Pohon Menangis di Jember: Sedot Perhatian Publik, Dibacakan Ayat Kursi

Konten Media Partner
21 Januari 2020 14:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pohon Menangis di Jember: Sedot Perhatian Publik, Dibacakan Ayat Kursi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Jember (beritajatim.com) – Mawardi, anggota keluarga pemilik pohon akasia menangis di Dusun Krajan, Desa Mojosari, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur, sebenarnya tak percaya dengan takhayul dan hal-hal mistis.
ADVERTISEMENT
“Saya percaya kalau itu menangis karena saya dengar sendiri suara seperti tangisan. Tapi kalau ada yang mengatakan itu suara makhluk halus, saya tidak percaya seratus persen,” kata Mawardi kepada beritajatim.com, Sabtu (18/1).
Sepulang dari langgar (masjid), Sabtu (18/1), Mawardi sempat memeriksa pohon itu. Ia penasaran mencari lubang yang bisa menjadi asal suara. “Saya ini tidak gampang percaya dengan makhluk-makhluk gaib. Saya lebih suka mencari kepastian,” katanya.
“Masa makhluk halus. Kok berdiam di sini lama benar? Meski saya bacakan ayat-ayat Alquran kok tidak pindah. Saya sempat bacakan ayat kursi sesudah salat isya semalam. Tidak ada angin. Ada suara tangisan. Lalu saya bacakan ayat kursi, kok tetap. Katanya kalau setan atau jin dibacakan ayat kursi pergi. Berarti bukan, kata Mawardi.
ADVERTISEMENT
Namun, Mawardi gagal menemukan lubang itu. “Saya masih cari penyebab lainnya,” katanya.
Mawardi tak akan menebang pohon akasia yang mengeluarkan suara tangisan. Namun, dia juga tak akan mengambil keuntungan.
Pohon akasia itu berusia lima tahun dan tumbuh di halaman rumah Wardi, kakek Mawardi, di Dusun Krajan, Desa Mojosari, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Tingginya 20 meter dan berdiameter 50 centimeter.
Sejak viral di media sosial beberapa hari ini, ratusan orang setiap hari datang untuk membuktikan sendiri kebenaran kabar soal suara tangisan itu. Mawardi mengatakan, sejak pohon itu ramai didatangi orang, pihaknya tak bercocok tanam di lahan dekat pohon tersebut. “Biasanya saya tanami jagung, tomat, cabai,” katanya, Sabtu (18/1).
Kendati tak bisa beraktivitas normal, Mawardi memilih bersabar dan mengalah. “Kasihan orang-orang yang jauh-jauh datang mau lihat,” katanya. Mawardi dan keluarga besar sudah berembuk untuk menebang pohon itu. “Tapi masyarakat bilang jangan dulu,” katanya. Mawardi kemudian memotong pelepah pohon kelapa yang bersenggolan dengan pohon akasia itu. Ia semula menduga gesekan antara pelepah dan batang pohon akasia itu yang menimbulkan suara tangis. Namun ternyata kendati pelepah dipangkas, suara tangis tetap muncul.
ADVERTISEMENT
Mawardi memilih tidak memungut biaya bagi orang-orang yang mau menyaksikan dari dekat. “Ada banyak yang suruh saya memungut uang parkiran. Tapi saya memilih siapapun yang berkunjung, sepeda motor dikunci ganda agar aman, tidak usah bayar (karcis) sepeser pun. Saya takut nanti kami disangka mengambil keuntungan dari itu,” katanya.
Mawardi memperkirakan tren pohon menangis ini akan bertahan sepekan lagi. “Mudah-mudahan seminggu ke depan sudah habis. Saya sudah berusaha mementahkan kabar bahwa ini suara jin agar orang-orang tidak ke sini,” katanya. [wir/suf]