Pakar Pendidikan di Surabaya Dukung Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem

Konten Media Partner
12 Desember 2019 20:34 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Pendidikan di Surabaya Dukung Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Konsep 'Merdeka Belajar' yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menurut pakar pendidikan di Surabaya, bukanlah hal baru. Kata Guru Besar bidang Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof Dr H. Muchlas Samani, MPd, konsep merdeka belajar itu sama dengan konsep joyful learning yang sudah ada lebih dulu.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya (merdeka belajar) bukan hal baru. Itu 'kan konsepnya joyful learning. Maka gurunya harus merdeka supaya bisa mengatur cara belajar yang lebih fleksibel dan menyenangkan," ungkap Muchlas ketika dihubungi Basra, Kamis (12/12).
Muchlas menjelaskan, kebijakan merdeka belajar ini sifatnya utuh. Oleh sebab itu, teori saja tidak cukup untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Oleh karena itu, pergantian dari UN (Ujian Nasional) ke penilaian kompetensi minimum dan survei karakter dinilai Muchlas sangat tepat.
"Jadi memang harus ada kompetensinya, teori saja ya tidak cukup," tutur Muchlas.
Tak hanya itu saja, untuk memperkuat kebijakan agar lebih utuh, RPP juga dibuat lebih fleksibel untuk memudahkan guru ketika ada perubahan data.
"Untuk zonasi juga 'kan dibuat lebih fleksibel. Ya gapapa itu, supaya lebih mudah mengkoordinir keperluan dan kepentingan dari tiap-tiap daerah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya kebijakan itu, ia berharap para siswa tidak lagi merasa terbebani dan dapat belajar dengan lebih menyenangkan sehingga bisa meraih prestasi.
Untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia, Nadiem membuat empat program pokok kebijakan pendidikan 'Merdeka Belajar'. Salah satu kebijakan yang paling disorot adalah penghapusan UN di tahun 2021.
Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata Mendikbud, pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).
"Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” kata Mendikbud.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, mengenai ujian UN, tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya. “Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas Mendikbud.
Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. “Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS,” tutur Mendikbud.