Konten dari Pengguna

Literasi Digital dan Minat Baca Buku di Kalangan Generasi Muda: Quo Vadis?

Bintang Priambodo
Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga
15 November 2024 12:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bintang Priambodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
author sedang membaca buku di taman
zoom-in-whitePerbesar
author sedang membaca buku di taman
ADVERTISEMENT
Literasi digital adalah kemampuan untuk mencari, menilai, menggunakan, dan menciptakan informasi melalui teknologi digital secara efektif dan etis. Ini meliputi pemahaman tentang cara kerja perangkat digital, internet, dan media sosial, serta kemampuan untuk menavigasi, menilai kredibilitas sumber informasi, dan memproduksi konten secara aman dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Literasi digital yang berkembang pesat telah mengubah cara masyarakat, khususnya generasi muda, mengakses dan mengonsumsi informasi. Media sosial dengan segala kemudahannya menjadi sumber utama informasi yang serba cepat dan ringkas. Namun, fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: ke mana arah literasi digital membawa minat baca generasi muda, terutama terhadap buku?
Generasi muda kini terbiasa dengan informasi singkat yang cepat dikonsumsi. Platform seperti Instagram, TikTok, dan X (sebelumnya Twitter) menyediakan konten berupa caption pendek, video singkat, dan gambar yang dapat diserap dalam hitungan detik. Pola ini menciptakan kebiasaan membaca yang dangkal, jauh berbeda dari membaca buku yang membutuhkan waktu dan kedalaman pemikiran.
Minat generasi muda yang tinggi terhadap konten visual dan audiovisual memperlemah daya tarik buku cetak yang hanya mengandalkan teks. Meski buku dapat merangsang imajinasi dan berpikir kritis, mereka kalah bersaing dengan video dan gambar yang lebih interaktif dan cepat dicerna.
ADVERTISEMENT
Kemampuan fokus yang diperlukan untuk membaca buku panjang sering kali terganggu karena kebiasaan multitasking yang dipupuk oleh media sosial. Generasi muda cenderung berpindah dari satu konten ke konten lain dalam waktu singkat, membuat mereka sulit meluangkan waktu untuk membaca dan memahami buku secara mendalam.
Informasi yang beredar di media sosial sering kali bersifat superfisial, dan generasi muda cenderung mencari konten yang instan dan mudah dicerna. Buku, di sisi lain, menawarkan pengetahuan yang lebih mendalam dan reflektif. Jika kecenderungan membaca dangkal ini terus berlanjut, ada kekhawatiran bahwa generasi mendatang akan kehilangan apresiasi terhadap literatur yang kaya dan penuh wawasan.
Mau Dibawa Kemana?
Pertanyaan ini menjadi penting dalam meninjau arah perkembangan literasi digital. Apakah literasi digital hanya akan menjadi sarana hiburan dan akses informasi cepat, atau dapatkah ia menjadi jembatan yang menghubungkan generasi muda dengan kebiasaan membaca yang lebih dalam dan bermakna?
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai keseimbangan, perlu ada upaya integrasi yang bijaksana. Edukasi literasi informasi harus menekankan pentingnya membaca buku di samping mengonsumsi konten digital. Dukungan dari sekolah, keluarga, dan komunitas juga krusial untuk menciptakan budaya di mana membaca buku tetap relevan dan dihargai.
Arah literasi digital harus membawa generasi muda pada pemahaman bahwa di balik kenyamanan informasi instan, masih ada keindahan yang hanya dapat ditemukan dalam lembar-lembar buku yang penuh cerita dan pengetahuan. Dengan strategi yang tepat, literasi digital tidak hanya akan menjadi alat yang memperkaya, tetapi juga memelihara dan memperkuat minat baca terhadap literatur panjang.