Konten dari Pengguna

Mitos Liburan

Bintang W Putra
Mahasiswa nomaden. Bercita-cita menjadi Hacker.
7 Januari 2017 14:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bintang W Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak yang menyarankan saya untuk berlibur, entah ke pantai atau ke gunung. Banyak juga yang bernada mendesak (Baca: memaksa) saya untuk ikut liburan. Tapi, di antara sekian banyak ajakan, amat jarang saya mengiyakan. Ketika ditawari biasanya saya akan menjawab, "Liat nanti ya." Kadang juga langsung to the point "Gak ah, males!" Mendengar jawaban terakhir, biasanya si pengajak akan memasang muka manyun. Kalau sudah begitu saya langsung berusaha menenangkannya, "Lain waktu aja, ya."
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu akhirnya saya berlibur, camping lebih tepatnya. Berkat ajakan dan bujuk rayu teman-teman satu organisasi, ajakan ini tidak dapat saya tolak. Sebagai pemimpin yang (sok) peka, saya mengiyakan ajakan itu, mereka senang. Jadilah, hari Selasa lalu, orang-orang di satu organisasi liburan, meski ada beberapa yang tidak bisa ikut. Liburan ini berlangsung dua hari satu malam. Liburan kali ini telah menyadarkan saya bahwa liburan itu penting untuk merekatkan kekeluargaan antar anggota. Tapi di sisi lain, saya semakin sadar betapa membosankannya liburan memakan hari itu hanya diisi dengan melihat ombak dan pasir. Di kampung halaman saya, Lombok, pemandangan seperti ini sudah jamak saya liat.
Berlibur di pantai. (Foto: Ghiphy)
zoom-in-whitePerbesar
Berlibur di pantai. (Foto: Ghiphy)
Bisa dibilang, Liburan ini lebih banyak sisi tidak enaknya dari pada enaknya. Pertama, Jauh. Jarak tempuh yang memakan waktu hampir tiga jam dari jantung Kota Jogja ini membuat saya geram bukan main. Betapa susahnya untuk menuju pantai di kota ini. Di tempat saya, di Lombok, hanya butuh sepuluh menit untuk melihat pasir putih dan ombak yang tenang. Terlebih, sesampainya di daerah pantai, kami, tidak bisa menuju pantai dengan mengendarai motor karena jalan becek oleh hujan. Alhasil, kami menitip motor dan berjalan selama dua puluh menit dengan medan naik turun bukit. Aduh mama sayangeee!
ADVERTISEMENT
Kedua, Tidak ada pohon kelapa. Sebagai lelaki yang tumbuh dan besar di daerah pesisir pasti paham bahwa penanda kalau kita berada di daerah pantai adalah banyaknya pohon kelapa di kiri-kanan jalan. Tapi, di pantai yang kami tuju kali ini tidak ada pohon kelapa sama sekali. Kiri kanan dipenuhi bukit dan semak belukar. Dalam hati saya sempat ragu, beneran ada pantai di daerah bukit begini? Setahu saya, pantai itu ada di dataran rendah. Keraguan saya segera terjawab, pantai yang kami tuju memang benar-benar ada. Setelah melintasi bukit, jalan kaki naik turun jurang, kami tiba ditujuan. Pantai yang semula saya ragu keadaannya, memang benar-benar ada. Ajaib.
Ketiga, Hujan. Apa yang akan kamu lakukan jika berkemah di pantai dan di dini hari turun hujan deras? Tetap bertahan di tenda? Tidak mungkin. Air akan masuk ke bawah tenda yang membuat pantat menjadi becek. Mencari tempat berteduh? Mustahil, di pantai jarang sekali ada bangunan yang bisa digunakan untuk berteduh selain pohon bakau. Untung seribu untung, pantai ini (saya belum sebut namanya, ya. Namanya pantai Njungwok, Gunungkidul), ada bangunan warung yang bisa dimanfaatkan untuk berteduh. Saya, dan teman yang lain, terhindar dari hujan yang tidak tahu diri itu.
ADVERTISEMENT
Itu cerita dukanya, cerita bahagianya? Tentu ada, masak liburan isinya sengsara semua. Cerita bahagianya begini, malam itu kami warnai dengan membuat api dan membakar ayam yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Lalu kami semua makan malam di pantai berpiringkan daun pisang. Bagi saya yang tidak pernah punya pengalaman seperti ini, makan malam dengan daun pisang di bibir pantai dengan alunan suara ombak jelas merupakan sesuatu yang baru, mengasyikkan. Anak-anak yang lain terlihat bahagia. Beban deadline yang berbulan mereka pinggul terasa hilang seketika. Semua itu terpancar dari raut mukanya yang riang dan gembira.
Sekembalinya ke kota, badan terasa remuk. Saya, butuh waktu tiga hari untuk memulihkan tubuh yang tidak terbiasa bepergian jauh nan melelahkan.
ADVERTISEMENT
Sudah dulu ya, cerita liburannya.
Oya, jika tulisan ini tidak sesuai dengan judul yang membahas mitos, silahkan cari tahu sendiri dimana letak mitos yang dimaksud. Silahkan bubuhkan jawaban kamu di kolom komentar ya.