Pakar: Tes Swab Bebani Warga Luar Kota yang Kuliah atau Kerja di Surabaya

Konten Media Partner
14 September 2020 14:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Dr Suko Widodo. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Pakar komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Dr Suko Widodo. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT

Untuk menekan penyebaran COVID-19, Pemkot Surabaya akan menerapkan kebijakan tes swab bagi warga pendatang yang berkunjung ke Surabaya selama tiga hari atau lebih. Tes swab juga diwajibkan bagi warga Surabaya yang bepergian keluar kota selama 7 hari atau lebih.
ADVERTISEMENT
Pakar komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Dr Suko Widodo angkat bicara terkait kebijakan tersebut. Menurutnya, pelaksanaan tes swab justru akan menambah beban perekonomian masyarakat. Selain itu banyaknya jumlah warga yang harus di tes swab hingga keengganan mereka untuk tes swab menjadi kendala diterapkannya kebijakan tersebut.
"Secara prinsip kebijakannya memang bagus karena tes swab dapat mendeteksi orang yang terkonfirmasi. Kita butuh itu (tes swab), tapi bagaimana nanti pelaksanaannya. Biaya tes swab kan tidak murah. Kecuali kalau memang pemerintah yang menanggung biayanya," ujar Suko saat ditemui Basra, Senin (14/9).
Jika memang menerapkan kebijakan tes swab tersebut, lanjut Suko, akan lebih baik lagi jika pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta, dalam hal ini perusahaan tempat warga yang bersangkutan bekerja.
ADVERTISEMENT
Sementara itu khusus warga Kota Surabaya, Pemkot sudah menyediakan tes swab gratis. Warga bisa langsung mendaftar ke puskesmas masing-masing untuk janjian tes swab, atau bisa juga langsung datang ke Labkesda Surabaya di Jalan Gayungsari Barat.
Selain biaya yang harus dipertimbangkan, kecepatan dari pelaksanaan tes swab itu, menurut Suko, juga harus diperhatikan pemerintah.
"Kecepatan pelaksanaan tes swab untuk mendeteksi ini seperti apa? Akan lebih baik jika di setiap pintu masuk ke Surabaya disediakan tempat yang nyaman dengan pelayanan yang ramah untuk pelaksanaan tes swab tersebut," imbuhnya.
Menurut Suko, hal yang lebih penting dilakukan pemerintah adalah memberikan pengetahuan yang mendalam kepada masyarakat terkait 3M menyangkut protokol kesehatan. Gerakan 3M ini sendiri seperti menggunakan masker dengan benar, menjaga jarak hindari kerumunan, dan mencuci tangan pakai sabun atau cairan pembersih tangan.
ADVERTISEMENT
Selama ini, kata Suko, kampanye yang dilakukan kepada masyarakat belum efektif. Terbukti masih banyak masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan.
"Kalau alasan (pemerintah) bahwa sudah dilakukan sosialisasi, lalu apakah sudah diukur seberapa paham masyarakat terhadap protokol kesehatan itu?" tegasnya.
Komunikasi dari sosialisasi protokol kesehatan yang dilakukan, lanjut Suko, harus diubah lebih kepada alasan penting mengapa protokol kesehatan 3M itu harus diterapkan. Jika masyarakat sudah memahami maka dengan sendirinya mereka akan mematuhi.
"Sekarang dilakukan penindakan sementara masyarakat ini kurang paham, kurang mengetahui alasan penting harus mematuhi protokol kesehatan. Beri mereka pemahaman yang mendalam baru dilakukan penindakan," simpulnya.