Konten Media Partner

Resensi Buku: Generasi Strawberry, Kreatif Tetapi Mudah Rapuh

17 Maret 2018 12:11 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Resensi Buku: Generasi Strawberry, Kreatif Tetapi Mudah Rapuh
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Oleh Siska Aprilia Handini, S.Pd
Judul buku : Strawberry Generation
ADVERTISEMENT
Penulis : Prof Rhenald Kasali, Ph.D
Penerbit : Mizan
Tahun terbit : 2017
Tebal : 279 halaman
Dalam lukisan anak – anak, strawberry termasuk buah yang mudah digambar. Bentuknya eksotis dan indah. Namun begitu strawberry kena benturan atau tergesek sikat gigi saja, ia begitu mudah terkoyak dan hancur.
Inilah potret dari sebuah generasi yang lahir dari tangan – tangan orang tua yang jauh lebih sejahtera dari generasi – generasi sebelumnya. Mereka dari kelas menegah baru yang sudah mempunyai rumah sendiri, bahkan kendaraan, gadget, dan akses informasi yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Keadaan itu berbeda benar dengan keadaan di sini. Dimana orang tua turut campur dalam berbagai hal. Mulai dari memilih jurusan, universitas sampai pernikahan. Ini dapat melahirkan generasi dengan mindset yang amat berbeda dengan generasi satu tingkat di atasnya.
Buku Rhenald Kasali ini memotivasi orang dengan cara menyadarkan pembaca bahwa sukses itu tidak dapat diraih dengan malas – malasan. Kita harus mau bekerja keras untuk mencapai sukses.
Manusia mempunyai dua jenis mindset yaitu growth mindset dan fixed mindset. Orang – orang yang memiliki pengaturan pikiran tetap (fixed mindset) cenderung sangat mementingkan ijasah dan gelar sekolah, sedangkan mereka yang tumbuh (growth mindset) tetap menganggap dirinya “bodoh”. Baginya, ijazah dan IPK hanya merupakan langkah kemarin, sedangkan masa depan adalah soal dampak apa yang bisa anda berikan. Celakanya universitas banyak dikuasai orang – orang yang bermental ijazah dan asal sekolah sehingga mereka sendiri yaitu fixed mindset.
ADVERTISEMENT
Strawberry generation juga unik dan lebih terbuka. Mereka kreatif. Di dalam benaknya, tersimpan banyak sekali gagasan, termasuk yang paling liar sekalipun, kritis, dengan kemampuan connecting the dots yang begitu luwes. Banyak anak muda yang kakinya jauh lebih ringan ketimbang generasi saya yang banyak beban dan lebih besar rasa malunya untuk tampil.
Bangunkanlah kesadaran bahwa mereka bukan passenger. Kedua jangan pernah membayangkan uang akan memuaskan mereka. Anak – anak ini kalau bisa diputar mentalnya akan menjadi pribadi yang suka menghadapi tantangan. Maka dari itu setelah diputar, berikan kepercayaan. Bagi mereka proyek – proyek penting yang membuat mereka mampu belajar dan upgrade diri sehingga mereka merasa ikut berkontribusi terhadap keberhasilan perusahaan.
Ketiga dampingi pengambilan keputusannya agar mereka tahu membaca arah. Keempat kalau dia keras kepala dan susah dikendalikan jangan terlalu bersedih kehilangan anak – anak yang kreatif itu. Adakalanya itu cerminan dari pembentukan masa lalunya yang memang rapuh. Orang yang pintar harus punya ketangguhan juga self disiplin. Tetapi yang bagus sekalipun punya pola terbang yang tidak sama dengan generasi anda.
ADVERTISEMENT
Jadi ringkasannya kalau ingin anak hebat, maka orang tua harus berubah. Orang tua harus rela melepas anak-anak belajar dari alam. Dan jangan pernah melarangnya untuk bereksplorasi. (sis/kik)
Penulis adalah guru di Rumah Belajar Yayasan Kampung Ilmu Bojonegoro (YKIB).