Kasus COVID-19 Naik Terus, Epidemiolog: Testing dan Tracing Lemah

Konten Media Partner
21 Januari 2021 10:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi swab test. Foto-foto: Dok.Basra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi swab test. Foto-foto: Dok.Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepuluh hari sudah, pemerintah pusat telah melakukan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa dan Bali. Kebijakan itu mulai diterapkan pada 11-25 Januari 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, PPKM yang sudah berjalan hampir dua pekan ini dinilai kurang efektif lantaran angka kasus COVID-19 di Indonesia setiap harinya terus bertambah.
Di Jawa Timur, berdasarkan data dari laman http://www.infocovid19.jatimprov.go.id/, per tanggal 20 Januari 2021, angka kasus COVID-19 di Jawa Timur bertambah 955 orang. Total kasus COVID-19 terkonfirmasi di Jatim ada 102.152 kasus.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair), dr Windhu Purnomo mengatakan, jika PPKM kali tidak efektif dibandingkan dengan PSBB yang sebelumnya sudah diterapkan.
"Nggak efektif. Bandingkan dengan PSBB dulu. Surabaya raya dan Malang raya waktu PSBB itu cukup ketat, artinya aktivitas yang non esensial nggak boleh jalan. Yang boleh jalan yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat, kesehatan, dan lain-lain," kata dr Windhu ketika dihubungi Basra, Kamis (21/1).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, PKKM yang berlaku kali ini lebih longgar lantaran kegiatan non esensial tetap boleh jalan meskipun ada batasan. Selain itu, ia mengungkapkan jika pembatasan yang dilakukan substansinya nyaris tidak sama dengan namanya.
Pixabay.
"Jadi yang dulu lebih ketat saja kurang efektif hanya ngerem sedikit apalagi sekarang. Sekarang tertutup dengan berita vaksin, jadi orang nggak ngereken (menghiraukan). Dulu juga sweeping masih ketat, sekarang hanya sesekali. Kita ini hanya pasang nama aja, kalau sudah melakukan pembatasan tapi substansinya nyaris tidak sama dengan namanya," ungkapnya.
Ia menuturkan, bertambahnya angka kasus COVID-19 di Jatim juga dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan yang mulai melorot.
"Pakai masker, jaga jarak juga kan melorot. Dulu masih lumayan 75 persen, sekarang hanya 50 persen masyarakat yang masih disiplin prokes," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, ia mengimbau pemerintah untuk melakukan pembatasan pergerakan keluar masuk masyarakat. Karena menurutnya, virus itu hanya mungkin bisa kita putus rantai penularannya kalau ada pembatasan pergerakan betul dan pembatasan interaksi.
"Jangan hanya nama aja, kalau nggak sungguh-sungguh lebih baik nggak ada PSBB atau PPKM. Yang lebih penting cari kasus sebanyak mungkin itu tugas pemerintah. Testing dan tracing kita sekarang lemah. Sehingga kasus di bawah permukaan nular terus," pungkasnya.