Konten dari Pengguna

Andong Malioboro : Semangat Tak Kenal Usia di Tengah Riuh Kota Yogyakarta

Bilqis Shafa Aulia
Hallo! Saya Bilqis Shafa Aulia, mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY yang memiliki minat mendalam di bidang Public Relations. Dalam tulisan ini saya senang berbagi pengalaman dan bisa menginspirasi para pembaca. Selamat membaca tulisanku!
20 Januari 2025 10:34 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bilqis Shafa Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana andong di Malioboro Yogyakarta pada siang hari. Dokumentasi pribadi : Bilqis Shafa.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana andong di Malioboro Yogyakarta pada siang hari. Dokumentasi pribadi : Bilqis Shafa.
ADVERTISEMENT
Yogyakarta - Matahari siang yang menyengat tak mematahkan semangat para kusir andong di Jalan Malioboro, Yogyakarta. Sosok seorang pria tua, dengan senyum ramah dan tangan kokoh menggenggam kendali tali kuda, menyapa setiap pengunjung yang berlalu. Meski usianya telah senja dan kampung halamannya jauh dari hiruk-pikuk Malioboro, semangatnya tak pernah pudar untuk menjemput rezeki dari keramaian wisata kota budaya ini.
ADVERTISEMENT
Jalan Malioboro, sebagai ikon wisata Yogyakarta tak pernah sepi dari lalu-lalang pengunjung. Di tengah suara ramai nya para wisatawan yang berbelanja dan berfoto, suara tapak kaki kuda menjadi pemandangan khas yang sulit dilewatkan. Andong tidak sekadar moda transportasi wisata, melainkan warisan budaya yang terus bertahan di era modern. Namun, keberadaannya tidak hanya soal kuda atau kereta kayu, melainkan juga tentang para kusir yang dengan penuh semangat menjadi nyawa dari perjalanan tersebut dengan usia yang sudah lanjut.

Kisah Mbah Kasiran : Semangat Menantang Waktu

Mbah Kasiran, seorang kusir andong di Malioboro Yogyakarta, wawancara dilakukan pada Rabu 11 Desember 2024 Dokumentasi pribadi : Bilqis Shafa.
Di antara kusir andong yang berkumpul di pinggir jalan, ada sosok Mbah Kasiran (75), seorang pria paruh baya yang berasal dari Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Beliau sudah bekerja menjadi kusir andong sejak tahun 1973. Dengan mengenakan baju surjan lurik khas Jogja lengan panjang dan blangkon di kepala, Mbah Kasiran terlihat penuh energi meski usianya tak lagi muda.
ADVERTISEMENT
Tantangan usia tak menyurutkan langkahnya. Meski pendengaran dan bicaranya mulai memudar, Mbah Kasiran tetap ramah menyapa wisatawan. Bahkan, ia pernah mengalami insiden terjatuh dari andong di tengah keramaian. Namun, semangatnya tak pernah padam. “Insya Allah, Mbah kuat. Namanya musibah kita nggak pernah tahu. Yang penting tetap hati-hati.” tuturnya bijak. Tampak ceria dan ramah kepada wisatawan meskipun kala itu cuaca panas menyinari keadaan di siang hari itulah sosok Mbah Kasiran yang tidak pernah putus asa terhadap pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Bagi para kusir seperti Mbah Kasiran, andong adalah mata pencaharian utama. Pendapatan dari andong lah yang menjadi sumber rezeki untuk menopang kehidupan keluarga. Namun, pekerjaan ini tidak mudah. Cuaca panas, persaingan antar-kusir dan tuntutan wisatawan untuk pelayanan terbaik menjadi tantangan yang harus dihadapi setiap hari. Kecintaannya terhadap andong tidak membuat Mbah Kasiran keberatan setiap harinya untuk menarik pelanggan menaiki andongnya. Beliau tetap berusaha keras dengan tenaga dan keringat yang di keluarkan demi sepersen uang guna mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Menikmati suasana sejuknya Malioboro sambil melamun di atas kursi andong, Mbah Kasiran tersenyum dan menunduk sambil mengucap syukur kepada Tuhan masih diberikan panjang umur dan sehat selalu. Membuat nya Mbah Kasiran tak putus asa melanjutkan sisa hidupnya abadi menjadi seorang kusir andong. Hal ini membuat terharu melihat semangatnya Mbah Kasiran tetap membara di usia yang sudah lanjut usia.
ADVERTISEMENT

Mbah Darto : Penjaga Tradisi di Tengah Modernisasi

Mbah Darto Harjono seorang kusir andong di kawasan Malioboro Yogyakarta, wawancara dilakukan pada Rabu 11 Desember 2024. Dokumentasi pribadi : Bilqis Shafa.
Di bawah terik matahari, Mbah Darto (70) asal Imogiri Timur, Yogyakarta setia menanti pelanggan di depan Pasar Beringharjo. Sejak 1970-an hingga saat ini, ia menjadi kusir andong dengan tarif Rp150 ribu. Namun, persaingan dan tawar-menawar harga sering membuat pekerjaannya kian menantang dan semakin sulit untuk mendapatkan target keuntungan yang ia dapat.
Ketika ditanya tentang motivasinya, Mbah Darto menjawab dengan mata berkaca-kaca, “Kalau bukan dari menarik andong, mungkin saya tidak bisa makan sehari-hari. Tapi saya yakin, semuanya sudah diatur oleh Tuhan. Rezeki itu ada bagi yang berusaha. Saya juga ingin wisatawan senang naik andong, biar ada kenangan indah tentang Jogja. Kalau mereka puas, saya juga ikut senang.”
ADVERTISEMENT

Andong: Lebih dari Sekadar Transportasi

Tidak banyak wisatawan yang tahu bahwa sebagian besar kusir andong di Malioboro berasal dari desa-desa yang cukup jauh dari kota. Mereka datang setiap pagi hingga malam hari. Keadaan ini tidak membuat semangat mereka untuk memberikan pengalaman terbaik bagi para pengunjung Malioboro. Keberadaan para kusir andong seperti Mbah Kasiran dan Mbah Darto memberikan warna tersendiri bagi Malioboro. Mereka tidak hanya mengantarkan wisatawan berkeliling kota, tetapi juga menyuguhkan cerita seputar Jogja dan juga tentang semangat hidup yang tak mengenal usia.
“Melihat para kusir andong di kawasan Malioboro ini, membuat saya terharu dan sebagian mereka yang bekerja menjadi kusir sudah lanjut usia. Dengan cuaca yang panas dan hujan, Pak Kusir tetap mengemudikan andongnya. Mungkin bagi sebagian orang usia yang sudah tidak muda lagi bisa jadi alasan untuk istirahat, tapi Pak Kusir tetap berjuang menghidupi dirinya dengan cara yang sederhana namun penuh makna. Bahkan, senyum beliau selalu hadir meskipun tampaknya beliau lelah. Itu membuat saya lebih menghargai kerja keras orang-orang seperti beliau. Meskipun sudah tua, pekerjaan ini memberikan kebahagiaan, terutama bisa berinteraksi dengan pengunjung seperti saya.” Ucap Namira sambil duduk di kursi jalan Malioboro sebagai wisatawan asal Jakarta pada saat itu. Rabu (11/12).
ADVERTISEMENT
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi transportasi dan kemajuan pariwisata, andong tetap bertahan sebagai salah satu daya tarik utama Malioboro. Namun, tantangan mempertahankan keberadaannya di era saat ini semakin besar. Jumlah kusir andong makin berkurang, seiring usia para kusir yang menua dan minimnya regenerasi.
Meski demikian, para kusir berharap tradisi ini tetap di lestarikan sebagai identitas Yogyakarta. Dan selebihnya ikon Malioboro andong dijadikan ciri khas yang harus dan tetap ada sampai dengan ke depannya, Meskipun zaman semakin canggih dan modern. Kalau bukan kita yang melestarikan dan menjaga ciri khas budaya jawa siapa lagi.
ADVERTISEMENT
Bagi wisatawan, menaiki andong bukan sekadar berkeliling Malioboro, melainkan sebuah kenangan menyelami sejarah dari budaya kota ini. Banyak dari mereka yang takjub melihat semangat para kusir seperti Mbah Kasiran dan Mbah Darto, dengan segala keterbatasan tetap menjaga tradisi dan mata pencaharian turun-temurun.
Dengan segala keunikan dan semangat para kusir andong di Malioboro, bukan sekadar moda transportasi, melainkan simbol perjuangan dan ketulusan dalam menghidupi budaya Jawa. Mereka hadir sebagai saksi bisu dari keindahan Malioboro yang terus memikat hati para wisatawan. Di tengah modernisasi yang terus maju, para kusir andong di Malioboro seperti Mbah Kasiran dan Mbah Darto tetap teguh dengan peran mereka. Semangat yang tak pudar oleh usia, jarak, dan waktu menjadi bukti bahwa tradisi masih dapat bertahan, asalkan ada kecintaan yang mendalam.
ADVERTISEMENT