Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Seperti Jogja, Gudeg juga Istimewa
19 November 2023 14:37 WIB
Tulisan dari Budi K Supangat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gudeg seolah tidak bisa lepas dari Yogyakarta. Seperti halnya “Jogja Istimewa” - tagline kota Yogyakarta sejak tahun 2015 -, gudeg juga ternyata memiliki beberapa keistimewaan.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) Angkatan 75 yang berkunjung ke Yogyakarta beberapa waktu lalu sekaligus penggemar gudeg, saya menemukan beberapa keistimewaan masakan ini.
Pertama, gudeg menunjukkan nilai-nilai egaliter di dalam masyarakat Jawa yang dikenal hirarkis. Dalam sejarahnya, gudeg tidak saja dikonsumsi oleh masyarakat umum, namun juga oleh kalangan dan tamu kerajaan. Misalnya, laporan Times Indonesia menyebutkan bahwa di dalam karya sastra Jawa Serat Centhini, pada abad ke-16, gudeg telah menjadi salah satu suguhan bagi tamu-tamu kerajaan Mataram.
Kedua, gudeg menunjukkan bukti jiwa inovasi masyarakat lokal. Menurut catatan Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (2015) dan catatan lainnya, masakan ini awalnya dibuat oleh prajurit yang sedang membuka hutan Mentaok di Yogyakarta pada abad ke-15 untuk pembangunan Kraton Mataram. Kawasan tersebut banyak ditumbuhi pohon nangka dan kelapa. Para prajurit kemudian mengumpulkan buah-buahan tersebut dan memasaknya menjadi sebuah masakan yang kemudian dikenal sebagai gudeg. Hal ini menunjukkan bahwa gudeg merupakan produk inovasi masyarakat lokal atas apa yang tersedia di lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Ketiga, cara pembuatan gudeg menunjukkan pemahaman teknik preservasi makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat Yogyakarta sejak lama. Dalam buku Keistimewaan Yogyakarta dalam Persepektif Gastronomi (Renggani, et al., 2021), gudeg termasuk makanan yang awet karena dimasak dengan pemanasan berulang. Untuk mendapatkan rasa yang kaya dan tahan lama, gudeg biasanya dimasak hingga 24 jam.
Keempat dan tidak kalah penting, saat ini gudeg sudah mendunia. Sebagai ikon kuliner yang mendukung pariwisata Yogyakarta, gudeg disajikan di hotel-hotel yang tentu saja menjadi tempat tinggal para pengunjung mancanegara. Sejak berkembangnya inovasi pengemasan gudeg dalam kaleng, pemasaran gudeg ke luar negeri menjadi lebih mudah. Gudeg Bu Tjitro 1925 misalnya, pada tahun 2023 ini telah diekspor ke Australia dan Amerika.
ADVERTISEMENT
Gudeg untuk Gastrodiplomasi dan Diplomasi Ekonomi
Ke depan, gudeg yang istimewa ini perlu dikembangkan sebagai salah satu ikon gastrodiplomasi untuk mengkomunikasikan budaya, sejarah dan warisan Yogyakarta sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Ekspansi produk gudeg kemasan kaleng ke mancanegara dapat memperkuat pemahaman bangsa lain tentang budaya bangsa Indonesia.
Perluasan pasar gudeg ke mancanegara dapat memanfaatkan momentum bertumbuhnya nilai ekspor produk makanan dan minuman Indonesia. Kementerian Perdagangan mencatat pertumbuhan nilai ekspor produk makanan dan minuman di atas 30% dari USD 4 milyar pada 2018 menjadi USD 5,26 milyar pada 2022. Proses pengawetan gudeg kemasan kaleng dengan prosedur sterilisasi dan tanpa pengawet tambahan membuat makanan ini berpotensi untuk diterima di pasar internasional.
ADVERTISEMENT