontrol emosinya. Walaupun dia sudah tahu perihal baik dan buruk tapi kalau tidak bisa mengontrol emosinya maka dia akan menjadi anak tanpa karakter," jelas Ratna.