Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten Media Partner
6 Cara Menghadapi Perilaku Agresif Anak
16 November 2018 11:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Reporter: -
blokBojonegoro.com - Sebagai orangtua, kita pasti akan menghadapi perilaku agresif anak, seperti tantrum, berteriak-teriak, dan menangis jika keinginannya tidak dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Sikap agresif sebenarnya merupakan bagian dari proses belajar anak untuk mengendalikan dirinya. Namun, bagaimana kita mengetahui jika perilaku itu adalah bagian dari proses belajarnya atau sudah berlebihan?
Menurut psikolog anak Emily Mudd, merupakan hal yang umum jika anak di bawah tiga tahun mengalami perilaku agresif.
"Pada tahap ini, anak-anak cenderung menggunakan ekspresi fisik dari rasa frustrasinya karena mereka belum memiliki kemampuan bahasa untuk mengekspresikan diri," ucap Mudd.
Misalnya saja, anak mendorong temannya di taman. Perilaku itu tidak bisa disebut agresi kecuali itu sudah berpola.
Pada saat anak sudah cukup besar untuk mengomunikasikan perasaannya secara verbal, biasanya usia 7 tahun, perilaku agresif itu akan berkurang.
ADVERTISEMENT
Yang harus diwaspadai adalah jika anak masih kasar dan agresif, misalnya membahayakan dirinya atau orang lain. Gejala lain yang harus diperhatikan adalah anak sulit berteman atau mengalami kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah.
Sikap tersebut bisa saja merupakan tanda gangguan tumbuh kembang, seperti ADHD, autisme, atau kecemasan. Untuk memastikannya, konsultasikan dengan dokter.
Mudd merekomendasikan kepada orangtua untuk melakukan enam hal berikut demi mencegah perilaku agresi pada anak.
1. Tetap tenang
Ketika seorang anak mengekspresikan banyak emosi dan orangtua menghadapinya dengan emosi, agresi anak akan semakin meningkat.
Sebagai gantinya, cobalah untuk memberi contoh cara mengatur emosi pada anak. Ajak anak menarik napas, duduk, lalu setelah agak tenang ungkapkan apa keinginannya.
ADVERTISEMENT
2. Jangan menyerah pada tantrum
Ketika anak mulai menunjukan perilaku tantrum, jangan menyerah. Beri waktu agar anak lebih tenang dan memeluknya. Jangan langsung menuruti kemauan anak ketika ia tantrum di tempat umum. Cara ini mengajari anak jika apa yang diperbuatnya merupakan perilaku yang tak pantas.
3. Hargai perilaku baik anak
Hargai perilaku yang baik, bahkan ketika anak kita tidak melakukan apa pun yang luar biasa.
Misalnya, saat sang anak kita ajak menghadiri makam malam dan ia tak menyebabkan masalah, katakan, “Mama sangat suka bagaimana kamu bersikap saat makan malam”.
Kita tak perlu memberinya hadiah. Pujian sudah memberi kekuatan besar untuknya.
4. Bantu anak belajar mengekspresikan emosi
ADVERTISEMENT
Kita bisa membantu anak mengekspresikan emosi dengan mengatakan kata-kata seperti, "Ibu tahu kamu benar-benar marah sekarang" saat anak mulai memuncak emosinya.
Cara ini membantunya memahami apa yang dirasakan dan mendorongnya untuk mengekspresikan emosi dengan kata-kata bukan dengan cara fisik.
5. Ketahui pola anak identifikasi pemicunya
Langkah ini bisa kita lakukan dengan mengidentifikasi kapan si kecil biasanya mengalami tantrum.
Misalnya, jika hal itu terjadi setiap pagi sebelum sekolah, berusahalah menyusun rutinitas pagi.
Uraikan tugas menjadi langkah sederhana, dan beri peringatan waktu, seperti “Kami akan berangkat dalam 10 menit”.
Tetapkan sasaran, seperti membuatnya ke sekolah tepat waktu selama empat hari dari lima hari. Kemudian berikan hadiah kepada anak ketika dia memenuhi tujuan tersebut.
ADVERTISEMENT
6. Temukan imbalan yang sesuai
Jangan fokus pada hadiah berupa materi atau uang. Sebagai gantinya, cobalah memberi hadiah seperti setengah jam waktu khusus bersama ibu atau ayah, ajak anak makan menu favoritnya, atau menonton film bersama.
Jika anak sedang belaajr untuk mengendalian diri, gabungkan strategi ini dalam pola pengasuhan untuk membantunya mengendalikan perilaku agresif.
Jika situasinya tampak tidak terkendali, ingatlah bahwa kita bukan satu-satunya yang berjuang dengan perilaku anak. Jangan sungkan untuk meminta bantuan psikolog anak untuk memecahkan masalah emosional dan perilaku.