Konten dari Pengguna

Kertanegara Menggunakan Pidgin, Creole, atau Lingua Franca?

bob bimantara leander
Aku hanya ingin menulis menurutku. Seorang penulis yang sekarang jadi pekerjaan
23 Maret 2018 8:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari bob bimantara leander tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kertanegara Menggunakan Pidgin, Creole, atau Lingua Franca?
zoom-in-whitePerbesar
Pada waktu itu, 1284 M, raja mongol (kubilai khan) memerintahkan utusannya mendatangi singosari yang dirajai oleh Kertanegara untuk melakukan negosiasi. Kubilai Khan, diwakili oleh utusannya, meminta agar Singosari mengakui kedaulatan kerajaan Mongolia. Tapi, karena kebesarannya, Kertanegara menolak dan tidak mengakui kerajaan yang dipimpinnya tunduk kepada Mongol. Begitulah, penjelasan dari gurus saya di kelas sejarah dulu. “Mereka itu pakai bahasa apa ya pak? Keika negosiasi”, sahut seorang teman. Pakai bahasa apa ya? Mongol? Kawi? Jawa?
ADVERTISEMENT
Coba telisik kuy mulai dari awal...
Pada masa kini, Bahasa Inggris bisa digunakan sebagai bahasa penghubung untuk 2 orang yang berbeda bahasa. Seperti contoh, orang Thailand melakukan perjalanan ke Bali, pasti orang tersebut akan menggunakan bahasa Inggris untuk berinteraksi dengan sekitar atau kalau tidak dia akan menggunakan gesture. Bukan hanya pada orang Thailand tersebut, mostly orang manapun di dunia ini akan menggunakan bahasa Inggris ketika berinteraksi dalam cakupan world wide yang berbeda bahasa tentunya. Menurut Rihard Nordquist dalam laman Thought.Co., Bahasa Inggris adalah bahasa yang di gunakan untuk komunikasi dengan pembicara yang berbeda bahasa (native language) atau biasa disebut English as Lingua Franca. Lingua Franca disini berarti bahwa bahasa Inggris ‘menjembatani’ anatara orang-orang yang berbeda bahasa dalam hal berkomunikasi.
ADVERTISEMENT
Namun, pada waktu 1284 M, tidak mungkin ada Bahasa Inggris sebagai ‘jembatan’ kedua perbedaan bahasa tersebut. English belum sekuat seperti sekarang dalam hal “hegemony”nya terhadap bahasa lain. Jadi satu hal, yang mungkin terjadi dalam interaksi berbeda bahasa tersebut, yaitu penggunaan bahasa Pidgin atau bahasa perdagangan. Maksudnya ialah bahasa yang simple dan secara struktur merupakan campuran anatara satu bahasa penutur satu dengan penutur lainnya. Pidgin, dibuat simple dan ‘bercampur’ begitu untuk memudahkan pengguna bahasa yang berbeda dalam hal berkomunikasi, atau gampangnya menyatukan perbedaan dengan bahasa yang ‘simple’. Mudahnya, coba lihat di selat Malaka pada abad 14-an, disana akan didapati berbagai warga negara dalam satu wilayah dengan tujuan sama, yaitu berdagang – ada orang arab, cina, dan lain-lain. Pada perdagangan itu munculah yang disebut Pidgin atau bahasa dagang. Menurut Prof. Mudjiraharjo, mantan rektor UIN Malang, Pidgin hanya digunakan ketika dibutuhkan saja, yaitu saat berdagang. Selesai berdagang mereka memakai bahasa pertama mereka sendiri-sendiri. Namun, dalam masalah Kertanegara vs Mongol, apakah iya mereka menggunakan Pidgin, sedangkan posisi pada waktu bukanlah berdagang. Tapi, kembali lagi tak ada yang tahu, Wallahu A’lam Bishawab.
ADVERTISEMENT
Pidgin, pada daerah tertentu seperti Selat Malaka, akan berkembang dari generasi ke generasi. Jika pada generasi selanjutnya, ada yang menggunakan Pidgin sebagai bahasa pertamanya. Pidgin, pada stage ini, telah menjadi Creole dan contoh nyatanya ialah munculah istilah Singlish (Singaporean-English) yaitu percampuran anatara bahasa Inggris, Melayu, dan Cina. Jadi, Creole sifatnya itu sudah ‘resmi’ seperti bahasa-bahasa lainnya seperti Inggris, Prancis, atau German. Bedanya, Creole adalah percampuran bahasa dari suatu proses seperti perdagangan dan ada bahasa yang mendominasi disini. Jika kita gathuk-gathuk kan Creole dengan kejadian diputusnya daun telinga dari utusan Kubilai Khan, bisa jadi pada waktu itu Kertanegara menggunakan Creole untuk berkomunikasi. Jika memang pada waktu itu Kertanegara menggunakan creole, dapat dikonklusikan bahwa dalam ekspedisi kerajaan Singosarinya ke Asia Tenggara yang membuat geram Kubilai Khan, bangsa Jawa ini telah berkomunikasi dengan berbagai bangsa lainnya seperti Mongol, Dravida, Arab, dan Cina dan membentuk creole-creole disetiap area yang sekarang kita sebut ‘negara’.
ADVERTISEMENT
Kalau memang benar, Kertanegara menggunakan creole, sungguh berbanggalah masyarakat Jawa, bahasa mereka menyebar ‘bau’nya diberbagai bahasa yang ‘fully di Asia Tenggara. Coba tengok kepenulisan dari bahasa Thailand, hampir mirip dengan aksara Jawa dan itu mungkin adalah hasil dari ‘creolazitation’.