Resensi Buku: Filosofi Kopi

Konten Media Partner
11 Oktober 2021 12:08 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cover buku Filosofi KOPI, Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade, karya Dee Lestari. (foto:
zoom-in-whitePerbesar
Cover buku Filosofi KOPI, Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade, karya Dee Lestari. (foto:
ADVERTISEMENT
Buku ini berisikan 18 judul antologi cerita dan prosa yang merupakan kumpulan karya Dee selama satu dekade (1995-2005).
ADVERTISEMENT
Buku ini diawali dengan cerita Filosofi Kopi, yang mengisahkan dua sahabat, Ben dan Jody, yang berambisi untuk meramu kopi dengan citarasa sempurna. Kedai mereka, Filosofi Kopi, adalah tempat yang begitu dicintai. Bukan hanya karena kopi yang luar biasa, melainkan juga karisma Ben sebagai seorang barista. Ben’s Perfecto, mahakarya Ben, yang akhirnya harus berhadapan dengan "Kopi Tiwus", kopi sederhana dari sebuah warung di desa kecil milik Pak Seno.
Ben, adalah seseorang yang tergila-gila dengan serbuk hitam itu. Ben pergi berkeliling dunia demi mendapatkan kopi terbaik dari seluruh negeri. Dia berkonsultasi dengan para pakar peracik kopi dari Roma, Paris, Amsterdam, London, New York, bahkan Moskow, hanya dengan kemampuan bahasa pas-pasan.
Pada awalnya Ben tak tahu apa-apa tentang kopi, setelah sekian lama mencari ilmu racikan kopi sempurna. Ben siap membuka kopinya sendiri, Kedai Filosofi Kopi. Sekarang, boleh dibilang Ben termasuk salah satu peracik kopi atau barista terandal di Jakarta. Dan dia enjoy dalam kariernya.
ADVERTISEMENT
Di Kedai Filosofi Kopi ini, Ben tidak mengambil tempat di pojok, melainkan terletak di tengah-tengah sehingga pengunjung bisa menonton aksinya membuat kopi. Dengan kopi terbaik, kebanyakan pelanggan adalah penikmat kopi sejati jadi mereka tahu dan sangat mengagumi daftar menu Kedai Filosofi Kopi.
Jody, dia adalah kasir Kedai Filosofi Kopi. Sementara Ben barista yang selalu menyiapkan setiap detail kursi dan meja dengan instingnya, apakah itu sudah "sejiwa" dengan pengalaman minum kopi. Dengan dia menjadi pusat barista yang dikelilingi meja kursi beraneka model. Yang membuat tempat ini istimewa adalah pengalaman ngopi-ngopi yang diciptakan Ben. Dia tidak sekadar maracik, mengecap rasa, tapi juga merenungkan kopi yang dia buat sehingga terciptalah satu filosofi untuk setiap jenis racikan kopi.
ADVERTISEMENT
Kopi itu sangat berkarakter, terdengar seorang perempuan pengunjung berujar begitu. Ben tersenyum dan berkata "Anda tau cappucino itu kopi paling genit?" perempuan itu tertawa kecil. Berbeda dengan cafe latte, walau tampilannya cukup mirip tapi untuk cappucino dibutuhkan standar penampilannya yang tinggi. Kopi tersebut tidak boleh kelihatan sembarangan, kalau bisa terlihat seindah mungkin. Kemudian seseorang bertanya iseng "bagaimana dengan kopi tubruk?" Ben menjawab cepat. Kopi tubruk tidak peduli penampilan, kasar, dan cara buatnya cepat tanpa punya skill pun bisa membuatnya. Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan pembuatan yang tepat.
Cover buku Filosofi KOPI, Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade, karya Dee Lestari. (foto:
Filosofi Kopi, berikut slogannya ternyata menjadi sangat populer. Kini, bukan para kopi mania saja yang datang, bahkan mereka yang bukan penikmat kopi pun berbondong-bondong berkunjung. Mereka penasaran dan akhirnya mencicipi kopi demi rasa ingin tahu tentang filosofi kopi.
ADVERTISEMENT
Ben bercerita dengan Jody, sore tadi ada seorang pengunjung pria berusia 30 tahunan. Pria tersebut berkata, di kedai ini ada tidak kopi yang punya arti kesuksesan adalah wujud kesempurnaan hidup. Kalau ada saya pesan satu cangkir besar. Ben menjawab "silakan lihat saja di daftar menu". Pria itu menggelengkan kepala dan berkata Tidak ada kopi yang artinya itu. Kemudia Ben ditantang pria tersebut untuk membuat kopi dengan rasa yang sesempurna mungkin dan dia menawarkan imbalan Rp 50 juta kalau bisa membuat kopi yang "sempurna". Ben pun mengiyakan tantangan tersebut. Ini bukan taruhan kata Ben ke Jody. Kalau ternyata bisa buat kopi yang sempurna ya saya dapat uangnnya, tapi kalau tidak ya tanpa resiko.
ADVERTISEMENT
Dari tantangan tersebut Ben pun berlatih dengan keras ditemani Jody demi meracik kopi yang rasanya "sempurna". Setelah mencoba dan bereksperimen Ben pun berhasil membuat kopi yang paling enak.
Pagi-pagi Ben menelepon penantangnya. Tepat pukul empat sore, pria tersebut datang bersama istrinya ke kedai. Disaksikan semua pelanggan yang sengaja kami undang. Ben menyuguhkan secangkir kopi dengan raut wajah tegang. Kemudian pria itu menyeruput, menahan nafas, lalu menghembuskannya lagi sambil berkata perlahan, "Hidup ini sempurna." Semua orang bersorak. Kemudia pria itu mengelurkan selembar cek, selamat. Kopi ini perfect. "Sempurna". Ben memberi nama kopi tersebut "Ben's Perfecto."
Sejak saat itu, Ben's Perfecto menjadi menu favorit semua pelanggan dan menjadi daya pikat yang menarik pengunjung. Tidak ada yang menyangka akan menemukan racikan kopi sedahsyat itu di Kota Jakarta, di kedai kecil yang bernama Filosofi Kopi.
ADVERTISEMENT
Hari ini Jody iseng mendampingi Ben di kedai. Sambil ngobrol sama pelanggan kami, Ben sangat hafal dengan pelanggan setia kami. Seorang pria setengah baya masuk, dengan ramah Jody langsung menyambut bapak tersebut. Selamat pagi pak. Balas bapak itu pagi juga. Bisa pesan kopinya satu, Dik? Jelas bisa pak, namanya juga kedai kopi. Mereka sambil tersenyum. Jody menyerahkan daftar menu tapi bapak tersebut membaca pun tidak, sambil bilang "ah terserah, pilihkan saja kopi yang enak. Dalam waktu singkat Ben pun sudah menyiapkan menu andalan "Ben's Perfecto". Ini pak kopi terenak sedunia kata Ben. Setelah meminum seteguk, bapak itu meletakkan cangkir dan membuka koran. Ben segera bertanya, Bagaimana kopinya pak? Lumayan, Jawab bapak tersebut singkat. Wajah Ben langsung mengeras. Sambil tanya balik, Memangnya bapak pernah coba kopi yang lebih enak dari ini? Jawab bapak tersebut pernah di sebuah pedesaan di Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, Ben menghampiri Jody, Jo nanti kita tutup tengah hari. Temani aku pergi ke Jawa Tengah. Bawa perlengkapan untuk beberapa hari. Setelah kedai tutup mereka segera berangkat. Singkatnya kami sudah di Klaten, kami berhenti sambil bertanya kepada seseorang perempuan, apa di sekitar sini ada kopi yang paling enak sekali. "Oh, nggih, nggih". Perempuan itu menjawab. "Panjenengan terus mawon, tapi jalannya jelek lo Mas. Alon-alon mawon," sambil berkata nama kopinya "Kopi Tiwus". Ben lalu berterima kasih dan lansung tancap gas. Tepat di pengujung jalan, sebuah warung reyot dari gubug berdiri di atas bukit kecil.
Di dalam warung, seorang bapak tua menyambut kami dengan senyum ramah, Pak Seno namanya. "Dari kota ya mas?" kami mengangguk, iya dari Jakarta pak. Jarang-jarang ada orang Jakarta yang kemari, paling yang datang kemari biasanya dari kota-kota kecil dekat sini, kata bapak tersebut.
ADVERTISEMENT
Ben lalu memesan Kopi Tiwusnya dua ya pak. Ben bertanya "harga satu gelas berapa pak? Pak Seno menjawab, kalau gorengan satu 50 perak, tapi kalau kopinya terserah situ mau bayar berapa. "Kenapa begitu pak? Kata Ben heran. Habis bapak punya banyak sekali kopi. Pak Seno menyajikan kopi kepada mereka. Silakan diminum. Banyak orang yang doyan kopi tiwus ini. Bapak sendiri gak ngerti kenapa. Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen pokoknya macam-macam,” ujarnya. Padahal kata bapak sih biasa saja rasanya.
Ben mulai menyadari kehebatan kopi tiwus itu, Pak Seno bilang, kopi itu mampu menghasilkan reaksi macam-macam. Dan dia benar. Kopi tiwus membuatku sadar, bahwa aku ini barista terburuk. Bukan cuma sok tahu membuat filosofi dari kopi lalu memperdagangkannya, tapi yang lebih parahnya, aku sudah merasa membuat kopi paling sempurna di dunia. Yang ada dibenakku cuma duit, profit, laba, omset sedangkan Pak Seno di sini bayar terserah anda. Ben merasa malu dengan semua filosofinya yang menganggap "Ben's Perfecto" adalah kopi sempurna di dunia. Dan di sanalah kehebatan Kopi Tiwus, memberikan sisi pahit yang membuatmu melangkah mundur dan berfikir, bahkan aku telah diberi pelajaran olehnya.
ADVERTISEMENT
Dari buku ini kita dapat menyimpulkan bahwa dalam menjalani hidup kita tidak boleh putus asa, kita harus bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan jika sudah berhasil kita tidak boleh sombong.
Selain cerita Filosofi Kopi, dalam buku ini juga ada cerita lain yang tidak kalah menarik yaitu: Mencari Herman, Surat Yang Tak Pernah Sampai, Sikat Gigi, Sepotong Kue Kuning, Lara Lana, Buddha Bar, Rico de Coro, dan puisi serta prosa pendek meliputi: Salju Gurun, Kunci Hati, Selagi Kau Lelap, Jembatan Zaman, Kuda Liar, Diam, Cuaca, Lilin Merah, Spasi, dan Cetak Biru. (*/kik).
Identitas buku:
Judul buku: Filosofi KOPI, Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Pengarang: Dee Lestari
ADVERTISEMENT
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Tahun terbit: Januari 2012
ISBN: 978-602-8811-61-3
Deskripsi Fisik (Tebal): 142 halaman
Penulis Resensi: Min Qurin Amaliya Qori’a SPd (Penulis adalah Guru Pegiat Kampung Ilmu Bojonegoro).
Editor: Muhammad Roqib
Publisher: Imam Nurcahyo
Story ini telah dipublis di: https://beritabojonegoro.com