Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten Media Partner
Petani di Desa Sumbangtimun Trucuk, Bojonegoro Panen Ubi Jalar
25 Agustus 2020 18:19 WIB
![Petani di Desa Sumbangtimun Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro yang sedang memanen Ubi Jalar. Selasa (25/08/2020)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1598354296/yztouaqnznojs9ga9g9w.jpg)
ADVERTISEMENT
Bojonegoro - Sejumlah petani di Desa Sumbangtimun Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro, sebagian mencoba peruntungan dengan menanam Ubi Jalar atau dalam bahasa Jawa dikenal juga dengan nama Ketela Rambat, dan saat ini tanaman Ubi Jalar milik para petani di desa tersebut mulai panen.
ADVERTISEMENT
Namun sejumlah petani tersebut mengaku hasil penjualannya menurun karena harga jual ubi jalar saat ini merosot tajam hingga 40 persen, dari harga semula Rp 2.000 per kilogram, kini tinggal menjadi Rp 1.200 per kilogram.
Seperti yang disampaikan salah satu buruh tani di desa setempat, Supriyanto (48), saat ditemui awak media ini di sawah desa setempat, Selasa (25/08/2020) sore, dirinya mengaku bahwa setelah masa tanam padi selesai 4 lalu atau pada April 2020, sawah milik majikannya langsung ditanami ubi jalar.
"Masyarakat di sini lebih memilih tanam ketela rambat, dikarenakan perawatan mudah dan hasilnya lumayan. Tidak terlalu sulit perawatannya asalkan airnya tercukupi, sudah bisa hidup." tutur Supriyanto.
Supriyanto menjelaskan bahwa sawah atau lahan milik majikannya yang ditanami ubi jalar seluas kurang lebih setengah hektare, dan dipanen bertahap, total menghasilkan sekitar 8 ton ubi jalar. Menurutnya saat panen pertama beberapa waktu lalu, harga jual per kilogramnya Rp 2.000, sementara saat panen hari ini, harga jualnya turun menjadi hanya Rp 1.200 per kilogramnya.
ADVERTISEMENT
"Mmau gimana lagi mas, tetap kami jual. Untuk pembelinya datang langsung ke sini, biasanya orang Ngawi," tutur Supriyanto.
Sementara itu, salah satu petani lainya, Sutrisno (43) mengatakan bahwa jenis ubi jalar yang ditanam para petandi di desa setempat kebanyakan bibitnya berasal dari Kabupaten Ngawi. Dirinya mengaku bahwa bibit ubi jalar tersebut selain perawatan mudah, rasanya manis dan cocok dengan tanah di desa setempat.
"Ubi jalar jeni ini baru bisa dipanen setelah berumur empat bulan," kata Sutrisno.
Saat ditanya berapa biaya yang ia keluarkan untuk menanam ubi jalar tersebut, Sutrisno mengaku untuk lahan seluas setengah hektare diperlukan modal sekita Rp 1,5 juta.
"Untuk biaya yang kami keluarkan sekitar 1,5 juta rupiah, itu termasuk biaya mencangkul hingga perawatan." kata Sutrisno.
ADVERTISEMENT
Sementara, kendala yang ditemui saat menanam ubi jalar adalah terkait hama tikur dan ulat. Sementara untuk perawatannya perawatanya relatif cukup mudah, selama kebutuhan air tercukupi.
"Yang kami takuti itu hama tikus yang biasanya memakan umbinya ketika masih kecil atau masa pertumbuhan, selain itu juga hama ulat, namun tidak begitu bahaya yang paling berbahaya hama tikus. Untuk perawatannya setiap 5 hari sekali kita siram, setelah itu tinggal menunggu panen." kata Sutrisno. (dan/imm)
Reporter: Dan Kuswan SPd
Editor: Imam Nurcahyo
Publisher: Imam Nurcahyo
Artikel ini telah tayang di: https://beritabojonegoro.com