Konten dari Pengguna

Wisata Religi Kesultanan Banten: Masjid Agung Banten

Berliana Efriliza
Saya adalah mahasiswa aktif yang sedang menempuh pendidikan S1 prodi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi Bisnis di UIN Syarif Hidayatullah jakarta
8 Juli 2023 20:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berliana Efriliza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tampak Pintu Gerbang Masjid Agung Banten (sumber: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak Pintu Gerbang Masjid Agung Banten (sumber: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Wisata religi yang merupakan bukti peninggalan Kesultanan Banten sebagai kerajaan islam di nusantara salah satunya Masjid Agung Banten yang berlokasi di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Masjid Agung Banten merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah. Masjid ini dibangun pertama kali pada tahun 1556 oleh Sultan Maulana Hasanuddin, yang merupakan sultan pertama dari Kesultanan Banten. Bangunan masjid ini telah berusia lebih dari 4 abad dan masih kokoh hingga saat ini. Masjid Agung Banten memiliki keunikan arsitektur tersendiri. Hal ini dikarenakan Masjid Agung Banten dirancang oleh tiga orang arsitek yang berasal dari tiga bangsa yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Masjid ini memiliki tiga corak arsitektur yang berbeda. Yang pertama, arsitektur lokal yang bisa terlihat dari empat tiang utama yang menopang masjid ini dan ditengahnya terdapat mimbar berukiran lokal. Arsitektur kedua adalah Cina yang terlihat dari bentuk atap paling atas masjid yang khas dengan bentuk atap Cina. Selain menegaskan kebudayaan Cina, atap masjid yang bertingkat lima juga menyimbolkan rukun Islam. Arsitektur yang ketiga adalah Belanda yang terdapat pada menara setinggi 24 m yang berdiri tegak di sebelah timur masjid. Dengan model tangga spiral serta kepala dua tingkatnya, menara ini menjadi pelengkap tiga kebudayaan yang diabadikan. Pada zaman dahulu menara ini difungsikan untuk mengumandangkan azan serta sebagai menara pandang lepas pantai atau mercusuar. Karakteristik Kesultanan Banten kala itu sangat terbuka dengan keberagaman, karena menurutnya makin banyak suku bangsa yang singgah maka makin besar pula peluang banten untuk menjadi wilayah yang maju(Indriastuty et al., 2020). Dari hal tersebut, terjadi komunikasi antar budaya dan suku bangsa di Banten yang pada akhirnya menghasilkan toleransi dan akulturasi.
Tampak depan Masjid Agung Banten (sumber: dokumen pribadi)
Pada kompleks Masjid Agung Banten ini terdapat sebuah paviliun di sebelah selatan masjid yang bernama Tiyamah. Bangunan ini berbentuk persegi empat bertingkat biasanya digunakan untuk musyawarah tentang permasalahan keagamaan. Sekarang Tiyamah digunakan untuk menyimpan benda-benda peninggalan Kesultanan Banten. Keberadaan masjid Agung Banten menjadi tujuan wisata religius, sejarah, pendidikan, dan budaya. Pada hari-hari besar Islam, misalnya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, ribuan peziarah dari dalam dan luar daerah menyatu untuk memperingati kelahiran Rasulullah. Masih di dalam area masjid terdapat kompleks pemakaman para sultan dan keluarganya, yang terletak di serambi masjid. Bagian serambi kiri tepatnya di utara masjid, terdapat makam Maulana Hasanuddin dan istri, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nahr Abdul Qohhar. Sedangkan di serambi kanan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainal dan lain-lain. Keberadaan makam ulama dan keluarga kesultanan, serta museum menambah daya tarik masjid bagi masyarakat. Para peziarah yang datang tidak hanya untuk beribadah, tetapi juga memperluas wawasan tentang sejarah perjalanan bangsa.
ADVERTISEMENT
Berwisata di Masjid Agung Banten akan membawa wisatawan membayangkan siar islam pada masa lampau. Dari segi arsitektur, selain atapnya yang melambangkan rukun islam, bagian lain masjid juga penuh dengan makna simbolis. Pintu masuk masjid yang berjumlah enam menyimbolkan rukun iman dalam islam. Pintu masjid ini sengaja dibuat pendek, pintu masuk tersebut membuat pengunjung merunduk sebagai simbol ketundukan kepada sang pencipta. Tiang masjid yang berjumlah 24 menyimbolkan waktu yang diberikan tuhan yakni 24 jam. Dengan demikian, masjid tidak semata sebagai tempat di mana hamba bermunajat kepada Tuhannya, tetapi juga sarana menginternalisasi nilai-nilai sejarah dan budaya. Kini masjid ini menjadi salah satu objek wisata yang padat dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah yang biasanya bermaksud untuk berziarah. Namun, tidak jarang juga masjid ini menjadi tujuan bagi turis-turis asing yang ingin melihat keindahan sisa-sisa kejayaan Kesultanan Banten.
Tampak Halaman Masjid Agung Banten (sumber: Dokumen Pribadi)
Seiring berjalannya waktu, fungsi masjid kini juga makin berkembang. Masjid Agung Banten ini memiliki bentuk bangunan yang unik dan megah hingga menimbulkan keinginan masyarakat untuk menjadikan masjid sebagai objek wisata religi. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya pengunjung yang mendatangi Masjid Agung Banten. Banyak dari mereka yang tidak hanya beribadah saja, melainkan berfoto bersama keluarga. Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi masjid dari zaman ke zaman akan mengalami perkembangan, bukan hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga bisa dijadikan sebagai objek wisata religi. Wisatawan yang ingin berkunjung ke masjid ini gratis dan tidak dipungut biaya. Akan tetapi, terdapat kotak amal yang disediakan yang diletakkan di depan pintu masuk area parkir. Wisatawan bisa memberikan uang seikhlasnya jika berkenan dan dimasukkan ke dalam kotak amal tersebut. Masjid ini dibuka selama 24 jam setiap harinya. Fasilitas yang disediakan oleh Masjid Agung Banten ini sudah sangat memadai.
ADVERTISEMENT
Banyaknya peziarah yang datang dari berbagai tempat, tentu mendatangkan berkah bagi masyarakat sekitar makam dan pasti dapat dihitung nilai ekonominya(Artanti & Adinugraha, 2020). Karena adanya objek wisata dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar, baik itu sebagai pegawai ataupun dengan berjualan. Di sekitar Masjid Agung Banten banyak masyarakat yang berjualan makanan, minuman, dan aksesoris. Biasanya wisatawan setelah selesai mengunjungi Masjid Agung Banten akan melewati para penjual yang berjualan di kiosnya masing-masing. Jadi, wisatawan bisa membeli oleh-oleh dari penjual tersebut sebagai cenderamata.
Daftar Pustaka:
Artanti, A., & Adinugraha, H. H. (2020). AmaNU: Jurnal Manajemen dan Ekonomi. Jurnal Manajemen Dan Ekonomi, 3(2), 2620–7680. http://repository.usu.ac.id
Indriastuty, H. R., Efendi, A. R., & Saipudin, A. I. (2020). Bangunan Masjid Agung Banten sebagai Studi Sosial dan Budaya. Pattingalloang, 7(2), 119–132. https://ojs.unm.ac.id/pattingalloang/article/view/13517
ADVERTISEMENT