Konten Media Partner

Produsen Emping Garut di Bojonegoro, Tetap Berproduksi di Tengah Pandemi

13 November 2020 12:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Emping Garut 'Raflesia', produksi warga Desa Ngasem Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
zoom-in-whitePerbesar
Emping Garut 'Raflesia', produksi warga Desa Ngasem Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
ADVERTISEMENT
Bojonegoro - Emping Garut 'Raflesia', produksi warga Desa Ngasem Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, masih tetap berproduksi di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).
ADVERTISEMENT
Sebelum pandemi, produksinya mencapai 2 hingga 3 kuintal emping per minggu, namun kini, di tengah pandemi, setiap minggu masih mampu memproduksi rata-rata 1 hingga 2 kuintal emping garut. Sementara untuk omzet stiap hari berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
Untuk pemasaran, saat ini hanya melayani pasar domestik, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan area Bojonegoro. Sementara sebelum pandemi, sempat menembus pasar luar negeri, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Emping Garut (Girut), adalah makanan khas yang diproduksi dari tanaman Garut (warga setempat menyebutnya dengan nama Girut), yang ditumbuk halus dan dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil yang kemudian dikeringkan dan setelah kering siap untuk digoreng.
Tanaman Garut sendiri adalah sejenis umbi-umbian yang pohonnya hampir mirip dengan pohon lengkuas atau kunir. Umbinya berwarna putih, beruas-ruas dan berserat.
ADVERTISEMENT
Emping Garut 'Raflesia', produksi warga Desa Ngasem Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Anna Nurhayati (45) atau biasa dipanggil Anna, pemilik atau produsen Emping Garut 'Raflesia', ditemui awak media ini di rumahnya di Desa Ngasem RT 002 RW 001 Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, mengaku bahwa dirinya mengawali usaha pembuatan olahan emping garut ini sejak tahun 2010.
Di awal usahanya, banyak sekali kendala yang ia hadapi mulai dari mencari bahannya yang sulit, belum lagi pemasaranya juga sulit. Namun itu semua tak membuat ibu dua anak ini patah arang. Dengan niat yang sungguh-sunggun dan kerja keras, serta pantang menyerah, kerja kerasnya selama 10 tahun tersebut kini bisa menyekolahkan kedua anaknya yang bungsu hinggal lulus kuliah, semntara yang ragil masih duduk di bangku SMA.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah usaha emping garut ini saya bisa memperkerjakan 3 orang tetangga, sehingga secara tidak langsung bisa menciptakan lapangan kerja." kata Anna.
Anna mengaku, saat ini untuk bahan garut saat ini relatif agak susah, namun dirinya tetap saja masih bisa mendapatkan bahan garut dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, seperti dari Kecamatan Kapas, Purwosari, Tambakrejo dan dari wilayah Kecamatan Ngasem sendiri.
"Dulu sebelum pandemi seminggu bisa memproduksi 2 sampai 3 kuintal emping garut. Sekarang seminggu kami bisa memproduksi 1 sampai 2 kuintal emping garut." tutur Anna Nurhayati.
Emping Garut Raflesia ini telah memiliki izin pangan dan industri rumah tangga (PIRT) dan juga telah menggantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pengolahan dan pengemasannya dilakukan secara higienis dan selalu menjaga kualitas.
ADVERTISEMENT
Terkait harga jual, untuk harga jual per kilogram emping mentah Rp 55 ribu per kilogram. Sementara untuk emping matang atau yang sudah dikemas, untuk kemasan 100 gram Rp 10 ribu dan untuk kemasan 150 gram Rp 12 ribu. Sedangkan untuk omzet stiap hari berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
Untuk pemasaran, saat ini dirinya hanya melayani untuk pasar domestik, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan area Bojonegoro. Sementara sebelum pandemi, sempat menembus pasar luar negeri, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.
"Untuk pemasaranya kita melalui media sosial Facebook, IG atau online dan offline. Alhamdulillah berkat media sosial emping garut ini bisa dikenal di sejumlah kota besar di indonesia, bahwa sebelum pandemi sempat tembus pasa luar negeri," kata Anna.
ADVERTISEMENT
Saat ditanya terkait kendala yang dihadapi dalam produksi emping garut, Anna mengaku masih memiliki kendala dalam hal peralatan penumbuk, di mana saat ini masih menggunakan alat manual.
Untuk bahan baku juga masih agak sulit, sehingga jika ada pemesanan dalam volume yang besar, dirinya masih terkendala dengan bahan baku.
Untuk itu pihaknya berharap adanya dukungan dari pemerintah dan sinergi dengan stakeholder terkait, semisal bagaimana caranya bisa kerjasama dengan pihak Perhutani untuk dapat menanam garut di lahan milik Perhutani secara tumpang sari.
Kendala lain yang ia hadapi yaitu kentika memasuki musim penghujan, di mana untuk penjemuran emping garut tidak dapat maksimal dikrenakan cahaya matahari berkurang sehingga waktu penggorengan hasilnya tidak bisa maksimal.
ADVERTISEMENT
"Kami berharap adanya bantuan berupa alat pengering atau oven atau sejenisnya, agar di musim penghujan masih dapat berproduksi secara maksimal," kata Anna berharap.
Sementara itu Camat Ngasem Waji SE MM, berharap agar Emping Garut Raflesia yang diproduksi Anna Nurhayati tersebut bisa terus berkembang dan dapat menjadi ikon Kecamatan Ngasem, dan dapat membangkitkan minat warga masyarakat lainnya untuk memproduksi Emping Garut, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan perekonomian warga masyarakat setempat.
"Kami berharap apa yang dilakukan oleh Bu Anna ini bisa menjadi motivasi warga masyarakat di wilayah Kecamatan Ngasem. Dengan begitu di Kecamatan Ngasem ada produk unggulan yaitu Emping Garut," kata Wadji. (dan/imm)
Reporter: Dan Kuswan SPd
Editor: Imam Nurcahyo
ADVERTISEMENT
Publisher: Imam Nurcahyo
Story ini telah dipublish di: https://beritabojonegoro.com