Konten dari Pengguna

Siti Kusbandiyah: Selamanya Tukang Rosok Keliling

Yayasan Bina Karta Lestari
A local NGO based in Indonesia, concerning and working in sustainable development and climate change issues through education for sustainable development.
27 Desember 2021 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yayasan Bina Karta Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siti Kusbandiyah (59), salah satu perosok keliling perempuan di Kota Semarang.
zoom-in-whitePerbesar
Siti Kusbandiyah (59), salah satu perosok keliling perempuan di Kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Siang itu Siti Kusbandiyah memilih membaringkan tubuhnya di kasur lantai sembari menyaksikan sinetron melalui salah satu saluran televisi. Di samping kasur yang sudah kempis itu, terdapat dua buah lemari yang juga berfungsi sebagai penyekat antara ruang tamu dan ruang TV.
ADVERTISEMENT
Terlihat tumpukan berbagai jenis barang bekas yang disatukan dengan tali rafia berjejer di ruang tamu rumahnya. Pekerjaan menyetor rongsok ke pelapak urung dilakukan sebab hujan turun cukup deras. Mak Siti, begitu ia kerap disapa, tak mau merugi karena kardus bekas yang ia kumpulkan basah kuyup sebab bisa membuat harga jualnya anjlok.
Meski telah memasuki usia senja, warga Kelurahan Sawah Besar, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang itu belum berniat pensiun sebagai tukang rosok keliling. Wanita 59 tahun itu bahkan bertekad akan terus mengumpulkan bahan baku daur ulang selama tubuh rentanya masih sanggup berkendara.
Ibu tiga anak itu telah menggeluti bisnis jual beli sampah selama dua puluh tahun. Meski begitu, menjadi perosok keliling bukanlah pekerjaan pertamanya.
ADVERTISEMENT
“Dulu pernah coba jualan sayur, jual makanan, tapi rugi kalau ndak habis. Karena ndak punya kulkas ya basi,” kisahnya. “Paling enak ya kerja gini (jual beli sampah), tahan lama ndak bosok, asal punya tempat.”
Sebelum beralih menjalani bisnis jual beli sampah, Mak Siti membutuhkan waktu tiga bulan untuk belajar memilah jenis sampah yang memiliki nilai ekonomi. Saat itu ia berguru pada salah satu pelapak di sekitar tempat tinggalnya. Di benak Mak Siti, menjadi pelaku daur ulang adalah pekerjaan yang paling cocok untuknya.
Mak Siti mengendarai sepeda motor untuk menjemput barang rongsok.
Mengawali pekerjaannya sebagai tukang rosok keliling, Mak Siti mengaku pernah menjemput sampah anorganik dari rumah tangga dengan mengayuh sepeda. Hal itu ia lakukan selama lima tahun. Jarak penjemputan yang kian jauh dan volume barang rongsok yang kian bertambah kerap menjadi kendala saat itu. Barulah ketika sang putra hendak membeli kendaraan baru, Mak Siti mendapat motor lungsuran.
ADVERTISEMENT
Biasanya, Mak Siti akan menjemput sampah anorganik rumah tangga setelah menerima pesan singkat atau telepon dari beberapa pelanggan tetapnya yang tinggal di Kelurahan Sawah Besar, Muktiharjo Lor, Siwalan hingga Kaligawe.
Dari keuntungan jual beli sampah, Mak Siti bisa mengantongi Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per harinya. Dengan penghasilan tersebut, Mak Siti yang menjadi orang tua tunggal setelah sang suami meninggal dunia karena gagal ginjal, mampu menyekolahkan ketiga anaknya hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Menjadi tukang rosok keliling yang biasanya dilakoni kaum Adam tak menjadi soal buat Mak Siti. Meski begitu, ia mengaku pekerjaan tersebut bukanlah tanpa risiko. Luka-luka akibat tergores benda tajam dari barang rongsok yang diangkutnya adalah salah satu yang kerap dialami Mak Siti.
ADVERTISEMENT
“Ini kemarin kena seng, getihnya (darahnya) ngucur terus,” Mak Siti menunjukkan salah satu jari kaki kanannya yang terluka dan masih dibalut plester. Selain kertas dan plastik, Mak Siti juga menerima jual beli seng, besi dan tembaga.
Kendala lain yang harus dihadapi adalah ketika ban motor yang digunakan menjemput barang rongsok tiba-tiba bocor di jalan karena kelebihan muatan. Namun Mak Siti menganggap lumrah hal tersebut sebagai bagian dari risiko pekerjaannya.
Di sisi lain, Mak Siti menyebut bisnis jual beli sampah juga rentan dengan segala bentuk kecurangan. Terutama tentang bagaimana caranya mengakali timbangan. Sebab sebagian besar barang bekas dihargai tinggi berdasarkan berat per kilogram.
Namun Mak Siti tak ingin terbawa arus. Ia berikrar tak akan pernah berbuat culas. Mak Siti bilang, ia takut terkena karma bila berlaku tak jujur. Beberapa teman perosok kerap mengajarinya memperoleh keuntungan dengan cara instan. Mak Siti tetap tak tergiur.
ADVERTISEMENT
Direwangi (sudah berusaha) jujur wae (saja) anak perempuan saya kena musibah kakinya patah karena jatuh. Apalagi kalau saya kerjanya ndak halal,” tuturnya. “Yang saya cari di sini berkahnya, walaupun sitik (sedikit).”
Mak Siti teramat mencintai pekerjaannya sebagai tukang rosok keliling. Potret wanita yang berdedikasi tinggi di sektor daur ulang sampah anorganik begitu melekat pada dirinya sekalipun pekerjaan tersebut didominasi oleh kaum pria.
***
Mak Siti merupakan salah satu perosok keliling yang bergabung sebagai kolektor untuk aplikasi antar-jemput sampah Ambilin. Ambilin merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh BINTARI dan Program Rethinking Plastics untuk mempermudah dan mempercepat layanan sampah, pengumpulan bahan daur ulang, dan donasi barang bekas di masyarakat serta pelaku daur ulang. Aplikasi ini diharapkan bisa menjadi solusi sampah perkotaan yang terdigitalisasi. BINTARI mengangkat kisahnya sebagai konten spesial edisi Hari Ibu 22 Desember 2021.
ADVERTISEMENT