Bagaimana Ra Hasani Jadi Calon Bupati?

Beritamadura
Menyajikan ketepatan berita bukan kecepatan
Konten dari Pengguna
30 Juli 2017 22:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Beritamadura tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Munculnya nama Hasani Zubair sebagai kandidat calon bupati Bangkalan pada pilkada 2018 mendatang bermula saat ia menang aklamasi dalam Konfercab GP Ansor Bangkalan 27 November 2016 lalu. Saat itu, Ketua GP Ansor Jatim, Rudi Tri Wahid dalam sambutannya menilai Ra Hasani tidak hanya layak memimpin Ansor, tapi juga punya kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi pemimpin Bangkalan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu kemudian ramai diberitakan dan jadi viral di media sosial. Usai konfercab, Rudi diburu wartawan, mereka bertanya apakah dukungan kepada Ra Hasani agar maju pilkada bercanda atau tidak. "Serius lah, kalau memang ada kader yang layak, kenapa tidak kami dukung," jawab dia saat itu.
Empat bulan kemudian, nama Ra Hasani kembali jadi perbincangan publik. Musababnya, sebuah hasil survei menyebut nama Ra Hasani punya elektabilitas yang tinggi untuk dipilih masyarakat. survei itu dilakukan oleh Lembaga Pusat Kajian Sosial (LPKS). Dalam survei berdasarkan persepsi publik itu muncul 10 nama tokoh yang dianggap layak memimpin Bangkalan. Dari sepuluh nama itu, ada tiga nama yang punya  popularitas dan elektabilitas tinggi mengalahkan figur mainstream termasuk bupati dan wakil bupati Bangkalan saat ini.Salah satu nama yang elektabilitasnya tinggi adalah Hasani Zubair menduduki peringkat teratas dengan tingkat popularitas mencapai 56 persen dan elektabilitas 26 persen.
ADVERTISEMENT
Kiai muda yang akrab disapa Ra Hasani itu mengalahkan dua politikus senayan asal Bangkalan, Nizar Zahro dan HM Farid Al-Fauzi.Meski popularitas Nizar Zahro mencapai 59 persen, namun elektabilitas Anggota Komisi V DPR RI itu masih di bawah Ra Hasani. Elektabilitas politisi asal Partai Gerindera itu hanya 18 persen.
Sementara popularitas MH Farid Al-Fauzi yang menjabat sebagai Anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Hanura itu mencapai 47 persen dengan tingkat elektabilitas dibawah Ra Hasani dan Nizar Zahro, yakni 16 persen.Masyarakat Bangkalan menginginkan Karakter pemimpin yang pengayom (28 persen), jujur (20 persen), muda (19 persen), dan bersih dari korupsi (16 persen). Ra Hasani tidak menyangka respon masyarakat yang disampaikan dalam survei tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, rendahnya tingkat popularitas dikarenakan dirinya bukanlah tokoh politik."Alhamdulillah kalau masyarakat menilai saya seperti itu, tapi saya  belum deklarasikan diri maju sebagai calon bupati," kata dia.Lalu siapa Ra Hasani?Lahir pada 11 Agustus 1985, Ra Hasani adalah putra KH Zubair Muntashor, kiai sepuh sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Nurul Cholil Demangan.
Hasani anak ke 7 dari 11 bersaudara. Sejak 2009, lulusan Pasca Sarjana Administrasi Publik Universitas Airlangga Surabaya ini dipercaya jadi Ketua Yayasan Pesantren Nurul Cholil. Dua tahun kemudian pada 2011, dia terpilih secara aklamasi jadi Ketua GP Ansor Bangkalan.
Pada November 2016 lalu, ia kembali terpilih lagi untuk memimpin Ansor periode kedua. Sebagai ketua yayasan Nurul Cholil, Ra Hasani bisa di bilang sukses mengembangkan pendidikan. Sejak berdiri, Nurul Cholil dikenal sebagai pesantren Salaf. Kini, pesantren itu juga telah membuka sekolah umum setingkat SMP dan SMA. Bahkan kini sedang dirintis sekolah kejuruan SMK. Jumlah santrinya putra dan putri mencapai hampir 1500 orang. "Pendidikan harus berkembang, tidak boleh stagnan, sekolah umum juga penting buat masa depan para santri," kata dia. 
ADVERTISEMENT
Di GP Ansor pun, Ra Hasani sukses menghidupkan organisasi yang sebelumnya "hidup enggan, mati pun tak mau". Selama dua periode kepemimpinannya PAC Ansor telah terbentuk di 18 kecamatan. Dia bahkan berencana menggelar apel akbar 2000 Ansor dan Banser dalam waktu dekat. "Kami akan undang Ketua Umum GP Ansor, tokoh NU seperti Gusmus serta sejumlah Mentri," ujar dia. Di bawah Ra Hasani, GP Ansor juga lebih merakyat. PAC Ansor Socah misalnya sangat intens dalam membantu pertanian di masyarakat. PAC Ansor Kecamatan Labang misalnya telah mengembang produk UMKM yang disebut kopi mengkudu. Ansor Bangkalan juga aktif dalam pemberantasan narkoba. Ansor juga banyak terlibat dalam bakti sosial masyarakat hingga sunnatan massal.
Di Madura, Hasani satu-satunya kader Ansor yang telah lulus Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN), ini merupakan jenjang tertinggi dalam tahapan pengkaderan di organisasi GP Ansor.Saking aktifnya kegiatan di Ansor, selama bulan Ramadan Ra Hasani nyaris tak punya waktu buat bersantai. Undangan memberikan ceramah dan doa mengalir tanpa henti. Bahkan banyak undangan disampaikan via telepon atau sms, Ra Hasani tetap berusaha menghadiri selama tidak berbenturan dengan kegiatan lain yang sudah terjadwal. "Apa yang saya lakukan di Ansor bukan sesuatu yang istimewa, semua orang bisa melakukannya asal punya niat dan kemauan," kata Ra Hasani. 
ADVERTISEMENT
Selain itu, kini banyak kader Ansor dan Banser yang jadi pejabat publik. Antara lain Yunus, Ketua Komisi Informasi Bangkalan. Asis, Ketua Komisi B DPRD Bangkalan dari Demokrat. Mahfud, yang kini jadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dan Badrun jadi Komisioner KPU Bangkalan.Selain itu ada juga kader Ansor dan Banser yang jadi kepala desa. Seperti Mudhar, klebun Desa Bandung, Kecamatan Konang dan Affandi, Klebun Alang-alang. Dan masih banyak kader Ansor yang jadi kepala sekolah, PNS, guru hingga program-program kementrian yang memerlukan proses pendampingan.
Meski banyak kadernya jadi politisi, Ra Hasani menegaskan GP Ansor bukan organisasi politik. Dia melarang embel-embel Ansor dibawa-bawa dalam urusan politik termasuk dalam pilkada mendatang. "Saya tidak membatasi hak politik kader, silahkan mereka masuk partai A, tapi jangan bawa-bawa Ansor," tegas putra ke 7 dari 11 bersaudara ini.Soal munculnya namanya sebagai kandidat kuat dalam Pilkada Bangkalan, dia tidak menyangka ekspektasi dan apresiasi masyarakat kepadanya akan setinggi itu. Dia berterima kasih jika ada dorongan yang kuat dari masyarakat agar dirinya maju dalam pilkada, akhirnya, harapan besar masyarakat tersebut beliau konkritkan dengan mendaftarkan diri untuk ikut berkompetisi dalam Pilkada Bangkalan 2018 . 
ADVERTISEMENT
Anak kesayangan KH Zubair Muntashor Dedi Setiawan, 33 tahun, adalah teman masa kecil Ra Hasani, satu kelas di SDN Demangan 2. Lulus SD, Dedi dan Ra Hasani sama-sama mendaftar ke Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan di Sumenep. Hasani hanya enam bulan di Al-Amien, ia kemudian pindah ke Pesantren Lirboyo. 
Sebagai teman, Dedi mengenal karakter Ra Hasani. Dia pun tidak kaget jika kini Ra Hasani muncul sebagai tokoh di Bangkalan. Hasani kecil sudah punya karakter pemimpin. Misalnya saat mereka memainkan permainan 'BOY', Hasanilah yang mengatur teman-temannya dalam permainan itu. Boy adalah permainan tradisional merobohkan susunan batu dengan bola tenis. 
Meski anak kiai kharismatik, Ra Hasani tak membatasi diri dalam pergaulan. Pulang sekolah dia lebih banyak bermain dengan teman-temannya ketimbang berdiam dalam pesantren. Jika harus bermain di pesantren pun, Hasani akan mengajak semua temannya ke pesantren. "Minuman kesukaan Coca-cola," kenang Dedi terkekeh. Hasani suka berenang, tempat favoritnya pemandian somber cobik, letaknya dekat lokasi Bangkalan Plaza sekarang. Kini tempat pemandian itu kini jadi rawa. Bila hendak berenang, Hasani suka naik mobil Jeep yang disopiri santri, semua temannya diajak serta. "Kadang kami bersepeda kesana," ungkap dia. 
ADVERTISEMENT
Seingat Dedi, KH Zubair sangat menyanyangi Ra Hasani. Pernah saat kelulusan SD, mereka study tour ke Jogjakarta. Saat semua teman satu rombongan dikasih sangu Rp 70 ribu perorang atau setara Rp 700 ribu saat ini. Kiai Zubair berpesan kepadanya teman-temannya agar menjaga Ra Hasani. "Kiai Zubair sangat sayang sama lora," ungkap dia. Dedi pun tidak kaget, meski saat ini menjadi tokoh, Ra Hasani tak sungka makan berjamaah yaitu makan dalam satu nampan beramai-ramai.
Menurut Dedi, sejak kecil, bila bermain di pesantren, mereka sering makan berjamaah dalam satu nampan. "Dulu kami sudah biasa makan begitu, tiap kali ke pondok makan berjamaah," kata dia. TOPAN