4 Keunggulan Popcorn yang Membuatnya Tak Tergantikan di Bioskop

Bhagaskoro Pradipto
Stay at home dad, menyambi esais dan editor di ghibahin.id
Konten dari Pengguna
5 November 2021 15:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bhagaskoro Pradipto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Popcorn ringan dibawa traveler. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Popcorn ringan dibawa traveler. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu berselang, seorang kawan mengunggah story Instagram mengenai situasi di bioskop, sebelum ia masuk ke teater untuk menonton film. Unggahannya ini memancing saya untuk bertanya lebih jauh tentang pengalamannya menonton setelah cukup lama bioskop tutup, sekaligus menanyakan bagus atau tidaknya film yang ia tonton.
ADVERTISEMENT
Meski telah melepas rindu dengan bioskop, ia ternyata mengaku masih kurang puas. Sebabnya, gerai makanan di bioskop belum diizinkan buka saat itu, sehingga ia tidak dapat membeli popcorn yang biasa menemaninya menonton film. Kekecewaannya ketika nonton tanpa makan popcorn ini mengingatkan pada beberapa pengalaman konyol yang pernah saya alami.
Di masa lalu, saya sempat penasaran tentang bagaimana popcorn bisa begitu identik dengan kegiatan nonton di bioskop. Meskipun di waktu belakangan gerai makanan di bioskop mulai menjual berbagai kudapan lain, dominasi popcorn di bioskop tetap tak terusik, tetap laku meski harganya tidak murah. Hal ini setidaknya telah dibuktikan oleh teman saya tadi.
Beberapa kali saya pernah mencoba menantang dominasi popcorn dengan membawa camilan lain dari luar bioskop. Namun, setelah berbagai percobaan yang sebagiannya berakhir mengenaskan, saya akhirnya bisa memahami bahwa popcorn memang memiliki kualitas-kualitas tertentu yang sulit disaingi oleh camilan lainnya.
ADVERTISEMENT
Pertama, popcorn dibuat dengan biaya produksi yang bisa dibilang rendah. Bahan dasarnya hanya jagung, mentega, dengan garam atau gula sebagai variasi rasa. Proses pembuatannya lebih mudah dibandingkan kudapan lainnya di bioskop, sehingga dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang lebih sedikit.
Dengan biaya produksi rendah, popcorn bisa dijual dengan harga lebih mahal dan mendatangkan banyak cuan bagi pemilik bioskop. Besarnya cuan inilah rupanya yang menjadi alasan mengapa popcorn tidak pernah absen dalam jajaran camilan yang dijajakan di berbagai jaringan bioskop.
Kedua, popcorn tidak bersuara nyaring ketika dikunyah. Tekstur popcorn cenderung lembut, sehingga mudah lumer ketika berada di dalam mulut.
Salah satu usaha saya menggugat dominasi popcorn adalah membawa marning, camilan yang sama-sama berbahan dasar jagung. Saya tahu bahwa bioskop umumnya melarang penonton membawa makanan dari luar. Namun dengan sedikit trik, marning bisa lolos dari pemeriksaan petugas keamanan.
ADVERTISEMENT
Saat itu, saya yakin bahwa marning layak bersaing dengan popcorn. Toh, pada hakikatnya popcorn dan marning sama saja, rasanya pun sama-sama asin. Harga marning juga jauh lebih murah. Dengan sepuluh ribu rupiah, kita bisa mendapat sebungkus besar, yang bahkan butuh waktu dua hingga tiga hari untuk menghabiskannya sendirian.
Namun ketika film diputar dan saya mulai mengunyah marning, saya menyadari sesuatu yang luput dari perhitungan. Marning yang bertekstur keras, menimbulkan suara nyaring saat dikunyah.
Gemeretak gigi saya beradu dengan marning ternyata sampai membuat beberapa penonton di depan menoleh mencari sumber bunyi. Selain itu, saya juga gagal mendengar dialog film dengan baik, karena telinga saya sendiri bising dengan bunyi gemeretak ini, saking nyaringnya. Karena sulit mendengar suara film, saya jadi kehilangan fokus dalam mengikuti jalan ceritanya.
ADVERTISEMENT
Dari sinilah saya sadar bahwa popcorn memang lebih superior dari marning, dan jelas lebih cocok dengan kebutuhan bioskop yang penontonnya mendambakan kekhusyukan saat menikmati film.
Ketiga, popcorn punya aroma yang tidak menyengat. Sayangnya, saya menyadari hal ini melalui kejadian yang memalukan yang tak ingin saya ulangi lagi.
Suatu ketika, saya menyanggupi ajakan teman-teman di Jakarta untuk nonton bioskop. Karena baru saja menyelesaikan perjalanan bisnis di Semarang, saya membawa tahu bakso sebagai oleh-oleh, yang niatnya akan kami makan bersama-sama ketika nongkrong setelah selesai dari bioskop.
Tapi karena keburu lapar, saya akhirnya tergoda untuk membuka kotak tahu bakso yang saya simpan dalam tas. Ketika akhirnya kotak dan balutan plastik tahu bakso dibuka, aroma kuat daging dan bawang menyeruak, menggegerkan seisi bioskop. Terdengar suara penonton lain berkasak-kusuk, mempergunjingkan aroma tahu bakso yang aduhai itu.
ADVERTISEMENT
Setelah peristiwa memalukan itu, saya sadar bahwa perkara aroma inilah yang justru menjadi keunggulan popcorn. Karena bahan-bahannya yang sederhana, aroma popcorn tergolong moderat. Paling-paling cuma aroma mentega yang bisa tercium, itupun di awal saja, saat popcorn baru jadi.
Ternyata, makanan beraroma kuat bisa merusak fokus penonton lain, bahkan membuat situasi di bioskop jadi geger.
Keempat, popcorn lebih mudah dibersihkan. Petugas kebersihan bioskop punya waktu yang sangat terbatas untuk membersihkan teater dan mengembalikan kondisinya seperti semula. Bayangkan jika ada penonton yang membawa arem-arem, kemudian jatuh dan terinjak di lantai bioskop. Membersihkannya akan membuang waktu para petugas kebersihan yang mestinya digunakan untuk memperhatikan banyak detail lain.
Sebaliknya, meski popcorn pasti berceceran di lantai dan di sudut-sudut tempat duduk, petugas kebersihan lebih mudah membersihkannya dengan sapu dan penyedot debu. Remah-remahnya ringan dan kering, sehingga tidak banyak melawan saat disapu dan mudah terisap oleh penyedot debu. Petugas kebersihan juga tak perlu pusing dengan noda membandel atau sisa-sisa makanan yang lengket.
ADVERTISEMENT
Itulah berbagai keunggulan popcorn yang membuatnya sulit ditandingi sebagai camilan utama di bioskop. Popcorn bisa tetap laku walau dijual dengan harga yang tidak murah, karena ia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah aktivitas kultural yang telah lekat dengan kehidupan urban, yakni menonton bioskop.
Meski banyak orang menyarankan berbagai alternatif camilan yang mesti dicoba saat nonton, masih sulit rasanya membayangkan popcorn akan dapat tergantikan sebagai camilan wajib di bioskop.