Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
AI dan Hubungan Emosional: Mampukah Menjadi Sahabat Curhat?
8 Januari 2025 15:04 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari bertha esthivia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tanpa kita sadari, di era digital ini kita sudah semakin akrab dengan penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) tapi sebenarnya AI ini apa, sih? Menurut John McCarthy, AI adalah suatu proses yang diterapkan pada teknologi supaya bisa menirukan cara berpikir manusia dan membuat mesin dapat melakukan tugas yang dikerjakan manusia. Nah, untuk menirukan cara berpikir manusia, AI menggunakan algoritma dan model matematika yang memungkinkan sistem untuk belajar dari data dan mengenali pola sehingga bisa membuat keputusan yang cerdas.
ADVERTISEMENT
Dan, tahu gak, sih? Berdasarkan survei yang dilakukan Statista Consumer Insights di tahun 2024 lalu, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara yang paling senang menggunakan AI sehari-hari. Dalam survei tersebut, 41% responden di Indonesia mengungkapkan ketertarikan mereka dalam menggunakan AI, misalnya ChatGPT, untuk berbagai hal.
Salah satu fungsi AI bagi generasi muda saat ini adalah menjadi teman curhat. Unik, ya, kok bisa curhatnya malah sama AI? Teman-teman pernah coba gak?
Menurut orang-orang yang pernah atau bahkan suka curhat ke AI, katanya, sih, curhat sama dia itu seru dan rasanya lebih nyaman. Hal itu terjadi karena adanya ketakutan akan penolakan, dihakimi, atau bahkan cerita kita disebarkan ke orang lain kalau berbagi cerita ke orang yang salah. Nah, di sini lah penggunaan AI memberikan kenyamanan karena AI diatur untuk membantu manusia, sehingga dia bisa menjadi pendengar yang baik tanpa memberikan tekanan. Kemudian, sebagai teman curhat, respons yang diberikan juga bisa menenangkan dan membantu memberikan tips untuk mengatasi masalah yang kita alami. Selain itu, aksesibilitas AI juga mudah, kita gak perlu mikirin waktu karena AI bisa diakses 24 jam dan bisa diakses dimana saja. Misalnya di Amerika Serikat, penggunaan aplikasi Woebot yang menggunakan AI untuk mendukung masalah kesehatan mental, sudah terbukti efektif dalam membantu pengguna mengelola emosinya.
ADVERTISEMENT
Namun, meskipun curhat ke AI menawarkan banyak kemudahan dan keuntungan, tetap saja AI gak bisa sepenuhnya mengerti perasaan serta emosi manusia yang kompleks. Memang aplikasi atau chatbot AI biasanya dilengkapi Emotion AI atau kecerdasan buatan yang memberikan kemampuan untuk menafsirkan dan merespons emosi manusia, tetapi AI tetap tidak punya kemampuan kognitif yang sama seperti manusia. Jadi, walaupun sudah dirancang sedemikian rupa, aplikasi atau chatbot AI masih kesulitan untuk menangkap gimana, sih, intensitas emosi kita dan akhirnya akan memberikan respons yang umum atau kurang personal. Selain itu, ada juga masalah keamanan dan privasi data yang perlu kita waspadai, tentang bagaimana data percakapan kita dengan AI disimpan dan digunakan oleh orang-orang yang ada di balik teknologi tersebut. Penting buat kita untuk berhati-hati dengan keamanan dan privasi data kita, jadi, lebih baik jangan cerita hal-hal yang sifatnya terlalu pribadi, ya, ke AI!
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, jika menggunakan aplikasi atau chatbot AI yang tepat, sebenarnya dapat membantu kita untuk meluapkan emosi yang ada di dalam diri kita, tetapi kita tetap perlu ingat bahwa AI belum bisa memahami emosi yang kompleks dan tidak terstruktur, serta tidak bisa menggantikan manusia.
Secara keseluruhan, AI memiliki potensi yang besar untuk menjadi teman curhat dan membantu mendukung kesehatan mental kita, tetapi dalam pengembangannya perlu kerjasama dengan ahli psikologi untuk memastikan teknologi ini benar-benar dikembangkan dengan etika dan kepedulian terhadap kesejahteraan manusia, serta perlu kebijakan yang ketat terhadap perlindungan data.