Tips Menulis Buku Cerita Anak: Pesan Moral Boleh, Menggurui Jangan

Konten Media Partner
20 September 2019 7:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Philippe Werck (founder Clavis Book Belgium) dan Ratna Kusuma Halim (penulis dan ilustrator Bunga Penyihir Cilik). Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Philippe Werck (founder Clavis Book Belgium) dan Ratna Kusuma Halim (penulis dan ilustrator Bunga Penyihir Cilik). Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
ADVERTISEMENT
Tertarik membuat buku cerita anak yang dipasarkan ke seluruh dunia? Kalau begitu, cari tahu dulu apa kriteria buku cerita anak yang menarik menurut publisher ternama seperti Clavis.
ADVERTISEMENT
Menurut Winda Susilo, publisher Clavis Indonesia, membuat buku cerita anak tak semudah yang dibayangkan. Anak-anak terutama yang berusia 3-6 tahun perlu bacaan yang punya nilai edukasi tapi harus mudah dimengerti. Para penulis yang bisa menjelaskan secara ringkas dan tidak menggurui inilah yang banyak dicari para publisher buku anak.
"Banyak penulis buku cerita anak di Indonesia yang terjebak pada memberi ceramah moral dalam kalimat-kalimatnya. Padahal, kosakata anak itu kan terbatas, tidak semua anak bisa mencerna penjelasan yang panjang. Buku anak harus menomorsatukan sudut pandang anak dan penulisnya ibarat jadi psikolog anak," kata Winda Susilo di sela acara 'Journey to Publication Making Picture Book' di The Localist, Kamis (19/9).
Sependapat dengan Winda, Ratna Kusuma Halim, penulis dan ilustrator Bunga Penyihir Cilik, juga menjelaskan poin-poin penting dalam proses pembuatan buku cerita anak.
ADVERTISEMENT
"Anak itu dengan cara mereka sendiri, mereka bisa cari solusi tanpa orang tua ikut campur penyelesaiannya. Saya sebut mereka punya 'playground politics' yang bisa mereka atasi sendiri. Kalau orang tua ikut campur jadinya pasti menggurui, jadi peran orang tua adalah mengamati cara anak keluar dari kesulitan. Karena anak-anak ini punya akal," kata Ratna.
Dalam menulis buku cerita anak, penting untuk memperhatikan cerita tersebut ditulis untuk anak usia berapa, siapa tokoh utamanya, bagaimana pemilihan kalimatnya, dan seperti apa akhir dari ceritanya.
Peserta workshop and pitching 'Journey to Publication Making Picture Book' di The Localist Surabaya.
Ratna menyarankan akhir cerita pun harus baik-baik saja dan memuaskan anak. Mengapa? Karena saat membaca cerita tersebut, anak-anak akan merasa si tokoh utama relate dengan diri mereka, suka es krim, suka permen, dan konflik yang dihadapi pun dikenali anak sehari-hari.
ADVERTISEMENT
"Kalau ending nya menggantung atau sedih, ini bisa membuat anak kepikiran dan kecewa. Karena mereka merasa tokoh utama adalah mereka. Kalau akhir ceritanya memuaskan mereka, ini akan menambah kepercayaan diri mereka," kata Ratna.
Buku cerita anak yang baik menurut Ratna harus memenuhi 3E yaitu educate (mengedukasi), entertain (menghibur), dan enchanted (memukau).
"Buku cerita anak harus punya hidden message. Di buku saya Bunga Penyihir Cilik, saya ceritakan kalau si tokoh penyihir ini ingin datang ke pesta es krim. Tapi karena dresscode nya harus bunga-bunga akhirnya dia cari akal. Dia cari-cari solusi dengan baca buku, dia ke taman, dia coba banyak cara supaya bisa datang ke pesta es krim. Nah pesan 'jangan menyerah ayo berusaha' itu saya wakilkan melalui gambar. Prinsip show don't tell ini bisa menghindarkan kita dari kebiasaan menggurui," kata Ratna.
Buku cerita anak terbitan Clavis. Dok. Web Clavis
Soal alur cerita di buku anak juga tak boleh datar dan mudah ditebak. Anak butuh kejutan dan surprise ending yang bisa diterima daya nalar dan imajinasi mereka. "Tidak bisa tiba-tiba pakai konsep deus ex machina atau ada solusi dari langit seperti cerita legenda zaman dulu. Anak perlu tahu kalau berupaya mengatasi masalah itu lebih baik dari berdiam diri menunggu bantuan. Jadi mereka terbiasa jadi problem solver," kata Ratna.
ADVERTISEMENT
Dalam acara workshop 'Journey to Publication Making Picture Book' yang diadakan Clavis juga dihadiri Philippe Werck, founder Clavis Book Belgium.
Philippe juga menyarankan agar ilustrasi buku anak tidak dibuat sangat kompleks sehingga membuat pesan di buku tersebut jadi terlupakan. "Fokus anak-anak mudah terdistraksi. Jadi buatlah ilustrasi gambar yang memudahkan anak membayangkan situasi atau ekspresi si tokoh," saran Philippe. (Reporter : Windy Goestiana)