Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Menangis Saat Tertidur... Kok bisa?
30 November 2024 19:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Tsabita Hana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Begini penjelasannya menurut sains!
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Emosi-Kognisi-Afeksi
Tahu ngga sih kalau kinerja otak sebagai pusat utama kendali aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari itu ternyata sangat unik lhoo, salah satunya dalam memproses perilaku. Secara garis besar, struktur otak manusia terbagi menjadi 3 bagian utama, yakni otak besar, otak tengah, dan otak belakang. Ketiga bagian tersebut berperan besar terhadap respons emosi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Emosi dihasilkan oleh otak bagian belakang yang akan diterjemahkan oleh kognisi di otak bagian depan. Proses penerjemahan tersebut kemudian akan menghasilkan afeksi berupa perilaku yang diproses di otak bagian tengah. Masing-masing individu pun punya cara yang unik dalam berperilaku karena afeksi yang dihasilkan berbeda-beda tergantung bagaimana kognisinya menafsirkan emosi itu sendiri.
Tidur dan emosi
Tak terlepas dari aktivitas sadar, aktivitas tidur yang kita lakukan secara “tak sadar” pun diatur oleh otak, tepatnya pada bagian tengah.
ADVERTISEMENT
Fase tidur dapat dibagi menjadi dua, yakni fase REM (Rapid Eye Movement) dan Non-REM (Non-Rapid Eye Movement). Kedua fase tersebut dapat terbagi lagi ke dalam empat tahap yang berlangsung selama 90 menit secara berulang. Dalam tahap ke-4 tidur kita, fase REM terjadi. Pada fase tersebut otak kita menjadi “terbangun kembali” dan mengaktifkan dua bagian signifikan di dalamnya, yakni amigdala yang berperan untuk mengontrol emosi dan perilaku, juga cingulate gyrus yang mengontrol pergerakan otot. Jadi, meskipun tubuh kita tertidur, emosi dan pergerakan kita masih bekerja secara aktif. Keren bukan?
Menangis saat tertidur?
Pada umumnya, menangis disebabkan oleh kondisi emosional dan mental seseorang yang sedang tidak stabil. Saat tertidur lelap sekalipun, otak yang “selalu terbangun” dan kerja emosi yang tetap aktif tidak menutup kemungkinan bahwa kita akan merasa emosional, bahkan sampai menangis. Menangis saat tertidur juga dapat mengindikasikan aktifnya respons fight or flight pada otak kita sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu ancaman. Namun, di balik itu, pastinya tetap ada faktor lain yang mendorong seseorang dapat menangis meskipun sedang tertidur, di antaranya adalah:
ADVERTISEMENT
Mimpi umumnya terjadi saat memasuki fase tidur REM. Menurut penelitian, fase tidur REM memerankan peran penting dalam pemrosesan emosi manusia dan sebagian besar terlibat dalam penguatan memori emosional. Mimpi buruk dapat dianggap sebagai ancaman oleh otak sehingga kita kerap merasakan rasa takut, gelisah, cemas, bahkan sedih tergantung dari konten mimpi buruk itu sendiri. Ketika berbagai perasaan tersebut muncul, otak memproses emosi pada fase REM dan pada akhirnya dapat menghasilkan afeksi berupa menangis saat tertidur.
Menangis merupakan respons yang normal ketika sedang mengalami stres, tetapi jika tidak ditangani dengan baik dan terus-menerus dipendam, tangisan tersebut dapat juga dikeluarkan saat tertidur.
Namun, jika terus dibiarkan terpendam, stres juga dapat berdampak pada menurunnya kualitas tidur. Salah satu studi membuktikan bahwa kualitas tidur yang buruk dapat mengganggu fungsi amigdala dengan korteks prefrontal di otak bagian depan dalam menafsirkan emosi yang dapat menyebabkan emosi kita menjadi lebih tidak stabil. Jika hal tersebut terus dilakukan dalam siklus yang berulang, maka akan berdampak buruk pada kesehatan dan mental kita pula.
ADVERTISEMENT
Perlukah merasa khawatir?
Menangis saat tertidur merupakan hal yang normal sebagai respons alami manusia terhadap ancaman dan keterkaitannya dengan peran otak yang mengatur proses mental dan pengendalian emosi itu sendiri sehingga hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Akan tetapi, jika frekuensi yang dialami cukup sering dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, alangkah lebih baik untuk mencari bantuan dari seseorang yang lebih profesional.
Kesimpulan
Menangis saat tertidur dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti mimpi buruk dan stres yang dipendam. Meskipun begitu, hal tersebut tak lepas dari kinerja otak yang tetap aktif pada saat tidur terutama pada fase REM. Menangis saat tertidur juga merupakan hal yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan jika masih dalam kadar yang wajar.
ADVERTISEMENT
Referensi
Dubs, Eric. (2024, 19 November). Crying in your sleep: why does it happen and when to worry. DubsLabs. https://dubslabs.com/blogs/dubslabs-blog/blog-crying-in-your-sleep-why-does-it-happen-and-when-to-worry?srsltid=AfmBOoqb-AiTmRxIt2gFqRIMpUmibaMlHMEBb2RFzyFDmPbEccTDATY1
Newsom, Rob. (2024, 3 Januari). How trauma affects dreams. Sleep Foundation. https://www.sleepfoundation.org/dreams/how-trauma-can-affect-dreams
S. Manoach, Dara & Stickgold, Robert. (2013, 13 November). Why sleep? Frontiers. https://kids.frontiersin.org/articles/10.3389/frym.2013.00003
Scarpelli, S., Bartolacci, C., D’Atri, A., Gorgoni, M., & De Gennaro, L. (2019, 15 Maret). The functional role of dreaming in emotional processes. Frontiers in Psychology, 10, 459. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.00459