Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Menyelami Surga di Kaki Gunung Sindoro: Keajaiban Posong yang Memesona
7 Desember 2024 21:30 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Bima Kuncara Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Temanggung, Jawa Tengah – Di bawah kaki raksasa megah bernama Gunung Sindoro, tersembunyi sebuah keajaiban yang tak dapat diungkapkan dengan sebuah kata-kata. Posong, surga yang tak tersentuh oleh waktu, memanjakan mata dengan lukisan alam yang memadukan keagungan pegunungan, kesunyian yang menyentuh jiwa, dan keajaiban matahari terbit yang seolah datang dari langit pada 30 November 2024. Berlokasi di Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Posong adalah tempat bagi mereka yang haus akan ketenangan di tengah hiruk pikuk kota.
Menempuh Jalan Menuju Keajaiban
ADVERTISEMENT
Perjalanan menuju Posong adalah perjalanan menuju mimpi. Dimulai dari pusat kota Temanggung, waktu tempuh sekitar 45 menit terasa seperti melintasi gerbang untuk menuju ke dunia lain. Jalan beraspal yang ditemani oleh jalur berbatu bukanlah menjadi penghalang, melainkan tantangan yang membangkitkan semangat. Sepanjang jalan, hamparan kebun tembakau, pohon-pohon raksasa, dan udara yang menggigit menyambut setiap wisatawan dengan tangan terbuka.
Begitu tiba di Posong, wisatawan diselimuti oleh angin dingin yang menggigit kulit, seakan berbisik bahwa mereka telah sampai di negeri ajaib. Kabut yang meliuk-liuk lembut di kaki gunung menambah misteri, menjadikan tempat ini bak dunia khayalan yang turun dari cerita dongeng.
Ketika Matahari Menari di Langit Posong
Posong adalah panggung bagi matahari untuk menampilkan tariannya yang memukau. Setiap fajar, matahari muncul perlahan di antara Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Cahaya keemasan menyentuh lembah dan puncak gunung, menciptakan pemandangan yang mampu membuat siapa saja menahan napas dalam kekaguman.
ADVERTISEMENT
“Melihat matahari terbit dari atas sini seperti berada di ujung dunia. Cahaya yang muncul perlahan-lahan membuat aku merasa kecil di tengah kebesaran alam,” kata Ray, seorang wisatawan dari Temanggung kota, dengan mata berbinar.
Bagi banyak orang, ini bukan hanya matahari terbit, ini adalah pertunjukan agung, golden sunrise, yang dapat menghidupkan setiap sudut jiwa. Saat cuaca cerah, mata kita seakan menembus cakrawala. Pemandangan ini menjadi magnet bagi fotografer yang ingin mengabadikan keajaiban alam yang tak tertandingi.
Menjaga Surga Tetap Abadi
Keindahan Posong yang tiada tara diimbangi dengan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestariannya. Pengelola Posong memastikan setiap pengunjung memahami aturan untuk menjaga kebersihan dan keindahan alam. Sampah harus dibuang di tempatnya, dan tumbuhan yang tumbuh di kawasan ini tidak boleh dirusak.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan Posong juga menjadi nilai tambah. Mereka tidak hanya menjaga, tetapi juga mengambil peran aktif dalam menyambut dan melayani wisatawan. Dengan cara ini, Posong menjadi sumber penghidupan sekaligus kebanggaan bagi warga sekitar.
Pesan bagi Para Penjelajah Surga
Bagi siapa pun yang merindukan pelarian dari dunia yang penuh tekanan, Posong adalah jawabannya. Namun, perjalanan menuju surga ini memerlukan persiapan. Jaket tebal, sarung tangan, dan perlengkapan hangat adalah perlengkapan wajib untuk menghadapi dinginnya udara pagi di Posong.
Dengan harga tiket masuk hanya Rp 20.000, Posong menawarkan pengalaman yang jauh lebih berharga dibandingkan biayanya. Tetapi ingat, medan yang menantang membutuhkan kendaraan dalam kondisi prima dan kehati-hatian saat berkendara.
“Bagi saya tiket Rp 20.000 untuk keindahan alam yang tak dapat ditakar dengan kata ini sangat direkomendasikan menjadi salah satu wisata yang wajib dikunjungi apabila di Temanggung,” ujar Jovan, salah satu pengunjung yang matanya berkaca-kaca mengingat pengalamannya.
ADVERTISEMENT
Posong adalah lebih dari sekadar tempat wisata, ia adalah cerita yang terukir di hati setiap pengunjung, ia adalah pelarian, keajaiban, dan pelajaran tentang betapa besarnya kuasa alam.
Bima Kuncara Aji, Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Sebelas Maret