Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengulas Novel Burung Kayu
29 Mei 2022 16:32 WIB
Tulisan dari BINTANG WIJAYA AS DARMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Novel karya Niduparas Erlang menyajikan problematika masyarakat Suku Mentawai sehingga menarik perhatian juri Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2019 dalam kategori Naskah terbaik. Novel ini diterbitkan oleh CV. Teroka Gaya Baru tahun 2020. Novel berjudul Burung Kayu ini berjumlah 174 halaman dan membawakan konflik-konflik yang terjadi pada Suku Mentawai.
ADVERTISEMENT
Novel ini masuk dalam kategori etnografi. Etnografi sendiri merupakan tulisan yang dibuat secara lain baik secara geografis atau antropologis yang berada diluar wilayah penulis. Biasanya para penulis membuat karya tulis etnografi dengan melakukan penelitian terlebih dahulu di tempat yang akan menjadi latar belakang dari cerita yang dibuat.
Niduparas Erlang sendiri tidak berasal dari Mentawai. Tentunya novel ini ditulis tidak mudah, novel Burung Kayu ditulis setelah Niduparas Erlang melakukan penelitian selama dua bulan di Suku Mentawai.
Ada hal unik sekaligus menjadi tantangan buat para pembaca novel Burung Kayu ini yaitu novel ini banyak menggunakan istilah-istilah daerah Suku Mentawai namun Niduparas Erlang tidak menambahkan catatan kaki pada novelnya dengan tujuan pembaca mendapatkan pengalaman baru dalam istilah-istilah daerah sehingga mampu menjadi salah satu bentuk pelestarian budaya, tradisi, dan bahasa daerah di Indonesia. Tentunya ini sangat menarik perbedaan dengan novel-novel etnografi lainnya, terlebih Niduparas Erlang bukan masyarakat asli yang berasal dari Suku Mentawai.
ADVERTISEMENT
Suku Mentawai sendiri mendiami Pulau Siberut, Sumatera Barat dan merupakan penduduk asli Kepulauan Mentawai. Pola kehidupan masyarakat Suku Mentawai masih melekat dengan alam dan menjadikan alam sebagai tempat bergantungnya hidup. Karena Suku Mentawai masih sangat kental dengan budaya dan merupakan suku pedalaman, menjadikan Suku Mentawai sebagai objek untuk melakukan beberapa penelitian sama seperti yang dilakukan Niduparas Erlang sebelum menulis novel Burung Kayu.
Ada banyak budaya dan tradisi Suku Mentawai diantaranya ritual tato, ritual pako, ritual maturuk, ritual tipu sasa yang menjadikan novel Burung Kayu ini dapat menjadi pilihan utama bagi para pembaca yang ingin menikmati sentuhan budaya dalam sebuah tulisan. Novel Burung Kayu juga sangat cocok jika dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan sebuah penelitian terhadap budaya terutama dalam lingkup sastra. Tidak heran jika novel ini menjadi salah satu naskah yang menarik di Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2019 dan menjadi juara Kusala Sastra Khatulistiwa 2020.
ADVERTISEMENT