news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Proxy AS dan Tuntutan Bangsa Iran

PPI Dunia
PPI Dunia adalah wadah organisasi yang menaungi seluruh pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri.
Konten dari Pengguna
10 Januari 2020 9:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PPI Dunia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mayor Jenderal Qassem Soleimani yang kemudian berpangkat Letnan Jenderal usai kematiannya Jumat dini hari 3 Januari 2020, adalah tokoh berpengaruh kedua di Iran setelah pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei.
ADVERTISEMENT
Kematiannya sangat menyakitkan bagi rakyat Iran. Jutaan rakyat Iran menghadiri prosesi pemakamannya. Pemerintah menetapkan tiga hari sebagai hari berkabung nasional. Sekolah-sekolah dan perkantoran diliburkan untuk memberi kesempatan kepada seluruh warga memberikan penghormatan terakhir kepada sang Jenderal.
Letjen Qassem Soleimani, sebagai komandan Korps Brigade Al Quds, mendapatkan setidaknya tiga tugas dari Ayatullah Sayid Ali Khamenei. Pertama, menjaga keamanan Iran dan stabilitas di kawasan. Kedua, membuka jalan untuk pembebasan Al Quds. Ketiga, puncaknya, adalah kemerdekaan bangsa-bangsa di kawasan Timur Tengah.
Ketiga tugas ini dijalankan oleh Letjen Qassem Soleimani, dan telah mendapatkan keberhasilan demi keberhasilan. Namun, menurutnya ketiga perintah tersebut baru bisa tuntas sepenuhnya jika AS angkat kaki dari kawasan. Baginya, AS lah yang menjadi biang konflik dan perusak stabilitas di kawasan.
Masyarakat Iran membakar bendera AS pada acara demonstrasi terhadap Amerika Serikat di Tehran, Iran, pada Jumat (3/1) setelah kematian Qassem Soleimani. Dok Atta Kenare/AFP via Getty Images/Getty
Iranians burn a U.S. flag during a demonstration against America in Tehran, Iran, on January 3, 2020 following the killing of Quds Force commander Qassem Soleimani.
ADVERTISEMENT
Jelas langkah-langkah yang diambil Soleimani untuk mengusir AS dari kawasan dianggap mengusik kepentingan AS. Maka dengan ketidakmampuan dalam berdialog, bernegosiasi, dan berdiplomasi, AS akhirnya menghentikan langkah Soleimani dengan membunuhnya tanggal 3 Januari kemarin. Pembunuhan ilegal yang dengan cepat menuai kecaman internasional.
Dari sini sikap Iran jelas, pelanggaran berat AS tersebut harus dihukum. Bagi bangsa Iran, darah Qassem Soleimani baru bisa terbayar dengan keluarnya AS dari kawasan sebagaimana yang diinginkan Qassem Soleimani.
Selain itu, Irak pun menuntut AS keluar dari kawasan seutuhnya, bukan hanya dari Irak saja, sebab serangan drone AS dikendalikan di salah satu pangkalan militernya di luar Irak, dan serangan rudal balistik Iran ke pangkalan militer AS di Ain el-Assad di Irak menjadi tamparan untuk mereka, terlebih lagi mengingat Iran tengah mempersiapkan serangan-serangan susulan yang bisa membahayakan Irak.
ADVERTISEMENT
Projek pembalasan tersebut dinamakan Intiqam-e Sakht-e oleh Ayatullah Ali Khamenei, yang artinya ‘pembalasan yang menyakitkan’. Sebagaimana yang disampaikan Menteri Luar Negeri Iran Muhammad Javad Zharif, serangan balasan yang dilakukan Iran bukan untuk memacu perang. Hal ini dilakukan semata-mata dalam rangka membalas kejahatan.
AS tidak seharusnya bertindak semaunya di kawasan Timur Tengah dan mengambil nyawa siapa pun yang dikehendakinya. Iran bukan hanya kehilangan perwira terbaiknya, tapi juga ahli strategi, politisi, diplomat, dan negosiator, dan perlu ditekankan sekali lagi, harga dari orang terbaik Iran tersebut adalah keluarnya AS dari kawasan, dengan berdiri tegak atau terbaring, agar bangsa-bangsa di kawasan bisa merdeka sepenuhnya.
Kalau menurut AS keberadaannya di kawasan agar Iran tidak mendominasi kawasan dengan teknologi persenjataannya, maka cukup dorong negara-negara di kawasan untuk juga mengembangkan teknologi persenjataannya secara mandiri, bukan dengan berbisnis senjata atau membuka pangkalan militer yang dengan itu bisa dengan leluasa mendikte negara lain.
ADVERTISEMENT
Dari sini kita bisa lihat, mana bangsa yang benar-benar mencintai ilmu pengetahuan dan bisa membangun kemandirian dan mana bangsa yang hanya bisa menggantungkan nasibnya pada bangsa lain. Sepanjang sejarah berdirinya Republik Islam Iran sejak 1979, Iran juga tidak pernah lakukan invasi dan agresi kepada negara lain, tidak sebagaimana AS yang memang telah berlumuran darah warga-warga sipil yang tidak bersalah, baik umat Islam atau tidak.
Jadi, bukan pada posisinya Iran yang diminta menahan diri. Serangan balasan Iran legal dan sesuai aturan internasional. Liga Arab, PBB atau negara-negara lain tidak sepatutnya meminta Iran menghentikan serangan dan menahan diri.
Cukup mencari cara agar AS keluar dari kawasan. Itu adalah solusi terbaik bagi terwujudnya perdamaian di kawasan dan dunia. Tidak ada negara atau bangsa yang harus mengklaim diri superior dan lebih unggul dari bangsa lain, apalagi sampai mengklaim sebagai polisi dunia.
ADVERTISEMENT
Permintaan Iran sederhana. Sudah saatnya arogansi Amerika Serikat dihentikan. Dan seharusnya semua pihak bersuara yang sama jika memang menghendaki terciptanya perdamaian dunia. Apa ruginya dunia dengan ketidakberadaan AS di Timur Tengah? Dan mengapa AS harus mereguk keuntungan dari merampas, merampok, menjajah, dan menginjak-injak kedaulatan bangsa lain? Bahkan pada kejahatan terakhir, AS pun malah merasa berhak menghabisi nyawa seorang perwira tinggi dari kesatuan militer dari negara berdaulat di wilayah sipil seenaknya.
Menurut bangsa Iran, nyawa Qassem Soleimani baru bisa terbayar dengan angkat kakinya AS dari kawasan, baik secara tegak atau terbaring.
***
Penulis: Ismail Amin, Presiden IPI Iran 2019-2021, Mahasiswa S2 Universitas Internasional al Mustafa Iran
Editor PPI Dunia: Zhafira Aqyla S. S., staf bidang Mass Media, Pusat Komunikasi, Pusat Media dan Komunikasi PPI Dunia 2019/2020
ADVERTISEMENT