Panic Buying, Obat Azithromycin dan Oseltamivir Langka di Surabaya

Konten Media Partner
5 Juli 2021 9:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Selain berimbas pada penutupan beberapa rumah sakit, meningkatnya lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia, tak terkecuali di Surabaya, juga membuat harga obat dan vitamin melambung tinggi hingga terjadi kelangkaan.
ADVERTISEMENT
Salah satunya yakni tingginya harga obat Azithromycin dan Oseltamivir yang banyak diburu masyarakat untuk mengobati pasien COVID-19.
Di mana harga kedua obat tersebut di pasaran menjadi berlipat-lipat dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Obat jenis Azithromycin 500 tablet di HET Rp 1.700, tetapi di salah satu apotek di Surabaya dijual dengan harga Rp 199.386.
Lantas apa fungsi kedua obat tersebut untuk COVID-19?
Menjawab hal itu, dr. Wiwin Is Effendi, Sp.P, mengatakan jika obat Azithromycin sebenarnya adalah antibiotik. Namun dalam penanganan pasien COVID-19, obat tersebut digunakan sebagai antioksidan.
"Tetapi dia (Azithromycin) di sini (untuk COVID-19) digunakan bukan sebagai efek antibiotiknya, tapi sebagai antioksidan. Kalau kita tahu kan biasanya ada radikal bebas, zat-zat yang bisa merusak dan memicu kerusakan di tubuh. Nah, dia sifatnya melawan itu, dia juga punya fungsi Imunomodulator. Artinya dia bisa menguatkan imunitas tubuh. Jadi kenapa dia digunakan untuk penanganan COVID-19," kata dr. Wiwin ketika dihubungi Basra, Senin (5/7).
Sementara terkait obat Oseltamivir, Anggota Satgas COVID-19 RS Unair ini menuturkan, jika obat tersebut merupakan antivirus.
ADVERTISEMENT
"Itu (Oseltamivir) antivirus, meskipun sebenarnya virus SARS-CoV-2 itu belum ada antivirus yang spesifik. Ibaratnya kalau kita nembak yang pas untuk antivirusnya belum ada. Kedua obat itu memang sifatnya antivirus, tapi tidak spesifik untuk virus Corona," tuturnya.
Pixabay.
Dokter spesialis pulmonologi dan respirasi (paru) ini menjelaskan, dalam penanganan COVID-19, kedua obat tersebut tidak diperuntukkan bagi pasien OTG.
"Menurut panduan Depkes dan organisasi profesi, mulai perhimpunan dokter paru, hingga penyakit dalam, kedua obat ini digunakan untuk pasien yang gejala ringan hingga berat. Kalau OTG nggak perlu, cukup minum vitamin," jelasnya.
Tak hanya itu, ia juga menambahkan, pasien yang ingin mengonsumsi kedua obat tersebut harus sesuai dengan resep dari dokter. Pasalnya kedua obat itu tidak diperuntukkan untuk dijual bebas tanpa resep dokter.
"Seharusnya yang namanya antobiotik itu harus sesuai dengan resep dokter. Antibiotik dan antivirus nggak ada yang dibeli bebas. Cuma ini karena pandemi terjadi panic buying. Terus lihat tetangga sembuh karena minum obat tersebut jadi ikut-ikutan padahal kan nggak bisa. Takutnya, masyarakat kan juga nggak tahu obat itu dipakai berapa lama. Karena kakau dikonsumsi terus bisa resistance atau kebal. Next kalau dia infeksi jadi udah kebal. Padahal Azithromycin umumnya digunakan cuma 5 hari, kalau Oseltamivir rata-rata digunakan 7 hari," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Tak lupa ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan 6M, guna menekan angka penyebaran COVID-19.
"Tetap disiplin prokes, masyarakat juga harus percaya pada nakes. Kalau dokter nggak memberikan resep seperti itu ya nggak perlu," pungkasnya.