Konten dari Pengguna

Perkuat Literasi Digital Anak Bangsa

Boy Anugerah
Pemerhati Isu-Isu Sosial dan Politik Alumni PPS Kajian Strategik Ketahanan Nasional UI 2014 Direktur Eksekutif Literasi Unggul You may contact me at [email protected]
4 September 2020 10:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Boy Anugerah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Literasi Digital di Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Literasi Digital di Indonesia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi tak selamanya membawa dampak positif bagi masyarakat. Meskipun kemajuan tersebut membawa kemudahan di berbagai bidang, namun ada permasalahan serius yang ditimbulkan tatkala kemajuan tersebut disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Banjir hoaks dan ujaran kebencian di media sosial, berita palsu yang memicu misinformasi dan konflik di masyarakat, merupakan bukti sahih betapa kemajuan peradaban manusia tak selamanya membawa kemaslahatan.
ADVERTISEMENT
Situasi menjadi lebih genting ketika eksistensi berbagai penyimpangan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi tersebut tak diimbangi dengan kapasitas kognitif masyarakat dalam menerima dan mengolah informasi yang ada. Survei yang diselenggarakan Siberkreasi pada Maret-November 2019 terhadap 987 responden di 18 kota di Indonesia menunjukkan bahwa 54,4 persen responden masih bingung dalam mengidentifikasi hoaks. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan mengingat kelompok masyarakat yang disurvei ini pada umumnya berpendidikan tinggi, seperti mahasiswa, guru, dan aparatur sipil negara.
Urgensi literasi digital
Literasi digital menjadi istilah yang begitu populer di masyarakat akhir-akhir ini. Konsep ini diyakini sebagai salah satu solusi yang bisa diterapkan dalam mengatasi berbagai persoalan di ranah siber yang meresahkan masyarakat. Secara sederhana literasi digital dimaknai sebagai kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dalam menerima dan mengolah informasi secara cerdas, bijak, dan taat hukum melalui penggunaan perangkat informasi dan komunikasi. Secara singkat, literasi digital mensyaratkan kecakapan di bidang sosial dan psikologis, di samping tentu saja penguasaan kompetensi yang bersifat teknis.
ADVERTISEMENT
Meskipun diyakini sebagai sebuah solusi jitu dalam mengatasi permasalahan, literasi digital di Indonesia masih sangat lemah, baik secara konsep maupun implementasi. Kondisi ini disebabkan karena pihak-pihak yang menginisiasi konsep ini sebagai solusi belum benar-benar memahami landasan filosofis yang menjadi batu pijak bagi penerapan literasi digital itu sendiri. Tanpa landasan filosofis yang jelas, eksekusi konsep ini tidak akan berjalan mulus dan masif. Alih-alih dikonversi oleh pemerintah menjadi sebuah kebijakan publik yang memiliki payung hukum, pelaksanaan di level masyarakat madani masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak kompak.
Literasi digital memiliki signifikansi terhadap ketahanan nasional. Tanpa literasi digital yang mumpuni, kondisi banjir informasi di ranah siber yang dialami oleh sebuah negara berpotensi besar menjadi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) terhadap stabilitas nasional. Terlebih lagi fakta menunjukkan bahwa aktivitas hoaks, ujaran kebencian, serta berita palsu selalu muncul berbarengan dengan isu-isu politik seperti pemilihan umum. Di Indonesia sendiri, perhelatan Pilpres 2014 dan 2019, serta beberapa Pilkada dalam rentang dua tahun terakhir sangat kental diwarnai oleh aktivitas-aktivitas tersebut.
ADVERTISEMENT
Meski baru booming akhir-akhir ini, literasi digital sebagai sebuah konsep dan gerakan sudah bergeliat sejak lama. Pelakunya adalah kelompok-kelompok masyarakat yang peduli akan urgensi literasi digital untuk mengedukasi masyarakat awam dalam menerima informasi di ranah siber. Hanya saja resultansi dari pergerakan yang dilakukan oleh kelompok ini belum bisa dikatakan maksimal. Penyebabnya antara lain implementasi yang masih berjalan sendiri-sendiri, sebaran kegiatan yang menitikberatkan di suatu wilayah, namun nir-eksistensi di wilayah lainnya, format kegiatan yang masih bersifat jangka pendek, serta ketiadaan basis data yang menjadi pedoman pelaksanaan bersama.
Solusi permasalahan
Diskursus mengenai literasi digital merupakan diskursus yang menyangkut ketahanan nasional atau daya tahan suatu bangsa. Asumsi ini tidaklah berlebihan karena dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas negatif di ranah siber dapat merusak bangunan kerukunan di masyarakat, menghambat arah gerak demokrasi, dan menyumbat pengetahuan masyarakat. Apabila kondisi tersebut tidak ditangani, maka akan berdampak domino terhadap gatra kehidupan lainnya. Fakta ini cukup untuk menjadi sebuah premis yang menghantarkan segenap elemen bangsa agar bahu-membahu dalam menyukseskan program literasi digital di tanah air.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan literasi digital tidak bisa hanya ditumpukan kepada sekelompok kecil masyarakat yang peduli. Konsep ini harus menjelma sebagai konsensus bersama yang harus diterjemahkan sebagai gerakan kemasyarakatan yang masif serta kebijakan publik formal yang diselenggarakan pemerintah. Pemerintah dalam konteks ini adalah segenap pemangku kepentingan, baik pusat maupun daerah, dan tidak hanya menjadi beban tanggung jawab satu institusi saja, tapi diselenggarakan secara tanggung-renteng sebagaimana halnya isu pendidikan diampu secara bersama-sama oleh banyak institusi.
Setidaknya ada beberapa langkah yang bisa ditempuh dalam mengoptimalkan eksekusi konsep literasi digital. Pertama, pemerintah merupakan aktor kunci agar konsep ini bisa terselenggara dengan baik. Literasi digital pada hakikatnya merupakan isu di bidang pendidikan. Oleh sebab itu, penguatan literasi digital seyogianya dituangkan dalam bentuk dimasukkannya program literasi digital sebagai kurikulum pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah pendidikan dasar dan menengah. Sejak dini masyarakat harus dibekali kemampuan untuk berfikir kritis sehingga ada metode saring dalam kognitif mereka ketika menerima informasi. Dimasukkannya literasi digital sebagai kurikulum bisa dalam bentuk mata pelajaran sendiri, bisa juga dipadukan dengan pendidikan karakter.
ADVERTISEMENT
Kedua, penyelenggaraan pendidikan karakter tidak bisa ditumpukan pada satu kementerian saja semisal Kemendikbud, tapi harus bersifat lintas sektor. Program bela negara yang diinisiasi Kemenhan misalnya, seyogianya memasukkan literasi digital sebagai mekanisme cegah-tangkal terhadap AGHT yang berpotensi merongrong kedaulatan. Strategi kontra-terorisme dan radikalisme yang digalakkan oleh BNPT dan Polri juga dapat memasukkan literasi digital sebagai sub-strategi atau bidang kajian khusus. Ketiga, sebuah program atau kebijakan tentu saja membutuhkan dana untuk penyelenggaraan.
Dikaitkan dengan kebutuhan untuk penyelenggaraan program secara masif serta pengadaan satu basis data nasional yang menjadi dashboard bersama, maka penting untuk memasukkan isu ini dalam thematic budgeting pemerintah di APBN seperti halnya isu perubahan iklim dan kesetaraan gender yang telah mendapatkan atensi. Kebutuhan akan basis data nasional menjadi persoalan tersendiri dalam penguatan literasi digital di tanah air. Basis data ini diharapkan dapat menyajikan informasi mengenai tingkat inklusi digital masyarakat yang berbasis wilayah, mulai dari provinsi, kabupaten/kota, hingga ke desa-desa yang sudah melek teknologi.
ADVERTISEMENT
Keempat, program literasi digital harus didampingi oleh proses penegakan hukum yang kuat oleh pemerintah. Hal ini penting agar tidak terjadi kebocoran manfaat dari program yang dijalankan. Akan sangat sulit memancangkan tiang program literasi digital yang kuat apabila oknum pelaku kejahatan siber tidak ditindak secara tegas melalui hukum positif yang berlaku. Di sinilah urgensi penting dari keberadaan institusi terkait seperti Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Polri dalam menjalankan strategi monitoring, mitigasi, serta penindakan.
Terakhir, dibutuhkan penguatan pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai Pancasila yang secara simultan diintroduksi ke berbagai jenjang pendidikan, baik yang sifatnya formal maupun non-formal. Solusi terakhir ini bersifat filosofis, namun menjadi faktor yang sangat fundamental. Kita semua berharap agar program literasi digital di tanah air dapat segera diperkuat. Segala aktivitas negatif di ranah siber tidak akan berguna tatkala berhadapan dengan masyarakat yang bijak dan cerdas dalam mengolah informasi yang mereka terima.
ADVERTISEMENT