Resensi Buku: Ranah 3 Warna

Konten Media Partner
12 November 2021 11:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi: Cover buku Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi. (istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Cover buku Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi. (istimewa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi adalah novel kedua dari trilogi novel Negeri 5 Menara.
ADVERTISEMENT
Novel Ranah 3 Warna diawali dengan kisah Alif yang baru saja menyelesaikan pesantren di Pondok Madani. Selepas itu Alif dilingkupi banyak cita-cita, salah satunya adalah melanjutkan pendidikan di ITB, seperti Habibie, dan kemudian hijrah ke Amerika. Namun Randai sahabat karibnya meragukan kemampuan Alif untuk melanjutkan ke ITB. Apalagi Alif tidak memiliki ijazah SMA,
Keinginan Alif begitu kuat untuk kuliah di perguruan tinggi negeri. Dengan semangat “man jadda wajada” dia bertekad mengikuti ujian persamaan Sekolah Menengah Atas (SMA), supaya bisa mendaftar Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Untuk itu dia harus belajar lebih keras selama dua bulan supaya bisa lulus ujian persamaan. Dan akhirnya Alif lulus ujian persamaan meskipun dengan nilai pas-pasan.
ADVERTISEMENT
Melihat nilai yang pas-pasan dan lemahnya dalam hitungan, akhirnya Alif memilih jurusan Hubungan Internasional (HI). Sebelum ujian persamaan, dia berkeinginan untuk kuliah jurusan teknik penerbangan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Demi bisa lulus seleksi UMPTN dia belajar lebih keras lagi. Lebih keras dari belajar saat akan mengikuti ujian persamaan SMA lalu.
Dan alhamdulillah, usaha Alif membuahkan hasil yaitu diterima di jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) di Bandung, Jawa Barat. Meskipun bukan ITB, tetapi Alif bersyukur akhirnya ia dapat kuliah di perguruan tinggi negeri.
Ilustrasi: Cover buku Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi. (istimewa)
Tiba saatnya Alif mulai kuliah di Bandung, Alif tinggal bersama Randai dalam satu kamar kos. Karena belum mendapatkan kamar kos, Alif memasuki dunia baru menjadi mahasiswa. Alif harus melewati serangkaian ospek untuk bisa mengenal kampus dan mengenal teman-temannya. Ada Wira, Agam dan Memet. Saat pertama kali masuk kampus Alif dirundung permasalahan uang bulanan. Ia mencari penghasilan tambahan untuk biaya hidupnya, sedangakan uang dari orangtuanya hanya pas-pasan sehingga tak cukup jika digunakan.
ADVERTISEMENT
Alif juga belajar menulis kepada Bang Togar. Bang Togar bukan hanya mengajari menulis saja namun Bang Togar juga mengajari Alif tentang makna kehidupan.
Tak terasa Alif sudah melewati semester satu. Dia senang karena mendapat nilai baik. Suatu hari Amak mengirimkan telegram kepada Alif. Amak berencana ke Bandung untuk mengunjunginya dan Alif sangat senang, dia meminta Randai untuk meminjamkan kamarnya. Namun setelah beberapa hari Amak mengirimkan telegram, Alif disuruh pulang karena ayah sakit.
Dengan bekal uang pinjaman uang dari Randai, Alif pun pergi ke Maninjau. Setelah sampai di Maninjau, Alif langsung pergi ke rumah sakit tempat Ayah dirawat. Di rumah sakit, ia melihat Ayahnya terbaring lemah, ia pun menghampiri Ayahnya dengan wajah sangat sedih. Alif menceritakan pengalaman yang telah ia dapatkan selama kuliah di Bandung. Setelah beberapa hari, akhirnya Ayah boleh pulang ke rumah, mendengar kabar tersebut Alif sangat senang.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya Alif berencana untuk balik ke Bandung. Tapi, ketika Amak membangunkan Alif saat subuh, kondisi Ayah semakin memburuk dan pada akhirnya Ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Banyak sekali kenangan yang Alif lalui bersama Ayah. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Ayah berwasiat kepada Alif untuk menjaga Amak dan adik-adiknya.
Setelah beberapa hari Alif kembali lagi ke Bandung. Ia mulai memikirkan nasibnya, dia harus mandiri tanpa memikirkan pesangon dari Amaknya, untuk itu Alif mulai aktif berjualan songket, mukena, kain tenun, menjadi guru privat, hingga menulis artikel.
Seiring berjalannya waktu keberuntungan mulai berpihak setelah dia terpilih menjadi salah satu pertukaran mahasisiwa dengan negara Kanada.
Selama di Kanada Alif tinggal di daerah Quebec, yang mayoritas penduduknya berbahasa Perancis. Selama di Kanada Alif bekerja di sebuah stasiun TV lokal dan berkesempatan untuk mewancarai salah satu kandidat referendum yaitu Daniel Janvier.
ADVERTISEMENT
Sering bertemu Raisa membuat perasaan Alif berkecamuk. Saat ingin mengutarakan perasaannya, tak sengaja dia mendengar Raisa sedang mengobrol dengan temannya tentang syarat menjadi pendaming hidupnya, akhirnya Alif mengurungkan niatnya dan memilih menunggu hingga lulus kuliah.
Kini waktu wisuda telah datang, Alif bermaksud menyampaikan perasaannya pada Raisa, namun belum sempat berbicara, Raisa telah lebih dulu memperkenalkan calon tunangannya, yakni Randai. Mendengar hal tersebut Alif mengurungkan niatnya.
Sepuluh tahun berlalu, kini Alif telah memiliki istri, dan mereka kembali mengunjungi Kanada. Di puncak bukit Kota Kanada dia menatap terbitnya matahari dengan istrinya, dia bernostalgia dengan perjuangannya yang keras dia bisa menjadi besar seperti ini, berkat dua mantra dari Pondok Madani “man jadda wajada” dan “man shabara zhafira”. Alif berhasil melalui ranah 3 warna yaitu Bandung, Amman, dan Saint Raymond.
ADVERTISEMENT
Amanat Novel: Dalam hidup ini, ternyata “man jadda wajadda” saja tidak cukup. Ada jarak terbentang di antara sungguh-sungguh dan sukses. Jarak yang harus ditempuh dengan sabar aktif. “Man shabara zhafira” (barang siapa yang sabar pasti akan beruntung).
Kelebihan: Novel ini cocok dibaca oleh semua kalangan baik dari kalangan anak kecil maupun orang dewasa. Karena ceritanya ringan dan mudah dipahami dengan permasalahan yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan dari segi pesan atau amanat, novel ini mampu memberikan efek positif atau motivasi bagi pembacanya.
Novel ini menggambarkan kehidupan pesantren yang berbeda. Selama ini pesantren dikenal dengan lingkungan yang keras tetapi Ahmad Fuadi menekankan di dalam buku ini bahwa karena didikan pesantren yang keras serta ilmu-ilmu dan petuah yang ia dapatkan di sana, ia dapat bertahan menghadapi berbagai macam cobaan hidup.
ADVERTISEMENT
Kekurangan: Penulis tiba-tiba mengabaikan Bang Togar di pertengahan hingga akhir novel, padahal Bang Togar lah yang berjasa dalam kehidupan Alif di Bandung. (*/kik).
Identitas Buku :
Judul Buku: Ranah 3 Warna
Penulis: Ahmad Fuadi
Penerbit Utama: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2011
Deskripsi Fisik (Tebal): 473 halaman
Cetakan: Cetakan Pertama Januari 2011
ISSBN: 978-979-22-6325-1
Penulis Resensi: Qoniatul Qismah SPd (Penulis resensi buku adalah guru penggerak Kampung Ilmu)
Editor: Muhammad Roqib
Publisher: Imam Nurcahyo
Story ini telah dipublis di: https://beritabojonegoro.com