Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Begini Cara Bank Sampah di Kota Semarang Tetap Eksis di Masa Pandemi
16 Agustus 2021 11:07 WIB
Tulisan dari Yayasan Bina Karta Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Supriyatiningsih, salah satu pengurus Bank Sampah Sendang Makmur yang ada di Kelurahan Wonodri, Kota Semarang Selatan, mengatakan bahwa sejak awal pandemi 2020, aktivitas di bank sampah mereka masih berlangsung meski jumlah nasabah menurun. Menurutnya, penurunan tersebut akibat keengganan warga menyetorkan sampah secara mandiri demi mencegah penularan virus.
ADVERTISEMENT
"Banyak nasabah yang takut menyetorkan sampah ke lokasi penimbangan bank sampah karena COVID-19," tutur Supriyatiningsih saat menjadi salah satu pembicara dalam Webinar Seri Kemerdekaan bertajuk “Bisnis Pengelolaan Sampah di Masa Pandemi, Untung atau Buntung?” yang digelar secara virtual pada Sabtu (14/8).
Berbagai inovasi pun dilakukan untuk membuat bank sampah Sendang Makmur tetap beroperasi meski dengan jumlah nasabah yang sedikit. Salah satunya dengan mengoptimalisasi pemanfaatan media sosial untuk menjaring nasabah dari RW lain.
Bank Sampah Sendang Makmur juga menjalin kerja sama dengan bank BUMN untuk memfasilitasi transaksi jual beli sampah. Melalui kerja sama ini, ada beberapa keuntungan yang ditawarkan kepada nasabah, salah satunya adalah pembukaan rekening baru dengan minimal setoran Rp 25.000. Setiap pembukaan rekening baru, nasabah akan memperoleh cashback Rp 5.000.
Antusiasme warga menjadi nasabah bank sampah juga meningkat setelah Bank Sampah Sendang Makmur menyediakan layanan penjemputan sampah langsung ke rumah warga. Inovasi ini diberlakukan atas inisiatif salah satu warga Kelurahan Wonodri yang bersedia meminjamkan mobil pick up miliknya sebagai moda penjemputan sampah.
ADVERTISEMENT
"Berkat layanan penjemputan sampah ini, warga yang semula belum menjadi nasabah, tertarik untuk bergabung dan menyetorkan sampah mereka ke bank sampah," ujarnya.
Upaya lain yang dilakukan Supriyatiningsih dan pengurus lainnya yakni dengan mengolah sampah organik. Padahal, sebelum pandemi bank sampah ini hanya menerima sampah anorganik. Inovasi ini menunjukkan tren positif sebab bank sampah berhasil mengolah 200 hingga 300 kilogram sampah organik yang menghasilkan omzet 2-3 juta per bulan.
Menurut Supriyatiningsih, eksistensi bank sampah sangat dirasakan manfaatnya oleh warga. Terutama bagi mereka yang mengalami kesulitan finansial di masa pandemi. Dengan sampah yang mereka kumpulkan dan setorkan ke bank sampah, mereka mendapat penghasilan tambahan.
Selain keuntungan materi, Supriyatiningsih menyebut bahwa keberadaan bank sampah juga berperan dalam meningkatkan kebersihan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Tak cuma Bank Sampah Sendang Makmur yang berhasil bangkit dari keterpurukan akibat pandemi, Bank Sampah Resik Becik di Kelurahan Krobokan, Kota Semarang juga sukses melakukan sejumlah terobosan demi mempertahankan eksistensi bank sampah mereka.
Meski sempat mengalami masa-masa sulit di awal pandemi, Ika Yudha Kurniasari, Ketua Bank Sampah Resik Becik, memutuskan untuk tidak merumahkan para pengurus. Padahal selama beberapa bulan, barang kerajinan (kreasi) yang menjadi salah satu produk andalan dari bank sampah ini sama sekali tak menghasilkan pendapatan.
Ika dan pengurus lainnya kemudian mencoba berdamai dengan keadaan dan mulai memutar otak untuk mempertahankan eksistensi Bank Sampah Resik Becik. Spiritnya adalah kecenderungan volume sampah yang meningkat di masa pandemi namun aktivitas pengelolaannya justru menurun.
ADVERTISEMENT
"Jujur, hal pertama yang kami rasakan seperti terjadi penolakan. Tetapi sesuai dengan teori di Psikologi, awal kita memang menolak sesuatu yang enggak enak. Namun kita sebagai manusia, pelan-pelan berdamai dengan kondisi itu," kata Ika.
Selain volume sampah yang bertambah, Ika juga melihat jenis sampah yang lebih beragam akibat peningkatan belanja online dan penggunaan masker medis di masa pandemi. Hal ini mendorong Ika dan kawan-kawan di bank sampah untuk memikirkan sejumlah terobosan yang bisa mereka lakukan untuk menuntaskan persoalan ini.
Ika pun memanfaatkan kain sisa yang ia peroleh dari penjahit untuk membuat masker. Hasilnya dijual kepada orang-orang yang ingin berdonasi masker untuk orang-orang yang membutuhkan.
Namun seiring dengan semakin banyaknya produser masker dengan harga yang lebih murah, produksi akhirnya dihentikan. Bank Sampah Resih Becik pun beralih ke pengelolaan sampah organik yang dijadikan eco enzym, menguji coba pembuatan kompos dengan composting bag dan memproduksi polybag dari bekas karung beras. Bank Sampah Resik Becik memanfaatkan peluang dari kegemaran baru masyarakat di di masa pandemi, salah satunya adalah berkebun.
Inovasi berikutnya, menurut Ika, banyak bermain di ranah sosial. Terinspirasi dari program Jogo Tonggo untuk warga yang melakukan isolasi mandiri, bank sampah ini kemudian menciptakan program “Tukar Sampah dengan Paket Mini Sembako”. Warga bisa menyedekahkan sampah mereka untuk ditukar dengan kebutuhan pokok. Program ini sudah berjalan sejak Januari 2021.
ADVERTISEMENT
"Paket mini sembako ini konsepnya seperti jimpitan, hanya terdiri dari beras setengah kilo, ada gula pasir seperempat kilo, minyak seperempat, satu butir telur dan satu bungkus mie instan. Tetapi luar biasa antusiasme warga untuk menukar sampah mereka," lanjut Ika.
Ika menjelaskan, tak peduli berapa pun jumlah sampah yang disedekahkan warga, meskipun tak seberapa, sampah tersebut tetap akan dikonversikan menjadi kebutuhan pokok senilai Rp 17 ribu. Menurut Ika, beberapa nasabah merasa terbantu dengan adanya program tukar sampah ini.
Saat ini, Bank Sampah Resik Becik juga sedang menyiapkan program Jelantah Jadi Emas. Menjalin kerja sama dengan salah satu lembaga yang menjual produk emas, program ini bertujuan agar warga bisa memperoleh keuntungan ekonomi dari limbah minyak bekas yang mereka hasilkan dari rumah tangga. Nantinya, 5 botol minyak jelantah berukuran 1,5 liter bisa ditukarkan dengan emas seberat 0,025 gram.
ADVERTISEMENT
****
Program ini mendukung ekonomi sirkular untuk mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut. Kegiatan dan proyek percontohannya mencakup pengelolaan sampah plastik, konsumsi dan produksi plastik yang berkelanjutan serta pengurangan sampah dari hulu.
Webinar ini merupakan salah satu kampanye dalam program Penyiapan Masyarakat dalam Kolaborasi Pengelolaan Sampah (PILAH-2). Program ini bertujuan untuk menyiapkan komunitas menjadi mitra strategis pengurangan sampah oleh produser di Kota Semarang sampai dengan awal 2022.