Girls Leadership Academy, Mencari Agen Perempuan untuk Kesetaraan Gender

Konten Media Partner
28 Juni 2021 16:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Webinar Girls Leadership Academy.
zoom-in-whitePerbesar
Webinar Girls Leadership Academy.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya angka kekerasan berbasis gender didorong oleh berbagai hal, di antaranya budaya menyalahkan korban kekerasan yang masih terus berkembang, sulitnya akses pendidikan dan kesehatan reproduksi seksual, hingga kurangnya pemahaman keadilan dan kesetaraan gender. Selain itu, proses hukum dan penyelesaian kasus yang masih belum berpihak pada korban serta kurangnya layanan dukungan bagi korban kekerasan seksual menjadi faktor penting.
ADVERTISEMENT
Maraknya kekerasan berbasis gender baik secara langsung maupun daring bukan saja meresahkan tetapi juga menghambat perempuan muda berekspresi. Melalui gerakan girls leadership, The Body Shop® Indonesia bersama Yayasan Plan International Indonesia gencar mengajak publik, baik perempuan dan laki-laki, untuk memahami jenis-jenis kekerasan seksual, serta mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).
"Anak perempuan dan perempuan muda harus dapat hidup secara aman dan berdaya, tanpa ancaman kekerasan berbasis gender," tegas Ratu Maulida Ommaya Public Relations & Community Manager The Body Shop® Indonesia, dalam keterangan tertulis yang diterima Basra, Senin (28/6).
Lebih lanjut perempuan yang kerap disapa Maya ini mengungkapkan, pihaknya mendukung perubahan ke arah yang lebih adil bagi perempuan dan lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
"Girls Leadership Academy adalah salah satu jembatan perempuan pemimpin masa depan. Karena kita sangat perlu agen perempuan lebih banyak untuk perubahan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kesetaraan gender sangat penting, karena memberikan dampak positif dalam kehidupan," jelasnya.
Sementara itu Plan Indonesia sejak 2016 telah meluncurkan kampanye global “Because I Am A Girl (BIAAG)” dan bertransformasi menjadi “Girls Get Equal” pada 2018. Kampanye ini menjadi momentum bagi Plan Indonesia untuk memantapkan langkah kerja secara nyata untuk anak perempuan di Indonesia melalui Girls’ Leadership Flagship Project. Hingga saat ini Girls’ Leadership Flagship Project sudah meluncurkan Girls Leadership Academy (GLA). Dengan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan, GLA mengadakan Batch I yang pesertanya merupakan anak perempuan dan kaum muda perempuan dari berbagai daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 40 anak perempuan usia 16-23 tahun dari 27 kota/kabupaten di Indonesia mengikuti serangkaian kelas dan mentoring untuk peningkatan kapasitas diri secara daring dalam program Girls Leadership Academy.
Selama 5 minggu, 12 kelas telah dilaksanakan dengan enam topik utama, yaitu, diri dan konstruksi sosial, gender dan budaya baru, rasa sebagai penuntun jalan, pembawa cerita perubahan, tentang keberbutuhan, dan tentang ketidakadilan dan kekerasan.
"Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan pesan bagi anak perempuan betapa pentingnya kesetaraan, khususnya bagi perempuan. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan dapat mendukung anak perempuan dalam menyuarakan aspirasinya dalam melawan kekerasan seksual," tukas Maya.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia mengatakan bahwa membangun kesetaraan merupakan kerja yang panjang dan tidak bisa berhenti. Pihaknya menyakini bahwa dengan memberikan ruang untuk belajar dan pengembangan diri yang aman dan setara bagi anak perempuan, kesetaraan bisa dicapai.
ADVERTISEMENT
"Melalui Girls Leadership Academy, kami ingin anak-anak perempuan sadar akan potensi dirinya, begitu juga dengan kesempatan dan potensi hambatan yang akan mereka temui. Dengan demikian, kami berharap mereka dapat tumbuh untuk mencapai potensi terbaiknya, serta dapat menjadi pemimpin sekarang dan di masa depan,” ujar Dini.
Dalam pelaksanaan Girls Leadership Academy batch 1, Plan Indonesia menggandeng beberapa tokoh perempuan sebagai mentor, antara lain Aquarini Priyatna Prabasmoro (Guru Besar Ilmu Sastra dan Gender di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjajaran), Elisabeth Adyiningtyas Satya Dewi (Dosen Hubungan Internasional di Universitas Parahyangan), Rayya Makarim (Penulis Skenario, Sutradara & Produser Film), Yosi Twentiarani (Manajer Operasional Avery Dennison), Alissa Wahid (Koordinator Nasional GUSDURian, Psikolog Keluarga), Kartika Jahja (Aktivis Kesetaraan Gender, Penyanyi, Musisi), Anindya Restuviani (Aktivis Feminisme, Co-Director Hollaback Jakarta), dan Rika Rosvianti (Aktivis Sosial, Pendiri @_perEMPUan_).
ADVERTISEMENT
Elisabeth Adyiningtyas Satya Dewi, Dosen Hubungan Internasional di Universitas Parahyangan, dalam kelas “Girls Power, Sebuah Budaya Baru” mengatakan bahwa dalam diri seseorang dapat membangun budaya yang adil dan setara gender dengan cara yang sederhana. Hal ini mencakup menciptakan dunia yang aman dan adil bagi anak dan kaum muda perempuan.
“Bila manusia yang membentuk budaya, maka manusia (juga) lah yang bisa mengubahnya, hingga mendekonstruksinya,” tambah Elisabeth.
Melalui Girls Leadership Academy batch 1 diharapkan dapat menciptakan masa depan yang setara melalui generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan dan kerangka berpikir kritis dan inklusif. Plan Indonesia juga mendorong para peserta untuk aktif menciptakan ruang-ruang aman bagi perempuan maupun laki-laki di ranah daring dan luring, dimulai dari komunitas masing-masing.
ADVERTISEMENT
Hingga 2021, program Girls Leadership Academy telah mendukung lebih dari 5000 anak dan kaum muda perempuan di Indonesia untuk mencapai potensi terbaiknya dan mendorong mereka menjadi pemimpin di masa kini dan mendatang melalui berbagai aktivitas daring selama pandemi ini.