Surabaya Disiapkan untuk New Normal, Epidemiolog: Harusnya Jangan Terburu-buru

Konten Media Partner
3 Juni 2020 6:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay
ADVERTISEMENT
Presiden RI Joko Widodo memasukkan nama Surabaya sebagai salah satu dari 25 kota/kabupaten yang siap menyambut fase new normal. Padahal, jumlah kasus positif COVID-19 di Surabaya per 1 Juni 2020 mencapai 2.633 kasus, sedangkan jumlah pasien positif yang dinyatakan sembuh baru ada 240 orang, dan jumlah pasien positif yang dinyatakan meninggal dunia mencapai 246 orang.
ADVERTISEMENT
Menurut ahli epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Windhu Purnomo, dr., MS, pemerintah pusat terlalu terburu-buru untuk memasukkan Surabaya ke fase new normal.
"Seharusnya jangan dulu (new normal) rasionalnya dimana? Kita lihat saja PSBB sudah sampai 3 tahap juga tidak terjadi penurunan kasus. Bahkan situasi kota Surabaya masih ramai, bahkan seolah-olah tidak terjadi PSBB. Jangan terburu-buru (menyiapkan Surabaya untuk new normal), karena bisa terjadi lonjakan kasus bila pelonggaran dilakukan dalam waktu dekat," kata Windhu pada Basra, Selasa malam (2/6).
Windhu mengingatkan, ada tiga poin penting yang harus menjadi rujukan untuk menetapkan suatu daerah siap new normal. Ketiga poin itu adalah tingkat penularan (Rt) di bawah 1 selama 14 hari berturut-turut, kesiapan fasilitas kesehatan, dan jumlah tes PCR yang masif.
Pixabay
ADVERTISEMENT
Melihat masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Surabaya, Windhu berharap keputusan new normal bisa ditinjau ulang.
Bagaimanapun, untuk memasuki fase new normal jumlah kasus baru harus lebih kecil dari kapasitas layanan kesehatan yang bisa disediakan.
Seperti penjelasan Kepala Bapennas, Suharso Monoarfa, apabila di sebuah rumah sakit memiliki 100 tempat tidur, maka maksimum 60 tempat tidur tersebut untuk pasien COVID-19. Sedangkan pasien baru COVID-19 yang datang, jumlahnya harus kurang dari 60 orang. Inilah yang disebut kesiapan fasilitas kesehatan terukur.
"Kuncinya adalah tes PCR masif. Saya berharap Pemkot Surabaya bisa membeli sendiri reagen untuk mempercepat tes PCR. Sehingga kita bisa mencari sebanyak mungkin kasus di bawah permukaan, langsung diisolasi, dan diputus mata rantai penularannya," kata Windhu.
ADVERTISEMENT