Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Doakan Berhasil, Ya!
19 Februari 2017 5:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Bintang W Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dari jam satu pagi tadi saya hanya uring-uringan di atas kasur. Sekarang jam sudah memeluk angka lima subuh. Segala cara diupayakan agar bisa terlelap. Mulai dari baca buku, mantengin time line, minum air dua gelas, sampai maksa merem. Namun, itu semua gagal membuat saya ngorok. Sial.
ADVERTISEMENT
Bener kata tulisan yang saya baca di rubrik Psikologi Koran Harian Kompas edisi Minggu entah tanggal berapa. Di situ, penulis yang saya tidak tahu namanya dan tidak mau tahu juga, mengatakan kalau tidur itu butuh keikhlasan, bukan paksaan. Benar saja, setelah empat jam lamanya memaksa diri tidur, empat jam pula usaha saya terjaga. Ternyata keikhlasan tidak hanya dibutuhkan ketika gebetan ditikung cowok lain, tapi juga soal tidur.
Saya menyusuri benang merah penyebab susah tidur, adalah kopi seharga lima ribu yang saya sesap jam 11 malam kemarin penyebabnya. Saya heran, hari ini tidak seperti biasa, meskipun ngopi di jam yang sama, mata saya paling kuat melek sampai jam dua pagi. Itu pun paling lama. Tapi kali ini beda, entah karena ada campuran lain dalam kopi atau apa, yang jelas saat ini saya jengkel bukan main.
ADVERTISEMENT
Kamu mungkin pernah mengalami badan capek dan ingin segera tertidur, namun mata tak mau kompromi karena masih doyan melek. Apa yang kamu rasakan jika sudah begitu? Menyuruh gebetan jangan jalan sama cowok lain jelas tidak mungkin. Bertanya sama presiden dan kapolri tidak akan merubah apapun. Meminta KPUD DKI Jakarta bikin pencoblosan ulang karena AHY kalah telak lebih mustahil lagi.
Daripada mengutuki keadaan, saya lebih memilih bersyukur. Bersyukur karena hari ini hari Minggu dan saya boleh bangun kapan saja. Asal tidak tidur selamanya.
Sebelum mengakhiri catatan tidak penting ini saya meminta maaf. Saya merasa kasihan sama editor Kumparan yang membaca story ini. Padahal ini cerita tentang mata sialan yang tidak mau kompromi sama bosnya. Tapi setelah dipikir-pikir, tak apa juga sih nulis di sini. Dari pada nyampah di lini masa Facebook, jelas tidak akan merubah apa-apa. Termasuk juga dimuat di situs ini, sih. Tapi kan editornya jadi ada kerjaan. Haha.
ADVERTISEMENT
Udah, ya. Jam menunjukkan pukul 05:30, saya akan berjuang untuk tidur. Doakan berhasil ya.