Percayalah, kumparan Itu Biasa-biasa Saja

Billi Pasha Hermani
See no evil, hear no evil, speak no evil, maybe.
Konten dari Pengguna
17 Januari 2019 19:28 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Billi Pasha Hermani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Percayalah, kumparan Itu Biasa-biasa Saja
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Tunggu, jangan buru-buru menyodorkan Surat Peringatan, wahai hadirin dan hadirat, serta para redaktur dan BoD yang terhormat. Saya bisa meluruskan segalanya tentang kalimat yang tertulis pada kolom judul di atas.
ADVERTISEMENT
---
Biasa atau cukup, tak lebih, tak juga kurang. Itu jauh lebih baik daripada serba kekurangan dan terlalu berlebihan. Demikian sekiranya yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Itulah mengapa saya berusaha untuk tidak menabur banyak pujian ataupun menyimpan dendam teramat dalam. Sewajarnya saja. Lagi pula, tak bisa juga saya menjelaskan panjang lebar betapa bahagianya menjadi famili kumparan yang ujung-ujungnya klise.
C'mon, man, kadang hidup tak seindah itu. Apalagi untuk orang yang bekerja sebagai wartawan yang dituntut tangkas, tangkas, dan tangkas.
Percayalah, kumparan Itu Biasa-biasa Saja (1)
zoom-in-whitePerbesar
Sad but true, pekerjaan saya lebih mendekati cenayang ketimbang wartawan. Meramal bagaimana jalannya pertandingan sepak bola dan kesebelasan mana yang bakal keluar sebagai pemenang--pendek kata demikian.
Eh, tapi tak sependek itu, ya, aslina. Kalau sampai ramalan melenceng terus menerus kredibilitas kumparanSPORT bakal dipertanyakan. Lalu merembet ke desk kumparan lainnya. Kemudian, pageview jeblok hingga akhirnya para investor mengurungkan niatnya untuk menanamkan duit, lalu sampailah kita pada kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT
See? Betapa pentingnya tugas saya di kumparan. Yah, setidaknya dalam perspektif saya sendiri. LOL!
Masuk malam lima hari tiap tiga minggu sekali. Gitu aja terus dari dua tahun lalu. Jadi, harap maklum bila saya sering kehilangan momentum untuk, ehem, malam mingguan. Itu belum dengan wabah masuk angin, pegel linu, dan ngelu-ngelu yang bertalu-talu.
Duka-duka, eh, suka-duka inilah yang menghiasi hari-hari saya di sini, di bilangan Jati Murni. Capek? Absolutely.
Percayalah, kumparan Itu Biasa-biasa Saja (2)
zoom-in-whitePerbesar
Tapi, (sejauh ini) saya mengerti bahwa semua-muanya di semesta ini butuh yang namanya pengorbanan untuk merealisasikannya. Ada konsekuensi yang mesti ditelan dalam-dalam. Apalagi untuk saya ini, yang (sialnya) punya cita-cita mulia ingin terus menelurkan karya yang diharapkan mampu mencerdaskan anak bangsa.
ADVERTISEMENT
Alinea empat sampai delapan di atas mencatut risiko dan konsekuensi yang mesti didapat dari keinginan muluk saya. Tak sedikit, akan tetapi saya percaya bahwa tak ada yang benar-benar instan di dunia ini, tak terkecuali Sarimi. Melalui jalan ini, saya yakin akan menemukan kepuasan sejati nanti. Wow!
Percayalah, kumparan Itu Biasa-biasa Saja (3)
zoom-in-whitePerbesar
Saya bersyukur bisa bertemu nyaris tiap hari dengan Sir Yusuf Arifin a.k.a Dalipin dan Mas Rossi Finza Noor di kumparan. Dulu cuma bisa mantengin tulisan mereka via layar lapy, kini tempat duduk kami cuma terpisah beberapa senti.
Menjadi spesial karena Sir Dal dan Mas Rossi termasuk pelopor dan penggerak aliran football writing di Indonesia. Kombinasi yang komplit untuk menambah bekal pengalaman saya menulis bal-balan di Bandung sebelumnya. Ah, sudah-sudah. Saya tak mau menulis banyak tentang diri sendiri. Wong, ini hari perayaan ulang tahunnya kumparan yang kedua.
ADVERTISEMENT
Catatan: Alangkah baiknya bila kumparan memberi hadiah kepada cenayang ini. Tambahan saldo go-pay juga nggakpapa. Toh, nantinya bakal ludes buat ongkos ngantor juga.