Pelecehan Wanita Pada Masa Kependudukan Jepang di Indonesia

Bintang Surya Putra
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
1 Mei 2022 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bintang Surya Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://unsplash.com/photos/5-GDhSAHr2Y
zoom-in-whitePerbesar
https://unsplash.com/photos/5-GDhSAHr2Y
ADVERTISEMENT
Indonesia di bawah kependudukan Jepang tahun 1942-1945 adalah sebuah masa di mana tersimpan banyak penderitaan yang kelam. kebanyakan masyarakat Indonesia lebih mengetahui bagaimana kondisi penderitaan rakyat Indonesia di bawah kolonialisme Belanda, maka sebenarnya penderitaan rakyat Indonesia tidak berhenti di situ saja. Salah satu fenomena keji yang dirasakan oleh rakyat Indonesia khususnya wanita di bawah kependudukan Jepang adalah fenomena wanita penghibur.
ADVERTISEMENT
Trauma yang pernah tercipta pada masa Jugun Ianfu kala itu mungkin masih tersisa hingga kini. Bagaimana tidak? Tahun 1942 sampai 1945 adalah masa yang “tragis” untuk para wanita di Indonesia. Rasa takut, gelisah, khawatir trauma selalu menghantui hidup mereka setiap harinya.
Para tentara Jepang yang merasa kelelahan di Medan perang menginginkan kebutuhan biologis bejatnya memaksa banyak wanita untuk menjadikan pelayan mereka tanpa belas kasih. Ribuan wanita diculik, dijanjikan pekerjaan yang berdampak, tetapi pada faktanya mereka seperti menelan gula yang amat pahit. Mental, psikologis fisik mereka hancur. Namun, di sisi lain, mereka juga ingin tetap hidup, tetapi penderitaan selalu ada di atas kepalanya.
Hingga suatu ketika di mana masa penderitaan itu berakhir, Jepang dengan liciknya mencoba untuk membumihanguskan semua arsip, data dokumen mengenai praktik kejam Jugun Ianfu. Namun, setelah melalui beberapa penyidikan, beberapa fakta yang jarang diketahui mengenai Jugun Ianfu terkuak. Fakta-fakta besar itu di antara lain adalah;
ADVERTISEMENT
1. Rumah Bordil Buatan Jepang merupakan Pusat Praktik Jugun Ianfu
ketika para tentara Jepang usai di Medan perang, mereka melampiaskan emosi dengan mencari hiburan di rumah bordil yang di dalamnya telah dikumpulkan banyak wanita yang akan mereka paksa untuk menghibur mereka. Dengan terpusatnya para wanita tersebut disuatu tempat, hal itu seakan menjadikan para wanita kehilangan esensinya sebagai manusia yang suci mulia. Mereka diperlakukan seperti barang yang tidak berharga dibuang sewaktu-waktu saja.
2. Wanita di Pulau Jawa menjadi Korban Terbanyak
Sebenarnya wanita yang dijadikan korban oleh para tentara Jepang tidak hanya berasal dari Indonesia saja, melainkan juga berasal dari lintas negara. seperti Prancis, Belanda, Korea, Tiongkok, Malaya, Thailand, Filipina, Myanmar Vietnam. sedangkan di Indonesia sendiri, wanita yang berdomisili di pulau Jawa adalah mimpi buruk tersendiri. Saksi sejarah Jugun Ianfu sendiri terlihat lebih kental diJawa Barat. Khususnya di daerah Cimahi, Sukabumi, Bogor Sumedang.
ADVERTISEMENT
3. Penyebab Jepang Melakukan Praktik Jugun Ianfu
dari sekian banyak penyebab internal yang membuat para tentara Jepang melancarkan aksi kejam itu, salah satu alasan fundamentalnya ialah nilai sistem kehidupan yang berasal dari Jepang itu sendiri. di Jepang, sistem pranata kehidupan yang bernama sistem le sangatlah terkenal tentu juga sangat tabu. tentang bagaimana orang-orang Jepang pada masa sistem pranata itu lebih mengedepankan kesenangan pada laki-laki menempatkan para perempuan di titik inferioritas selama hidup mereka. Hal itu juga bisa disebut sebagai patriarki, sebuah sisi kehidupan yang hingga kini masih bisa dirasakan.
Sistem pada hidup masyarakat Jepang tersebut terbawa ke dalam diri para tentara Jepang pada masa perang dunia ke II. Sesungguhnya, tindakan pemerkosaan di dalam tradisi militer Jepang adalah hal yang tidak bisa memaafkan, sehingga barang siapa yang melakukannya, harus mendekam tak berdaya di dalam jeruji besi selama 7 tahun. Lantas, mengapa ada praktik Jugun Ianfu? Pasalnya mereka menganggap negara jajahan adalah sebuah negara yang memiliki nilai kebangsaan yang masih rendah, sehingga mereka menormalisasikan tindakan kekerasan seksual pada diri wanita yang hidup di negara jajahan.
ADVERTISEMENT
4. Para Wanita Jugun Ianfu adalah Seseorang yang Kurang Berpendidikan
Keterbelakangan pendidikan wanita pada masa Jugun Ianfu juga merupakan fakta juga alasan mengapa mereka terjatuh dalam lubang gelap itu. Asal mereka didominasi dari desa yang terpelosok. Mereka seakan datang dengan tangan yang hampa percaya bahwa Jepang bisa menolong hidup mereka. Namun, fakta berkata lain, banyak dari mereka yang ditipu akhirnya malah ditindas disegala sisi. Kurangnya pendidikan yang mereka miliki telah membuat Jepang berhasil melancarkan aksi iming-iming kejayaan yang palsu.
5. Korban Jugun Ianfu Diperkirakan Mencapai 200.000 Orang
Jepang khususnya tentara Jepang selalu melancarkan praktik Jugun Ianfu didaerah-daerah taklukannya. Hal tersebut tentunya menimbulkan banyak korban. Bahkan, angka korban yang terdokumentasi pada tahun 1991 mencapai pada angka 200.000 orang. Angka itu bisa saja lebih, mengingat banyak data dokumen lain yang belum teridentifikasi.
ADVERTISEMENT
6. Tuntutan Keadilan yang Terhambat
Sejumlah tuntutan keadilan telah dilayangkan oleh beberapa negara pada pemerintah Jepang atas apa yang pernah mereka rasakan di peristiwa Jugun Ianfu. Beberapa di antaranya telah disuratkan oleh Cina, Korea, termasuk Anggota Federasi Pengacara Jepang yang hendak membantu korban Jugun Ianfu meminta kompensasi dari kepemerintahan Jepang.
Fakta tersebut terlihat lebih dominan dari Yogyakarta. Ada sekitar 1.156 korban Jugun Ianfu yang meminta hak keadilan atas trauma penderitaan mereka melalui Lembaga Badan Hukum Yogyakarta. Terlebih, jika mengingat kejamnya masa itu yang memberikan duka yang teramat sangat, banyak dari korban Jugun Ianfu yang memilih untuk menutup mulut menyembunyikannya karena dianggap sebagai aib masa lalu. Selain itu, banyak korban Jugun Ianfu yang juga sudah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
7. Dana Santunan yang Salah Alokasi
Meskipun terdengar seperti kabar baik, nyatanya hal ini juga terdengar seperti kabar yang cukup buruk. Pasalnya dana santunan yang berasal dari Jepang melalui The Asian Women Found untuk mengganti kerugian atau dana kompensasi yang dialami oleh korban Jugun Ianfu malah dipergunakan untuk membangun panti jompo, tidak langsung diserahkan kepada para korban yang masih hidup. Hingga pada akhirnya, hal itu terlihat sia-sia karena para korban lebih memilih tinggal di rumahnya ketimbang menghabiskan hidup di panti jompo.
Kesimpulan
pada akhirnya, segala hal yang dicoba untuk disembunyikan akan selalu terungkap keadilan selalu harus ditegakkan meskipun harus melewati banyak hal yang menyulitkan. Segala fakta tentang apa yang berlangsung mengenai peristiwa Jugun Ianfu telah memberikan kita pelajaran bahwa manusia harus selalu berada di identitas manusia itu sendiri. Diperlakukan baik, berjajar dengan keadilan kesejahteraan yang harus menjalar.
ADVERTISEMENT
Meskipun arsip tentang peristiwa kelam tersebut hampir musnah di tangan Jepang, tetapi pada akhirnya pada tahun 1993 di mana sebuah dokumen adalah bukti besar yang berguna untuk setidaknya bisa meringankan rasa duka pada korban Jugun Ianfu. Sebab isi dokumen tersebut berisi tentang fakta-fakta yang tersembunyi tentang Jugun Ianfu yang nantinya digunakan sebagai senjata utama untuk menuntut keadilan. Meskipun dilain sisi, peristiwa Jugun Ianfu pernah sengaja dibungkam setelah Indonesia merdeka karena di konfirmasi sebagai aib bangsa.
Dengan segala data yang kini telah terkumpul, kontroversi peristiwa Jugun Ianfu telah tereduksi sebagaimana mestinya. Hingga kini, peristiwa tersebut telah termaktub di dalam buku pelajaran SMA kurikulum 2013.
Adanya peristiwa tersebut seharusnya bangsa ini tidak boleh menjadikan wanita di bawah pengaruh laki-laki. Kedua makhluk tersebut perlu berada di titik yang rata sama-sama jaya tanpa merendahkan masing-masing kelemahan yang ada.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Abdul Munir Mulkan, dkk. (2002). Membongkar Praktik Kekerasan Menggagas Kultur Nir-Kekerasan. Yogyakarta: PSIF Universitas Muhammadiyah Malang & Sinergi Press.
Anna Mariana. (2015). Perbudakan Sexual: Perbandingan antara Masa Fasisme Jepang Neofasisme Orde Baru. Tanggerang Selatan: CV Margin Kiri.
Budi Hartono A. & Dadang Juliantoro. (1997). Derita Paksa Perempuan: Kisah Jugun Ianfu pada Masa Pendudukan Jepang, 1942-1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan bekerjasama dengan LBH Yogyakarta Yayasan Lapera Indonesia, The Ford Foundation.