Inovatif! Doktor ITS Bisa Prediksi Kasus DBD dari Twitter dan Google Trends

Konten Media Partner
11 Agustus 2022 13:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr. Wiwik Anggraeni SSi M.Kom, Dosen Departemen Sistem Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), saat menyampaikan disertasi pembuatan sistem untuk menghitung kasus DBD di Indonesia. Foto: Dok.pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Wiwik Anggraeni SSi M.Kom, Dosen Departemen Sistem Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), saat menyampaikan disertasi pembuatan sistem untuk menghitung kasus DBD di Indonesia. Foto: Dok.pribadi
ADVERTISEMENT
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu jenis penyakit yang terjadi hampir di seluruh dunia. Bahkan kasus DBD di Indonesia menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Meski demikian perhatian terhadap kasus DBD di Indonesia kalah oleh pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Akhir-akhir kan DBD itu kalah sama COVID-19. Sehingga kasus DBD kurang diperhatikan, sepertinya tidak ada kasus DBD tapi kenyataan di lapangan masih banyak kasus DBD," ujar Dr. Wiwik Anggraeni SSi M.Kom, Dosen Departemen Sistem Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), kepada Basra, Kamis (11/8).
Kasus DBD pada beberapa wilayah di Indonesia yang tidak sesuai antara data di komputer dengan kondisi di lapangan, mendorong Wiwik membuat disertasi pembuatan sistem untuk menghitung kasus DBD di Indonesia.
Disertai tersebut berjudul Representasi dari Media Sosial, Query Internet, dan Data Surveilans untuk Memprediksi Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue.
"Masyarakat cenderung untuk mencari informasi suatu gejala penyakit melalui internet. Dari jejak digital ini yang dapat kami manfaatkan untuk memprediksi jumlah kasus DBD pada suatu wilayah," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Wiwik menciptakan sebuah sistem pemodelan gabungan dari sistem Dekomposisi dan Bidirectional Long Short Term Memory (BiLSTM) yang disebut dengan sistem model WHAI.
Penggabungan dua sistem tersebut, lanjut Wiwik, dilakukan agar pemetaan dan prediksi jumlah kasus DBD lebih akurat dan aktual.
Selain itu, sistem model WHAI bekerja dengan mengombinasikan beberapa variabel tertentu seperti jumlah aktivitas media sosial yang terkait dengan penyakit DBD, jumlah kasus DBD yang terdeteksi, jumlah curah hujan, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, dan temperatur cuaca. Adapun media sosial yang dipilih Wiwik adalah Twitter dan Google Trends dalam mengumpulkan data.
Dijelaskan Wiwik, data akhir yang diolah dari variabel tersebut akan dibandingkan dengan data kasus jumlah DBD yang terlapor. Jika data yang didapat dari sistem model WHAI sama atau mendekati sama, maka sistem model WHAI berhasil untuk memprediksi jumlah kasus DBD tersebut.
ADVERTISEMENT
Penelitian untuk disertasi tersebut berlokasi di salah satu kabupaten di Jawa Timur.
“Sebenarnya penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang sama berkaitan dengan DBD,” imbuh Wiwik.
Ide nama sistem model WHAI, kata Wiwik, diambil dari akronim nama Wiwik Anggraeni dan tiga peneliti lain sekaligus promotor dalam Sidang Doktor Terbuka Promosi Doktor Program Studi S3 Teknik Elektro ITS, yaitu Prof.Dr.Ir. Mauridhi Hery Purnomo MEng, Dr.Eko Mulyanto Yuniarti ST MT, dan Reza Fuad Rachmadi ST MT PhD.
Wiwik berharap sistem model WHAI tersebut dapat digunakan tidak hanya untuk DBD, namun untuk antisipasi wabah lainnya.
“Saya berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk membantu kesehatan pada masyarakat. Insya Allah bulan Oktober nanti mulai dilakukan sosialisasi di Dinas Kesehatan yang membawahi puskesmas,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT