Mitos Seputar Anak Tuli yang Perlu Diketahui

Konten Media Partner
26 September 2023 17:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak tuli. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak tuli. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam dunia yang semakin terhubung, bahasa isyarat muncul sebagai jembatan universal yang mengatasi segala keterbatasan. Bahasa yang mengandalkan gestur atau gerak tubuh ini seringkali tak dihiraukan masyarakat. Padahal bahasa ini merupakan salah satu kekayaan dan keragaman yang dapat membawa harapan bagi ribuan orang di seluruh dunia yang mengandalkannya sebagai alat untuk berkomunikasi.
ADVERTISEMENT
Josephine Kintan selaku perwakilan dari Pastoral Difabel menjelaskan, mereka dengan difabel pendengaran akan lebih mengandalkan bahasa visual sebagai sarana untuk memperoleh informasi. Jika visualnya kurang akan lebih sulit bagi kami untuk mendapatkan informasi tersebut.
"Misalnya, mereka memakai baju berwarna kontras dengan kulitnya. Hal itu bertujuan agar teman-temannya bisa menangkap visual yang lebih jelas dari tangan itu sendiri,” ungkap anggota Komunitas PETRUS Surabaya, Selasa (25/9).
Dalam berbicara dengan teman tuli, komunikasi dilakukan dengan cara yang unik. Mereka lebih banyak menggunakan gerakan tubuh untuk menyapa teman tuli lainnya. Misalnya, jika seseorang ingin menyapa teman dengan gaya rambut klimis ke belakang, mereka akan menarik rambut mereka ke belakang sebagai bentuk sapaan. Ini adalah cara mereka berkomunikasi dengan gayanya sendiri. Mereka memiliki kesepakatan berkomunikasi dalam komunitasnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai orang awam seringkali kita mendengar bahwa anak-anak tuli memiliki kemampuan untuk membaca gerak bibir dan menggunakan alat bantu dengar. Namun, Kintan mengatakan bahwa hal itu hanyalah mitos. Membaca gerak bibir, menurutnya, sangat melelahkan bagi mereka yang menjadi lawan bicaranya.
“Memang anak tuli bisa membaca gerak bibir dengan baik tetapi akan sangat melelahkan untuk mata, jika kita harus terus mengamati gerak bibir lawan bicara," tuturnya.
Selain itu, tersedianya alat bantu dengar memang merupakan bentuk inovasi dan kemajuan teknologi. Namun tidak semata-mata membuat mereka bisa langsung mendengar.
“Tidak semudah itu, butuh adanya terapi yang berkelanjutan dan itu harus dimulai sejak dini. Harganya juga tidak murah bisa sampai 50 juta ke atas,” tandasnya.
ADVERTISEMENT