Konten dari Pengguna

Alasan Orang Kaya Menyukai Sistem Perpajakan Saat Ini

Bintang Be Real Hutabarat
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN jurusan Manajemen Keuangan Negara
13 Februari 2025 22:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bintang Be Real Hutabarat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Undang-undang menyebut bahwa tujuan utama pajak adalah mengadakan kesetaraan dan mengurangi kesenjangan. Walau begitu, banyak orang menilai sistem pajak yang ada justru sangat menguntungkan orang-orang super kaya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh peneliti Center of Economic and Law Studies, Total kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta rata-rata orang di Indonesia. Lalu, apakah total pajak yang dibayarkan 50 triliuner tersebut setara dengan pendapatan pajak dari 50 juta orang di Indonesia? Tentunya tidak.
Wealth tax sebagai solusi atas inefisiensi pajak terhadap orang kaya. sumber : https://pixabay.com/photos/taxes-tax-evasion-police-handcuffs-1027103/
Pada tahun 2017 lalu, sekumpulan aktivis pajak di Amerika Serikat menyuarakan aspirasi mereka dengan cara yang menarik, yaitu dengan menampilkan wajah orang-orang terkaya di dunia yang tertawa dengan tulisan “tax me if you can”. Pasalnya, orang-orang terkaya di dunia ini membayar persentase pajak yang sangat kecil dibandingkan orang-orang dengan status middle atau low income atas total harta yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Sebut saja Warren Buffet, salah satu investor paling berhasil di dunia, mengatakan bahwa dirinya membayar pajak hanya separuh dari yang dibayarkan oleh sekretarisnya. Begitu pula Elon Musk, orang terkaya di dunia saat ini, yang dilaporkan tidak membayar pajak sama sekali lantaran ia hidup dari uang pinjaman bank dengan jaminan saham-saham besar yang ia miliki.
Apa yang terjadi ? Celah Sistem Pajak saat ini
Sebagai ilustrasi, bayangkan anda membeli sebuah batu seharga Rp10,000. Seiring waktu berlalu, ilmuwan berpendapat bahwa batu ini dapat digunakan untuk membuat seseorang awet muda. Alhasil, 10 tahun kemudian nilai batu anda menjadi 150 juta rupiah. Kekayaan anda pun bertambah dari 10 ribu menjadi 150 juta rupiah.
ADVERTISEMENT
Masalahnya adalah pemerintah tidak melakukan penarikan pajak terhadap kenaikan nilai sebuah barang. Pajak pendapatan (Pph) terjadi ketika seseorang menukar tenaganya dengan gaji yang ia peroleh tiap bulan. Begitu pula pajak penjualan (Ppn) dan pajak-pajak lainnya. Namun pajak untuk kenaikan nilai sebuah barang masih menjadi hal yang cukup aktif diperdebatkan lantaran pemerintah masih kesulitan mencari dasar penarikan pajaknya.
Faktanya, 90% dari harta orang-orang super kaya tidak berada dalam bentuk yang likuid seperti uang, melainkan dalam bentuk saham atau investasi. Saham adalah bagian kepemilikan dari sebuah perusahaan yang nilainya dapat bertambah atau berkurang.
Bayangkan saja, dengan skill yang mumpuni, Warren Buffet muda membeli sebuah saham perusahaan dengan harga 4 dollar atau 60 ribu rupiah. Kini, saham tersebut berharga $421.000 atau hampir 7 milliar rupiah dan ia memiliki 240.000 saham seperti ini.
ADVERTISEMENT
Secara umum, pemerintah hanya dapat menarik pajak ketika terjadi transaksi. Apabila seseorang menjual saham atau mendapatkan dividen dari sahamnya, barulah ia dapat dikenakan pajak. Dengan demikian, seorang triliuner yang memiliki kekayaan 500 trilliun rupiah tidak membayar pajak sama sekali apabila ia tidak menjual sahamnya kepada siapa pun atau perusahaan-perusahaannya tidak mengeluarkan dividen saham.
Di Indonesia, ini didasarkan pada Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 bahwa kenaikan nilai saham yang belum diuangkan tidak perlu dilaporkan dalam spt, sementara hasil dari penjualan saham akan dikenakan tarif pajak sebesar 0,03% dari nilai kenaikan saham (capital gain).
Solusi : Mengapa kita butuh Pajak Kekayaan ?
Wealth Tax (pajak kekayaan) adalah pajak terhadap akumulasi harta bersih yang dimiliki seseorang. Dengan kata lain, total asset dikurangi dengan hutang. Pajak ini tidak diberlakukan ke semua orang, melainkan hanya orang dengan tingkat kekayaan yang sangat besar. Akumulasi tersebut meliputi harta, seperti properti, saham, obligasi, jet pribadi, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Ada sangat banyak potensi keuntungan yang didapatkan dari adanya wealth tax. Ekonom Amerika Serikat, Arun Advani, menyampaikan bahwa pajak kekayaan sebesar 1% saja terhadap orang dengan kekayaan di atas 150 milliar mampu menghasilkan pajak setara dengan yang dibayarkan oleh 22.000 masyarakat biasa. Lalu, apabila pajak ini diberlakukan pada seluruh orang super kaya akan menghasilkan tambahan pajak sebesar 140 trilliun rupiah. Ini adalah uang yang sangat besar. Uang 140 trilliun setara dengan membiayai biaya kuliah 4,2 juta mahasiswa atau membangun 18.000 sekolah.
Sebagai alternatif, kita juga bisa menggunakan pajak kekayaan sebagai pengurang besaran pajak-pajak lainnya. Pemerintah dapat mengurangi tarif pajak penghasilan, pajak kendaraan, ataupun pajak lainnya terutama kepada masyarakat kecil-menengah dan menggantikannya dengan pendapatan dari pajak kekayaan.
ADVERTISEMENT
Tantangan : Mengapa Pajak Kekayaan Sulit untuk Diterapkan ?
Nyatanya, menerapkan pajak kekayaan dalam sebuah negara tidak semudah yang dibayangkan. Pada tahun 1990, terdapat 12 negara di Eropa yang memberlakukan pajak kekayaan. Saat ini, hanya terdapat 3 negara yang tetap mempertahankannya, yaitu Spanyol, Swiss, dan Norwegia.
Pertama, sulitnya melakukan valuasi kekayaan. Menghitung kekayaan seseorang tidak semudah yang dibayangkan. Para ekonom berpendapat bahwa pajak kekayaan adalah pajak yang mudah untuk dihindari.
Seseorang dapat dengan mudah mengatakan bahwa dana pensiun yang ia tabung bukanlah untuknya dan hal ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan di pengadilan. Begitu pula menilai aset perusahaan, karya seni, seperti lukisan yang akan sangat sulit untuk diperkirakan nilai pastinya. Dibutuhkan sumber daya yang banyak dan proses yang panjang untuk melakukan valuasi ini.
ADVERTISEMENT
Kedua, minimnya jumlah uang cash yang dimiliki. Uang fisik (cash) hanya didapatkan ketika seseorang melakukan transaksi. Sementara itu, kenaikan nilai saham, properti, ataupun tanah tidak menghasilkan uang fisik sama sekali. Ini menjadi masalah lainnya dari pajak kekayaan yang akhirnya mendorong orang-orang kaya untuk menghindari pajak ini.
Ada juga beberapa masalah lain, seperti para pengusaha yang menghindar dengan cara pergi berbisnis ke negara lain dan pengurangan pajak orang-orang kaya (tax credit) yang nilainya sangat besar sampai-sampai cukup untuk menutup pajak yang seharusnya mereka bayarkan dari pajak kekayaan ini.
Jalan keluar : Design Pajak Kekayaan yang Baik
Kembali berkaca dari negara yang menerapkan wealth tax. Norwegia dan Swiss adalah negara-negara dengan ekonomi terbaik di dunia. Mereka menerapkan pajak kekayaan sejak 1840 dan pajak ini menyumbang angka 4% dari total pajak yang diperoleh. Statistik menunjukkan bahwa kedua negara ini tetap memiliki pendapatan per kapita orang kaya yang tinggi di antara negara-negara eropa lainnya dengan jumlah investasi yang juga meyakinkan.
ADVERTISEMENT
Ahli Keuangan dan investasi, Merryn Somerset Webb, menyampaikan bahwa masyarakat adalah pihak yang mampu berimprovisasi, terutama dalam conteks wealth tax yang melibatkan orang-orang terkaya di dunia. Pajak kekayaan terbukti dapat menghasilkan tambahan pajak yang signifikan bagi negara. Dengan struktur regulasi yang teliti dan komprehensif, pemerintah akan dapat memberlakukan pajak kekayaan dengan baik dan mengurangi kesenjangan masyarakat.
Bintang Be Real Hutabarat