'Panjebar Semangat', Majalah Berbahasa Jawa Tertua Warisan Soetomo

Konten Media Partner
2 Mei 2019 12:46 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lokasi percetakan majalah 'Panjebar Semangat' di Jalan Bubutan, Surabaya. Foto: Windy Goestiana/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi percetakan majalah 'Panjebar Semangat' di Jalan Bubutan, Surabaya. Foto: Windy Goestiana/Basra
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Pendidikan Nasional!
Di hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara ini, Basra ingin membagikan cerita tentang majalah berbahasa Jawa tertua di Indonesia: Panjebar Semangat (baca: Penyebar Semangat).
ADVERTISEMENT
Majalah Panjebar Semangat adalah 'warisan' yang ditinggalkan Dr. Soetomo, pendiri organisasi Boedi Oetomo, yang masih bisa dibaca hingga saat ini. Panjebar Semangat terbit pertama kali di Surabaya pada 2 September 1933 untuk membakar semangat perjuangan melawan penjajah saat itu.
Drs. Aryo Tumoro, Redaktur Pelaksana Majalah 'Panjebar Semangat'. Foto : Windy Goestiana/Basra
''Zaman kependudukan Jepang, majalah ini sempat diberedel (ditutup paksa). Lalu terbit kembali tahun 1949,'' kata Drs. Aryo Tumoro, Redaktur Pelaksana majalah Panjebar Semangat saat ditemui Basra, Rabu (2/5).
Sejak 1949 hingga saat ini, Panjebar Semangat setia terbit setiap minggu dengan konten berbahasa Jawa ngoko.
Majalah 'Panjebar Semangat' edisi 2019. Foto: Windy Goestiana/Basra
''Dulu kami punya pembaca sampai Malaysia, Australia, Selandia Baru, Belanda, dan Suriname. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi karena biaya kirim majalahnya lebih mahal dari biaya langganan bulanan yang hanya Rp 64 ribu per bulan untuk pulau Jawa dan Rp 68 ribu untuk luar Jawa,'' kata Aryo yang berkantor di Jalan Bubutan No. 87, Surabaya.
ADVERTISEMENT
Setiap minggunya, majalah Panjebar Semangat dicetak sebanyak 20 ribu hingga 25 ribu eksemplar. ''Majalah kami tidak pernah sisa. Kami berusaha jumlah segitu habis,'' kata Aryo. Karena minim iklan, maka satu-satunya pendapatan Panjebar Semangat berasal dari biaya langganan pembaca.
Suasana di belakang layar penerbitan majalah 'Penjebar Semangat'. Pegawai yang terdiri dari lansia ini setia melipat halaman per halaman untuk kemudian disatukan. Foto: Windy Goestiana/Basra
''Ada juga pelanggan yang enggak melanjutkan berlangganan karena anak-anaknya tidak bisa berbahasa Jawa,'' kata Aryo.
Melihat realitas ini, ada banyak cara yang ditempuh Penjebar Semangat agar punya regenerasi pembaca. Di antaranya dengan menerbitkan rubrik 'Narayana' yang berisi wawasan untuk anak-anak.
Isinya mencakup kawruh populer (pengetahuan umum), wacan bocah (cerita anak), cengkir (berisi percobaan sains), lembar mewarna, informasi flora dan fauna, sinau sinambi dolanan (berisi soal-soal sederhana dan mudah), serta profil anak-anak berprestasi.
Rubrik 'Narayana' di dalam majalah 'Penjebar Semangat' untuk pembaca muda. Foto: Windy Goestiana/Basra
''Narayana itu panggilan Prabu Kresna saat kecil di cerita Mahabarata. Sosoknya cerdas, energik, dan baik hati. Kami ingin anak Indonesia berkarakter seperti itu. Tapi sayang pemerintah tidak begitu mendukung kelestarian bahasa daerah. Di sekolah, anak-anak boleh menggunakan bahasa daerah, boleh tidak. Padahal kalau tidak dibiasakan bisa hilang penutur Bahasa Jawa nanti,'' kata Aryo.
ADVERTISEMENT
Kritik yang disampaikan Aryo bisa jadi benar adanya. Pada 8 Agustus 2018 di acara seminar dan lokakarya Bahasa Negara di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bahkan sempat mengatakan bahasa-bahasa yang terlalu lokal di pelosok Indonesia dianggap menghambat komunikasi antarmasyarakat.
Bahasa-bahasa lokal tersebut menurutnya bisa disederhanakan menjadi satu bahasa daerah. Padahal, Indonesia terdiri dari 652 bahasa daerah, termasuk bermacam jenis Bahasa Jawa mulai Banyumasan, Suroboyoan, Soloan, dan masih banyak lagi.
Kini, majalah Panjebar Semangat yang sudah berusia 85 tahun ini akan berjuang habis-habisan untuk terus melestarikan Bahasa Jawa. Di antaranya terbit melalui digital di alamat www.panjebarsemangat.co.id. Dengan biaya langganan Rp 25 ribu, pembaca bisa mendapat membaca edisi mingguan. (Reporter: Windy Goestiana)
ADVERTISEMENT