Pedagang Semanggi Saat Pandemi: Dulu Bisa Laku Rp 35 Juta, Kini Seadanya

Konten Media Partner
23 November 2020 16:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sumini, pedagang semanggi dari Kampung Semanggi Surabaya. Sebelum pandemi, dia mampu meraup rupiah hingga 35 juta setiap bulannya, namun kini hanya seadanya. Foto-foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Sumini, pedagang semanggi dari Kampung Semanggi Surabaya. Sebelum pandemi, dia mampu meraup rupiah hingga 35 juta setiap bulannya, namun kini hanya seadanya. Foto-foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Sembilan bulan sudah pandemi COVID-19 menerjang Indonesia. Terjangan badai virus mematikan itu telah memporak porandakan segala sendi kehidupan, salah satunya pelaku UMKM. Sumini misalnya, pelaku UMKM Kampung Semanggi di Surabaya ini harus jatuh bangun demi bisa bertahan saat pandemi. Sebelum pandemi, dia mampu meraup rupiah hingga 35 juta setiap bulannya, namun kini hanya seadanya.
ADVERTISEMENT
"Dulu sebelum pandemi, saya selalu produksi setiap harinya. Tapi sejak pandemi hanya kalau ada orderan baru produksi dan bulan November ini baru ada pesanan," ujar Sumini, salah satu pedagang UMKM Kampung Semanggi, kepada Basra, Senin (23/11).
Kampung Semanggi adalah salah satu kampung di Surabaya yang aktif berjualan semanggi. Baik gendong maupun instan. Kampung ini berdiri mulai 2016. Sumini termasuk salah satu pedagang semanggi di Kampung Semanggi Surabaya yang berlokasi di Bringin Sambikerep.
Dikatakan Sumini, jika sebelum pandemi dirinya mampu meraup rupiah hingga 35 juta setiap bulannya. Namun saat pandemi ini, pemasukan baru diperoleh ketika ada orderan semanggi. Beruntung Pemkot Surabaya masih memberikan ruang bagi Sumini untuk memajang dagangannya di sentra UMKM Siola.
ADVERTISEMENT
"Saya kan juga jualan semanggi instan dalam kemasan, seperti pecel semanggi instan dan rempeyek semanggi. Nah, produk-produk itu yang saya titipkan di sentra UMKM di Siola," tukasnya.
Semanggi instan yang diproduksi Sumini.
Selain memproduksi pecel semanggi instan dan rempeyek semanggi, Sumini juga berjualan lapis kukus semanggi, kukis semanggi, hingga minuman berbahan kacang sengon yang menjadi bumbu pecel semanggi. Sejumlah outlet kue di Surabaya menjadi tempat penjualannya. Namun hantaman pandemi memaksa Sumini untuk tidak memproduksi lagi ketiga produk tersebut.
"Banyak yang retur dan toko-toko juga bukanya tidak seperti dulu, jadinya saya enggak produksi lagi. Bikin semanggi yang siap makan saja sudah enggak. Paling bikin yang instan itu," tukasnya.
Media sosial pun dilirik Sumini untuk berjualan selama pandemi merebak. Namun tetap tak dapat menarik minat beli masyarakat. Daya beli masyarakat diakui Sumini sedang lesu-lesunya.
ADVERTISEMENT
Menginjak bulan November ini, sedikit harapan diperoleh Sumini. Meski tak banyak, pesanan pecel semanggi instan dan rempeyek semanggi melalui media sosial mulai datang. Pecel semanggi instan dibanderol Rp 20.000 per boks. Demikian halnya dengan harga rempeyek semanggi dalam kemasan boks.
"Tadinya kan bikin untuk ditaruh di Siola kalau barang disana sudah habis. Alhamdulillah, sekarang ada beberapa pesanan lewat medsos. Semoga kedepannya bisa ramai lagi," harap Sumini.
Berjualan pecel semanggi sudah dijalani Sumini sejak tahun 2006. Dulunya Sumini berjualan semanggi gendong lalu berkeliling dari kampung ke kampung.
Kemudian di tahun 2015 Sumini mengikuti program Pahlawan Ekonomi, sebuah program pemberdayaan UMKM dari Pemkot Surabaya. Melalui program ini, Sumini mampu berinovasi dengan olahan semanggi. Permintaan akan pecel semanggi hingga ragam olahan semanggi terus berdatangan. Hingga di tahun 2016, Sumini tak lagi berjualan pecel semanggi dengan berkeliling kampung.
ADVERTISEMENT