Saksi Ahli: Siswa SMA Tusuk Begal Layak Dijerat Pasal Pembunuhan

Konten Media Partner
17 September 2019 16:36 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr. Wahyu Priyo Djatmiko, SH. M. Hum, M. Sc
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Wahyu Priyo Djatmiko, SH. M. Hum, M. Sc
ADVERTISEMENT
Malang (beritajatim.com) – Saksi Ahli Hukum Pidana, Dr. Wahyu Priyo Djatmiko, mengatakan penanganan kasus ZA (17 tahun), siswa SMA yang menusuk begal dengan pisau hingga tewas, harus dilakukan secara cermat dan kontekstual. Artinya, kata dia, penanganan harus sesuai kaidah hukum.
ADVERTISEMENT
Terkait polemik di masyarakat yang mendukung aksi ZA dan meminta ZA dibebaskan, menurutnya harus dicermati, sebab hukum dibuat untuk ketertiban, ketenteraman, dan harmoni sosial.
“Kami mendukung upaya Satreskrim Polres Malang dalam menegakkan hukum. Apa yang dilakukan ZA ini bukanlah sebuah pembelaan diri yang wajar. Namun, lebih pada pembelaan diri yang berlebihan untuk to kill atau membunuh,” ungkap Wahyu usai bertemu dengan Kanit UPPA Satreskrim Polres Malang, Ipda Yulistiana Sri Iriana, Selasa siang (17/9/2019).
Wahyu menambahkan, Polres Malang sudah tepat menetapkan ZA sebagai tersangka dan jangan sampai aksi ZA justru dijadikan pembenaran untuk main hakim sendiri.
“Ini kesempatan bagi Polres Malang untuk mengampanyekan jangan sampai ada kasus main hakim sendiri. Kalau kasus ini dibiarkan, dengan dalih membela diri kemudian menusuk dan membunuh dan menimpa keluarga kita bagaimana, ini harus dicermati betul,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Wahyu, aksi ZA lebih dari sekadar membela diri, bahkan ZA lebih dulu mengambil pisau dan menusukkannya tepat di bagian tubuh yang mematikan dari begal itu.
“Yang perlu dipahami masyarakat luas, kasus ZA ini berbeda dengan kasus pembegalan di Jakarta yang tersangkanya membawa senjata tajam. Pada kasus ZA ini, pelaku begal tidak bersenjata. Hanya memberikan ancaman jika akan memerkosa pacarnya apabila tidak menyerahkan ponsel. Tapi ternyata, ZA sendiri sudah menikah. Lalu, siapa gadis yang bersama ZA itu?” terang Wahyu.
Menurut Wahyu, ZA layak dikenakan pasal pembunuhan. Ia tidak setuju ZA dikenakan pasal penganiayaan.
“Kenapa ZA harus menusuk di bagian jantung, kenapa tidak melukai mulut atau wajah dari begal itu, padahal pelaku begal tidak bersenjata. Setelah menusuk, ZA juga masih mengejar tersangka begal lainnya sambil membawa pisau. Saya tidak setuju kalau ZA dikenakan Pasal 351 tentang Penganiayaan. Karena menurut kami ini sudah murni masuk Pasal 338 tentang Pembunuhan,” lanjut Wahyu.
ADVERTISEMENT
Wahyu mengatakan, harus dilihat secara utuh fakta-fakta dalam kasus ini. Analisis polisi harus lengkap, termasuk melihat kejiwaan ZA.
“Saya malah memohon agar ZA ditahan. Karena umurnya sudah 17 tahun, sudah menikah, kok. Justru kalau enggak ditahan, wah enak, kok membunuh tidak ditahan karena berlindung di bawah Undang-Undang. Atau kalau tidak ditempatkan pada safe house, untuk melihat kejiwaannya. Karena jika dibiarkan, bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain,” papar Wahyu yang juga mantan dosen Universitas Airlangga, Surabaya.
Wahyu mengatakan, pengertian membela diri dibenarkan saat lawannya melakukan aksi penyerangan atau korban terdesak. “ZA tersinggung karena ada ancaman verbal dari pelaku begal pacarnya akan diperkosa. Sementara kasus di Jakarta itu pelaku bawa celurit, potensi mengancam dan membunuh sangat besar. Possibility pemerkosa memang terjadi pada kasus ZA. Tapi tidak cukup dijadikan dasar ZA untuk menghilangkan nyawa orang,” tutur Wahyu.
ADVERTISEMENT
Wahyu berpesan kepada masyarakat terkait pentingnya mematuhi hukum dan memahami fungsi kepolisian dalam melindungi nyawa seseorang.
“Sekarang balikkan saja, kembalikan pada keluarga dan orang-orang terdekat kita apabila kasus ZA ini kita alami. Gunanya hukum itu untuk harmoni dan ketertiban sosial. Kalau nyawa dimaafkan dengan cara Pasal 49, ingat pasal ini untuk melindungi orang-orang Belanda zaman dulu, pasal ini 'kan buatan Belanda. Jadi, membaca undang-undang itu jangan teks reading, harus kontekstual. Pasal 49 ini untuk melindungi orang Belanda, para pencuri dari kalangan pribumi ditembaki Belanda. Dalihnya 'kan membela diri saat itu,” ujar Wahyu.
[yog/but]