Konten Media Partner

Puluhan Orang Diruwat dengan 7 Jenis Mata Air dan Bunga

22 September 2017 16:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puluhan Orang Diruwat dengan 7 Jenis Mata Air dan Bunga
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mojokerto (beritajatim.com) - Puluhan orang dari berbagai kota di Jawa Timur mengikuti ruwat sekerta Majapahit di halaman Pendopo Agung Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jum'at (21/9/2017). Ruwat dengan menggunakan tujuh jenis mata air yang dicampur dengan tujuh jenis bunga berbeda warna ini dimaksudkan untuk membuang sial.
ADVERTISEMENT
Ritual yang digelar setiap awal bulan Suro atau bulan Muharram pada penanggalan Hijriah ini dipercaya bisa menolak balak dan membersihkan kotoran yang melekat di hati. Tak hanya diikuti oleh orang dewasa, peserta ruwat juga bayi di bawah lima tahun (balita) dan remaja. Dengan mengenakan kain putih, mereka antre mengikuti prosesi ruwat.
Sementara tujuh jenis mata air yang digunakan untuk ruwat ini dianggap sebagai air suci yang bisa mensucikan. Yakni air kelapa, air laut tawar, air hujan, embun, sumber tempur, air sendang serta air sumber dari tujuh petirtaan peninggalan Kerajaan Majapahit di sekitar Trowulan.
Satu persatu peserta ruwat dipanggil masuk ke dalam lokasi yang sudah disekat dengan diberika sesaji dan dimina duduk menghadap wadah air yang telah dicampur air suci dan bunga-bunga. Dengan didampingi dua pemangku adat, kemudian air disiramkan mulai dari ujung kepala hingga membasuhi seluruh tubuh.
ADVERTISEMENT
Setelah dimandikan dengan air suci, seorang pemangku adat lainnya memotong sedikit rambut. Potongan itu, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah lembaran kain dan disisihkan ke dalam sebuah mangkuk. Para peserta ruwat juga diberikan sebuah benang yang disematkan di tangan sebelah kanan.
Setelah tiga proses ini terselesaikan, peserta yang telah mengganti pakaian tidak diperkenankan untuk pergi meninggalkan lokasi ruwat. Setelah mengikuti proses ruwat tersebut, para peserta juga masih harus menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan lakon Lahire Mahesa Sura.
Pemangku Adat, Ki Wiro Kadeg Wongso Jumeno mengatakan, air suci dicampur menjadi satu dengan tujuan agar benar-benar bisa membersihkan kotoran hati atau sifat buruk manusia. "Sukerta sendiri berasal dari bahasa jawa yakni suker, artinya kotoran atau aib, sehingga kotoran yang melekat pada jiwa manusia itu perlu dibersihkan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Yakni dengan cara ruwatan menggunakan tujuh mata air tersebut. Sementara setiap peserta yang mengikutinya diwajibkan mengenakan kain putih polos sebelum diruwat, yang melambangkan setiap orang harus melepaskan hal keduniawian agar bisa kembali bersih. Kain putih sebagai simbol kebersihan dari kotoran duniawi.
"Ruwatan ini merupakan laku budaya Jawa yang sudah ada sejak jaman dahulu, ruwatan adalah ikhtiar manusia untuk memohon kepada Tuhan supaya dihilangkan dari kesialan hidup dan dikabulkan cita-cita atau keinginannya melalui sarana atau laku budaya. Ritual ruwat sebenarnya tidak harus dilakukan pada saat Suro," ujarnya.
Peserta yang mengikuti ruwat Sukerta Majapahit tersebut bukan hanya dari dalam Mojokerto saja, namun berasal dari berbagai daerah seperti Trenggalek, Surabaya, Sidoarjo dan Jombang. Mereka sengaja datang demi mendapat keberkahan dan dijauhkan dari sial.[tin/kun]
ADVERTISEMENT