Menengok Sirine Peninggalan Belanda, Penanda Buka Puasa di Blora

Konten Media Partner
31 Mei 2018 18:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menengok Sirine Peninggalan Belanda, Penanda Buka Puasa di Blora
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Priyo Spd
Blora-Jika biasanya penanda buka puasa adalah beduk dan suara adzan magrib, berbeda dengan yang ada di Kota Blora. Waktu penanda buka puasa diawali menggunakan suara sirine atau orang Blora menyebut “nguug”. Sirine peninggalan zaman Belanda yang awalnya berfungsi sebagai penanda jika ada musuh datang, kini beralih fungsi sebagai penanda berbuka puasa.
ADVERTISEMENT
Sinine ini berdiri kokoh di utara Masjid Agung Baitunnur atau tepatnya di depan komplek Pendapa Kabupaten Blora. Sirine tersebut selama bulan ramadan dibunyikan sehari dua kali, pada saat memasuki waktu imsak dan saat waktu buka puasa, atau memasuki waktu maghrib di Kota Blora.
Menengok Sirine Peninggalan Belanda, Penanda Buka Puasa di Blora (1)
zoom-in-whitePerbesar
Kasubbag Rumah Tangga Setda Kabupaten Blora, Sukardji mengatakan sirine tersebut mulai dijadikan penanda buka puasa dan imsak sejak 1979, namun karena usianya yang sudah tua kini kekuatan suara sirine sudah mulai melemah.
“Ini zaman Belanda ya suaranya kuat sekekali, namun sekarang karena termakan usia sehingga suara kencangnya sudah berkurang,” jelas Sukardji, Kamis (31/5).
Menurutnya, kini radius suara hanya bisa terdengar sejauh lima kilometer saja. Padahal awalnya suara sirine tersebut bisa terdengar sampai sejauh lima belas kilometer bahkan bisa melebihi dari radius tersebut. “Dahulu bunyinya cukup keras dan sampai terdengar di beberapa kecamatan yang ada di sekitar Kota Blora” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sukardji menjelaskan, tiang sirine setinggi lima belas meter tersebut terbuat dari besi, bagian atasnya berbentuk bulat yang berisi sejumlah kumpuran. Setiap puasa ada petugas yang melakukan pengecekan dan membunyikan sirine tersebut.
“Saat ini kami terus melakukan upaya melestarikan dengan mengecek secara rutin. Sehingga setiap tahun tetap bisa digunakan sebagai tanda berbuka puasa,” jelasnya.
Sementara itu salah satu warga Blora, Rino Nugroho mengaku, dengan adanya sirine yang berbunyi saat berbuka dan imsak ini sangat membantu warga, sebab bunyi sirine tersebut seolah mengingatkan kita bahwa waktu berbuka puasa telah tiba atau saat memasuki waktu imsak.
“Bunyi sirine ini selalu mendahului suara adzan maghrib dari masjid manapun yang ada di Blora, jadi masyarakat tahu jika sudah waktunya berbuka,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Rino menjelaskan suara sirine yang sering disebut "nguung" oleh warga Blora ini dijadikan rujukan semua masjid dan musala. Setelah sirine berbunyi, Masjid Agung Baitunnur langsung mengumandangkan adzan maghrib dan adzan maghrib Masjid Agung Baitunnur ini menjadi rujukan bagi masjid-masjid dan musala lainnya di Blora untuk segera mengikuti mengumandangkan adzan.
“Jika Masjid Agung Baitunnur belum adzan maka masjid yang lain juga belum adzan. Masjid yang lain akan bersahut-sahutan mengumandangkn adzan ketika Masjid Agung muulai mengumandangkan adzan.” terangnya
Oleh karena itu, setiap sore suara sirine itu selalu dirindukan seluruh warga Blora yang menunggu waktu berbuka. Hal ini menjadi salah satu ciri khas nuansa ramadhan di Kota Blora. Bahkan konon bunyi sirine itu bisa terdengar lebih jauh misalnya sampai Kecamatan Tunjungan dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Atau di desa-desa pelosok di wilayah Kecamatan Kota. Semakin jauh dan sepinya suasana desa konon suara sirine itu semakin jelas terdengar. Sehingga sirine ini dirasa efektif untuk menandai saatnya berbuka puasa dan waktu imsak.
Entah siapa yang memulai menggunakan suara sirine itu sebagai penanda buka puasa, soalnya hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun di wilayah Blora. Yang pasti sudah sangat lama sirine itu difungsikan seperti ini.
Sementara pada zaman kolonial Belanda dulu, suara sirine ini juga digunakan untuk tanda pemberlakuan jam malam. Setelah sirine berbunyi, semua warga dilarang keluar rumah dan sebagai tanda bahaya yakni adanya serangan dari penjajah. Sirine dibunyikan dengan harapan warga berkemas dan para pejuang bersiap menghadapi musuh. Sehingga kondisi dahulu dengan sekarang sangat berbeda fungsinya. (teg/imm)
ADVERTISEMENT