Konten dari Pengguna

Otentisitas dan Komersialisasi: Dilema Pengrajin Wayang Kulit Era Modernisasi

Bilqis Rifdah Hanifah
Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret.
7 Desember 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bilqis Rifdah Hanifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Wayang Kulit. (Foto: Andoll/Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wayang Kulit. (Foto: Andoll/Pexels)
ADVERTISEMENT
Wayang kulit adalah warisan yang berharga bagi masyarakat. Nilai, norma, dan tradisi yang terkandung di dalamnya menjembatani pola berpikir manusia. Wayang kulit lebih dari sekadar aksesoris semata, tetapi juga merupakan identitas bersama dalam suatu kelompok. Maka dari itu, pelestarian wayang kulit adalah upaya yang tidak boleh padam sampai kapanpun. Dalam hal ini, pengrajin wayang kulit memainkan peran yang amat penting. pengrajin wayang kulit senantiasa ikut andil dalam pengembangan dan penyebaran wayang kulit. Mereka tak hanya berperan sebagai penjaga tradisi, tetapi juga sebagai aktor yang mampu mengadaptasi wayang kulit dalam menghadapi tantangan zaman yang bervariasi.
ADVERTISEMENT
Namun, seringkali pengrajin wayang kulit dihadapkan dengan dilema yang kompleks antara otentisitas budaya dan komersialisasi. Keadaan ini dalam kacamata ekonomi selaras dengan konsep trade off. Trade off merupakan konsep yang mengacu pada pengorbanan seseorang dalam hal tertentu untuk mendapatkan hal lain yang dinilai lebih berharga. Dalam kasus ini, pengrajin wayang kulit diharuskan untuk memilih salah satu diantara otentisitas budaya dan komersialisasi pada produk mereka.
Otentisitas Budaya Pada Wayang Kulit
Otentisitas budaya merupakan konsep mempertahankan keaslian nilai dalam suatu budaya yang telah diwariskan dari generasi terdahulu hingga saat ini. Otentisitas menjadi penting karena mencerminkan indentitas dan memberi rasa yang mendalam oleh kelompok tertentu. Selain itu, menitikberatkan pada otentisitas juga berarti upaya mempertahankan kualitas dari wayang kulit itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, menjaga otentisitas wayang kulit juga memiliki konsekuensi negatif bagi pengrajin wayang kulit. Konsekuensi pertama adalah kesulitan ekonomi. Mempertahankan otentitas produk berdampak pada keterbatasan pengrajin wayang kulit dalam memproduksi barang. Otentisitas wayang kulit fokus pada teknik khusus dan bahan baku tertentu. Dalam hal ini, teknik khusus yang dilakukan dapat menyebabkan inefisiensi dalam waktu produksi. Selain itu, terpatok pada bahan baku tertentu memungkinkan modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang dapat beradaptasi dengan bahan baku lain.
Konsekuensi selanjutnya adalah keterbatasan pasar dan risiko kepunahan. Pada era modernisasi saat ini, relevansi terhadap wayang kulit telah berubah. Dewasa ini, minat terhadap wayang kulit semakin menurun. Hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup, pengaruh budaya asing dan preferensi konsumen. Inovasi adalah hal yang sulit dilakukan apabila pengrajin wayang kulit menitikberatkan pada otentisitas budaya. Padahal, pasar wayang kulit otentik saat ini cenderung tidak mencukupi kebutuhan ekonomi pengrajinnya. Jika pengrajin wayang kulit tidak memperoleh dukungan finansial yang cukup, kemungkinan mereka untuk beralih pada pekerjaan lain sangat wajar terjadi.
ADVERTISEMENT
Komersialisasi Wayang Kulit
Lalu, bagaimana jika pengrajin wayang fokus pada komersialisasi? Interaksi antara kebudayaan dan ekonomi pada era modernisasi, mendorong persoalan mengenai aspek komersialisasi budaya, tak terkecuali terhadap wayang kulit. Komersialisasi budaya merujuk pada upaya mengintegrasi unsur-unsur budaya, seperti seni dan nilai di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan bisnis atau komersil.
Komersialisasi sering dipilih oleh pengrajin wayang kulit sebagai cara untuk memperluas pasar. Meningkatnya permintaan pada wayang kulit di pasar, menyebabkan para pengrajin wayang kulit harus memproduksi lebih banyak dalam waktu yang singkat. Dengan adanya komersialisasi produk-produk wayang kulit, keuntungan yang diperoleh pengrajin wayang kulit akan semakin besar. Namun, keadaan tersebut dapat menimbulkan celah dengan mengorbankan kualitas, teknik, bahan baku dan nilai-nilai yang terkandung dalam wayang kulit demi memenuhi tuntutan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Mencari Keseimbangan
Berdasarkan bacaan sebelumnya, fokus dengan salah satu pilihan antara otentisitas budaya dan komersialisasi tidak membuahkan hasil yang sesuai. Kedua hal tersebut memiliki celah harus dihindari oleh pengrajin wayang kulit. Perlu metode efektif yang memperhatikan otentisitas sekaligus mendatangkan keuntungan yang cukup. Maka dari itu, diperlukan keseimbangan bagi pengrajin wayang kulit dalam melakukan pekerjaan mereka. Berikut adalah beberapa cara yang dapat diterapkan untuk menjaga keseimbangan tersebut.
1. Inovasi Berdasarkan Tradisi.
Era modernisasi menyediakan wadah penuh inovasi yang dapat diterapkan dalam dunia perdagangan. Riset mengenai tren yang sedang berlaku lalu menerapkannya sebagai bahan inovasi produk, dapat memperluas pasar yang ada. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa inovasi yang dilakukan tidak boleh melanggar nilai-nilai tradisi yang ada. Dengan begitu, kebudayaan dan ekonomi dapat berjalan dengan seirama, tanpa mengurangi aspek-aspek tertentu pada keduanya.
ADVERTISEMENT
2. Diversifikasi Produk.
Mengembangkan varian produk wayang kulit dapat mencegah perilaku bosan bagi konsumen. Bahkan, metode ini dapat menarik minat dari konsumen baru. Diversifikasi yang dapat dilakukan contohnya mengembangkan wayang kulit menjadi dekorasi rumah, gantungan kunci dan lain sebagainya.
3. Metode Pemasaran Jitu.
Platform digital, seperti media sosial dapat berperan sebagai alat jitu pemasaran produk. Selain itu, dalam memasarkan produk, pengrajin wayang kulit dapat membuat metode unik yang dapat menarik minat orang-orang. Contohnya menggunakan tipe konten yang sedang disukai oleh khalayak atau menggunakan narasi yang menekankan pada makna atau cerita dibalik wayang. Selain dapat menjangkau lebih banyak orang, pelestarian wayang kulit akan semakin mudah dilakukan.
Dilema antara otentisitas budaya dan komersialisasi yang dihadapi oleh pengrajin wayang kulit adalah salah satu tantangan pada era modernisasi. Menitikberatkan pada salah satu metode tidak dapat membuahkan hasil yang sesuai. Oleh karena itu, diperlukan metode yang seimbang dalam memadukan kedua opsi yang ada. Dengan begitu, upaya untuk menjaga otentisitas pada wayang kulit sekaligus mendapatkan keuntungan yang lebih baik dapat dicapai. Apabila hal tersebut dapat berjalan seirama, maka wayang kulit dapat terus berkembang sebagai nilai dan identitas masyarakat pada era modernisasi.
ADVERTISEMENT
Bilqis Rifdah Hanifah, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret.