Korban Pedofilia Bisa Jadi Pelaku di Masa Depan Bila Tak Menjalani Rehab

Konten Media Partner
16 Desember 2020 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korban pedofilia. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban pedofilia. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anak korban pedofilia penting mendapatkan rehabilitasi agar tak menjadi pelaku di kemudian hari. Sayangnya tak semua orang tua korban memahami pentingnya rehabilitasi tersebut. Orang tua memilih menyembunyikan anak yang menjadi korban pedofilia. Ini dilakukan dengan alasan menutupi rasa malu.
ADVERTISEMENT
"Ada kejadian di sebuah kabupaten 3 tahun yang lalu, pelaku pedofilia terhadap 114 anak. Setelah kami telusuri ternyata dia (pelaku) dulunya adalah korban pedofilia, tetapi dia tidak pernah menjalani rehabilitasi. Dia malah dikurung, disembunyikan oleh orang tuanya. Setelah tumbuh dewasa, dia akhirnya melakukan hal yang sama, menjadi pelaku pedofilia terhadap anak-anak di bawah umur," ujar Leny Nurhayanti Rosalin, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA RI, dalam webinar Advokasi dan Pelantikan APSAI (Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rabu (16/12).
Leny lantas menuturkan, rehabilitasi bagi korban pedofilia sangat penting dilakukan untuk menghilangkan trauma yang bersangkutan. Agar tak mengganggu proses tumbuh kembangnya sekaligus mencegahnya menjadi pelaku.
"Untuk rehabilitasi terhadap 114 anak korban pedofilia itu sendiri sampai sekarang masih berlanjut. Rehabilitasi ini harus dilakukan dengan berhati-hati tidak bisa terburu-buru karena menyangkut psikis anak," jelasnya lagi.
Leny Nurhayanti Rosalin, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA RI, dalam webinar Advokasi dan Pelantikan APSAI (Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rabu (16/12).
Terkait lokasi kejadian tindak asusila tersebut, Leny menuturkan jika terjadi di taman kota. Ini sebabnya penting menjadikan ruang publik menjadi tempat yang aman bagi anak-anak.
ADVERTISEMENT
"Ruang publik seperti taman kota harus benar-benar ramah bagi anak. Disinilah pentingnya kerjasama dengan asosiasi perusahaan. Predator anak ada dimana-mana dan menjadi tanggung jawab kita untuk melindungi mereka dimanapun berada," tukasnya.
Mengenali pelaku pedofilia, lanjut Leny, juga bukan hal mudah. Mengingat mereka (pelaku) selalu menempatkan diri sebagai orang yang ramah terhadap anak. Bahkan pelaku, diungkapkan Leny, sengaja menyisihkan 1/3 dari gajinya hanya untuk menjerat calon korbannya.
"Dia (pelaku) sudah adiksi. Di otak dia hanya ada memori tentang kejadian pedofilia itu terjadi karena dia tidak pernah mendapatkan rehabilitasi," imbuhnya.
Leny pun menegaskan ruang publik yang ramah anak menjadi salah satu kriteria penting mewujudkan Kota Layak Anak (KLA). Selain menjadi tanggung jawab para pemangku jabatan, mewujudkan KLA juga dibutuhkan peran serta pelaku dunia usaha.
ADVERTISEMENT
Keberadaan APSAI, lanjutnya, bisa memberikan manfaat besar bagi anak. Pasalnya, dunia usaha akan berinteraksi dengan anak-anak serta membawa dampak bagi mereka. Kalau diteliti, anak-anak menjadi stake holder perusahaan.
“Mereka bisa menjadi konsumen, anggota keluarga dari karyawan itu juga punya anak-anak. Selanjutnya, anak-anak ini 10-30 tahun ke depan akan menjadi pekerja muda masa depan yang nantinya juga bisa memimpin perusahaan itu. Serta anak adalah bagian warga dari masyarakat, di mana perusahaan melakukan bisnisnya,” jelasnya.
Sementara itu Luhur Budijarso, Ketua APSAI Pusat menuturkan, pihaknya secara rutin memberikan penghargaan khusus bagi pelaku dunia usaha yang memiliki kepedulian terhadap anak.
"Kita ada Anugerah Pelangi, kepanjangan dari Perusahaan Layak Anak Indonesia, yang diberikan setiap dua tahun sekali," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Penerapan 3P yang terdiri dari policy, product dan program, juga dilakukan anggota APSAI. Menurutnya, kebijakan 3P tersebut sangat relevan dan bisa menjaga tumbuh kembang anak dengan baik.
"Policy misalnya, kebijakan yang diambil sifatnya mengikat ke dalam. Tapi bisa memberikan dampak yang besar. Anggota APSAI komitmen memastikan tidak ada pekerja anak. Termasuk juga produk yang dihasilkan juga harus ramah anak. Misalnya perusahaan anggota APSAI akan mengurangi kadar gula pada sebuah produk, biar aman bagi anak,” jelasnya.
Demikian juga untuk sektor program, katanya, pelaksanaan program CSR yang dilakukan harus aman dan terarah bagi anak. Sehingga ada dampak yang bisa dirasakan dengan baik oleh anak-anak.
Apalagi jumlah anak di Jatim paling besar. Tercatat ada 10,16 juta anak tersebar di berbagai kabupaten/kota di Jatim. Adanya kolaborasi dengan berbagai pihak ini bisa memastikan anak dalam memenuhi hak dan kesejahteraannya.
ADVERTISEMENT